JAKARTA (Waspada): Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta semua pihak bersinergi dalam mendorong indeks literasi dan inklusi keuangan syariah penduduk Indonesia yang masih rendah.
OJK telah merilis indeks yang menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%.
Angka tersebut timpang dengan sektor syariah yang mana tingkat literasinya hanya sebesar 39,11%, sementara indeks inklusi keuangan syariah 12,88%.
“Ini harus kita kerjakan bersama-sama antara pemerintah, regulator, pelaku usaha jasa keuangan, akademisi, hingga media,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam konferensi pers Indonesia Sharia Financial Olympiad di Jakarta kemarin.
Menurutnya, sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar, Indonesia telah memiliki modal untuk memperluas keuangan syariah dengan memiliki sejumlah destinasi halal dunia, kemajuan pasar modal, hingga perbankan.
Namun demikian, Kiki–sapaan akrabnya–menggarisbawahi bahwa Indonesia tak boleh tertinggal dari negara-negara lain dari sisi perkembangan sektor keuangan syariah.
Di kesempatan yang sama, Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Hasanudin mengatakan bahwa pengembangan keuangan syariah di Tanah Air telah diupayakan oleh banyak pihak, antara lain Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) hingga Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“MUI juga tengah giat memberikan sosialisasi atau pelatihan kepada ormas Islam mengenai fikih muamalat, yang menjadi kunci prinsip syariah dalam keberlangsungan suatu lembaga jasa keuangan,” ungkapnya.
Selain itu, dirinya juga menyoroti sejumlah sektor yang dinilai mampu menyokong keberlangsungan keuangan syariah di Indonesia, seperti halnya kebutuhan logistik pada saat musim haji.
“Kalau kita mau bekerja sama, semua pihak terlibat, insyaallah Indonesia menjadi pimpinan ekonomi syariah, ekonomi halal itu bisa terjadi. Semuanya bisa bekerja sama,” tandas Hasanudin.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat industri halal dunia.
Namun langkah tersebut harus diikuti dengan penguatan ekosistem ekonomi syariah serta menyiapkan pelaku industri halal yang profesional.
Jokowi tak ingin peluang besar itu lepas dan direbut potensinya oleh negara-negara lain. Terlebih lagi mengingat jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai 236 juta jiwa.
“Ini sebuah market besar, pasar besar dan potensi besar sekali, yang harus kita pikirkan agar peluang yang ada tidak lepas ke negara yang lain,” tegas seusai meresmikan Kawasan Indonesia Islamic Financial Center (IIFC) dan Kantor FIBA Indonesia di Jakarta, Selasa (17/9/2024). (J03)