JAKARTA (Waspada): Peringatan Hari Ibu (PHI) yang jatuh pada 22 Desember seringkali dimaknai oleh masyarakat khususnya generasi milenial sebagai Mother’s Day. Pergeseran makna ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, mengingat Hari Ibu merupakan momentum pemantik semangat. Tidak hanya bagi para perempuan, tapi juga masyarakat khususnya generasi muda untuk bergerak bersama secara nyata meningkatkan kualitas hidup perempuan serta menjadi solusi dalam menghadapi berbagai persoalan terkait perempuan.
“Peringatan Hari Ibu ke-94 tahun ini bertajuk “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju.” Tema ini sejalan dengan pentingnya mengembalikan makna sesungguhnya dari Peringatan Hari Ibu itu sendiri,” kata Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Kesehatan Perempuan dan Anak, Sri Rahayu dalam keterangannya, Kamis (22/12/2022).
Sri Rahayu mengatakan, peringatan ini merupakan momentum untuk mengenang semangat para perempuan luar biasa yang turut berjuang menentang penjajah. Khususnya dalam memperjuangkan nasib perempuan dalam mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan menyuarakan pendapat di hadapan publik.
Sebagaimana Bung Karno menyebutkan dalam Pidatonya pada Kongres Partai Nasional Indonesia (PNI) 1 Agustus 1929 bahwa “Tahun 1930 merupakan zaman yaitu zaman perempoean tiada lagi hanya memperhatikan hal dapoer, merenda dan lain-lainnya. Zaman perempoean mentjahari halnya sama dengan orang lelaki (vrouwenemancipatie).
”Sehingga bagi Soekarno, gerakan perempuan tidak sebatas menuntut persamaan hak, tetapi hendak merombak total struktur sosial yang menindas rakyat laki-laki dan perempuan,” ujarnya.
“Tiada eksploitasi manusia-oleh-manusia, tiada eksploitasi pula manusia-oleh-negara, tiada kapitalisme, tiada kemiskinan, tiada perbudakan, tiada wanita yang setengah-mati sengsara karena memikul beban yang dobel…” nukilan buku Sarinah ditahun 1963 yang ditulis Bung Karno.
Karenanya, lanjut Sri Rahayu, peringatan Hari Ibu harus dimaknai kembali semangat para perempuan untuk mengambil peran mengisi pembangunan. Terlebih, peran sosok ibu dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa dengan memberikan gizi dan pendidikan yang baik agar tercipta generasi muda yang cinta negeri, berpikir kritis dan berjiwa merdeka.
Menurutnya, perempuan saat ini telah menempati posisi publik dan pekerjaan yang sebelumnya semata-mata dipegang laki-laki. Namun dalam realitas sehari-hari perempuan masih rentan terhadap perlakuan kekerasan terlebih kekerasan seksual. Hal ini tentu harus menjadi perhatian pengambil kebijakan.
Menurut data Simfoni PPA terdapat 22.983 kekerasan terhadap perempuan baik di dalam rumah tangga, lingkungan kerja, lembaga pendidikan maupun di tempat umum. Komnas Perempuan mencatat pada tahun 2022 telah menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus di ranah.
“Kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dapat memberikan dampak buruk bagi korban, keluarga dan masyarakat,” kata Sri Rahayu.
Karenanya, PDIP akan terus mendukung penerapan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam menghilangkan segala bentuk kekerasan seksual di Indonesia. Negara harus terus hadir dalam memberikan perlindungan terhadap kaum perempuan, Negara harus menjamin tersedianya lingkungan pendidikan, pekerjaan serta lingkungan publik yang aman dan ramah terhadap perempuan.
Untuk terus mendukung produk hukum yang berpihak kepada perempuan, DPP PDI Perjuangan juga akan terus mendukung pemenuhan kuota 30% perempuan di DPR.
“PDI Perjuangan siap untuk melahirkan kader-kader perempuan yang akan mendorong tingkat partisipasi perempuan di bidang politik. Sehingga kedepan akan semakin banyak perempuan yang dapat menduduki kursi-kursi pengambilan keputusan yang dapat melahirkan kebijakan-kebijakan yang responsif, inklusif, dan humanis khususnya bagi perempuan,” pungkasnya. (irw)