Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Pangan, Garda Terdepan Dari Kedaulatan Suatu Bangsa

Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): PDI Perjuangan (PDIP) melaksanakan diskusi bertema Inovasi Teknologi dan Kebijakan Politik-Ekonomi Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan yang dilaksanakan di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro No.58, Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023).

Adapun, diskusi bertema pangan itu menjadi rangkaian pra – rapat kerja nasional (Rakernas) IV PDI Perjuangan yang akan dilaksanakan akhir September 2023.

Peneliti dan Ahli Teknologi Budidaya Kedelai Ali Zum, serta tiga guru besar Institut Pertanian Bogor, (IPB) seperti Bayu Khrisnamurt, Dwi Andreas Santoso, dan Aris Purwanto hadir dalam diskusi.

Peneliti dan ahli teknologi budidaya kedelai Ali Zum dalam diskusi membahas tentang sebuah negara bisa dikatakan maju apabila bangsa tersebut punya nasionalisme tinggi demi menciptakan kedaulatan pangan.

“Negara yang maju adalah negara yang punya nasionalisme tinggi. Pangan itu bukti nasionalisme, karena pangan adalah garda terdepan dari kedaulatan suatu bangsa,” kata Ali Zum.

Ali Zum menyebut kedaulatan pangan sebenarnya menjadi wujud dari sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta atau Sishankamrata.

Menurutnya, Indonesia menjadi negara yang mampu mewujudkan kedaulatan pangan karena sektor pertanian ada di seluruh daerah di Indonesia.

Namun, dia merasa prihatin praktik di lapangan belakangan ini masih menunjukkan Indonesia belum selesai mewujudkan kedaulatan pangan.

Ali Zum kemudian mencontohkan tentang masih kurangnya perhatian negara di sektor pertanian kedelai dengan tidak membuat kebijakan tepat di sektor tersebut.

“Mulai dari impor sampai birokrasinya, menutup pangsa pasar dari berbagai petani lokal di Indonesia. Kedelai sebagus ini, saya tawarkan kepada pengrajin, ditawarkan, kalau boleh Rp 9 ribu. Apa enggak rugi sebagai petani lokal dengan kedelai impor,” ujarnya.

Menurut dia, Indonesia harus cepat mewujudkan kedaulatan pangan dengan adanya potensi krisis makanan pada 2025.

“Ini ancaman pangan, krisis 2025 bahwa saya meyakini pada 2025 ini akan terjadi gejolak dunia, karena sudah dimulai sebelum perang Rusia-Ukraina. Ini yang menyebabkan matinya distribusi pangan dan logistik pupuk,” ujar Ali Zum.

 Piramida Pasok Pangan

Sementara Guru Besar IPB Prof. Dr. Dwi Andreas Santoso mengharapkan PDIP bisa meletakkan petani di posisi puncak dalam piramida pasok pangan.

Menurut Dwi, dengan begitu PDIP bisa mewujudkan kedaulatan pangan dengan memutus keran impor.

Dwi Andreas mengatakan impor terbesar Indonesia saat ini adalah gandum. Dia mengajak semua pihak bisa menghilangkan impor tersebut.

Di sisi lain, menurut Dwi Andreas, pada 1970-an, impor pangan pokok Indonesia hanya 4 persen, kemudian 2018 meningkat 18,3 persen, lalu 2022 mencapai 28 persen.

“Sebagian besar pangan pokok kita dari gandum atau produk turunan gandum. Dan perkiraan saya 2045 hampir 50 persen pangan pokok kita adalah gandum. Jadi, ini persoalan yang sangat serius harus kita atasi. Jadi, semangat untuk menurunkan impor harus menjadi semangat PDI Perjuangan” jelas Dwi.

Kemudian, lanjut Dwi, potensi menutup keran impor komoditas kedelai juga besar. Namun faktanya, jaringan petaninya memiliki biaya produksi kedelai Rp 10-13 ribu per kilogram. Sementara harga kedelai yang didapat di Tanjung Priok hanya Rp 7 ribu, meski harganya fluktuatif.

Dwi Andreas pun mendapatkan pertanyaan dari jaringan petaninya bahwa untuk apa menanam kedelai jika kacang hijau di tingkat petani itu mencapai Rp18-Rp20 ribu.

Dwi Andreas pun menyampaikan mengapa harga kedelai Indonesia hancur. Hal itu dimulai pada 2000, di mana impor kedelai dari Amerika Serikat di angka Rp1.500. Sementara biaya produksi kedelai di petani Indonesia ialah Rp2.500.

“Itu yang menyebabkan hancurnya program kedelai kita sampai sekarang,” jelas dia.

Secara makro, Dwi Andreas juga mengungkapkan bahwa impor pangan Indonesia pada 10 tahun terakhir ini mencapai dua kali lipat. Neraca perdagangan Indonesia untuk pangan juga melonjak hampir dua kali lipat dari minus USD8,9 miliar pada 2013, sedangkan 2022 minus USD16,2 miliar.

“Rp243 triliun kita buang percuma untuk pangan,” kata dia.

Oleh karena itu, Dwi Andreas menilai pentingnya bagi PDIP untuk membuat konsep inovasi kebijakan politik-ekonomi. Namun, yang lebih penting ialah mengubah piramida struktur pertanian Indonesia, di mana selama ini swasta dan pengusaha di atas, di balik menjadi di bawah.

“Kembalikan struktur piramida pertanian kita itu yang genuine dari kedaulatan pangan yang sesungguhnya bagaimana menempatkan petani di posisi puncak,” tegas Dwi Andreas.

Dalam diskusi ini, hadir Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ketua DPP Mindo Sianipar, serta sejumlah anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, dan secara virtual dihadiri pengurus PDIP di daerah. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE