Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Penurunan IPK Indonesia, Fahri: Capres Wajibkan Janji Hilangkan Korupsi

Penurunan IPK Indonesia, Fahri: Capres Wajibkan Janji Hilangkan Korupsi
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah. (ist)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Laporan Transparansi Internasional Indonesia yang menyebut Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun drastis. Penurunan IPK Indonesia dari peringkat ke-38 menjadi 34 diikuti penurunan posisi Indonesia, dari peringkat 96 dunia menjadi peringkat 110.

Hal ini dianggap sebagai kegagalan negara atau pemerintah dalam memberantas korupsi di tanah air. Penurunan IPK Indonesia itu, kesalahannya tidak bisa dibebankan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Penurunan IPK Indonesia, Fahri: Capres Wajibkan Janji Hilangkan Korupsi

IKLAN

Diketahui, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), IPK Indonesia memang turun naik. Pada 2014 di awal menjabat, Jokowi mewarisi skor 34. Setahun kemudian, skor naik menjadi 36.

Lalu, kembali naik menjadi 37 dan sempat mencapai posisi tertinggi di 2019 dengan 40. Sayang setahun kemudian turun ke 37, dan bahkan tahun 2022 kembali ke peringkat ke-34.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzag lewat keterangan tertulisnya yang diterima Senin, (6/2/2023), di Jakarta, menegaskan, tidak sependapat jika IPK Indonesi yang merosot itu dianggap sebagai kesalahan KPK.

Menurut wakil ketua umum partai nomer urut 7 ini, ada pihak yang lebih bertanggung jawab dalam perbaikan IPK Indonesia tersebut, yakni Presiden Republik Indonesia.

“IPK itu adalah prestasi negara semuanya. Tidak bisa keberhasilannya diklaim KPK atau ketika ada penurunan IPK lantas kesalahannya dibebakankan ke KPK kalau IPKnya turun, kemana tanggung jawab presiden? Apakah Anda mengabaikan kekuasaan yang besar ini?” ujarnya

Atas dasar alasan itu, mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2029 ini menilai publik tidak perlu muluk-muluk memberi beban KPK sebagai pahlawan pemberantasan korupsi

Sebab, ada seorang Presiden yang lebih cocok disebut sebagai pahlawan karena pemilihannya menghabiskan anggaran hingga Rp 100 Triliun.

“Sementara memilih ketua KPK ongkosnya kurang dari Rp1 Miliar. Ngerti nggak beda antara miliar dan triliun?” tanya Fahri.

Jika memang publik serius dengan pemberantasan korupsi, lanjut Fahri, maka Presiden Jokowi harus dituntut untuk konsentrasi melakukan pembenahan.

Jika perlu, seorang calon Presiden (Capres) yang akan mengikuti kontestasi di pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang harus dimintai komitmennya berupa perjanjian hitam di atas putih, untuk bisa hilangkan korupsi dalam satu tahun menjabat sebagai Presiden RI.

“Wajibkan calon presiden untuk berjanji, ‘setahun jadi presiden korupsi hilang dan indeks persepsi korupsi kita tertinggi di dunia’. Kalau anda berani kampanye ini, baru saya anggap anda serius memberantas korupsi di negeri ini. Jangan tipu rakyat terus” tutup politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. (rel/J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE