Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Diproyeksikan 2,9 Persen

  • Bagikan
Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Diproyeksikan 2,9 Persen
Polri turut memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza, Palestina, Minggu (5/11/2023). Waspada/Ist

JAKARTA (Waspada): Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengarakan, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diproyeksikan hanya 2,9 persen, bahkan akan semakin melemah pada 2024 menjadi 2,8 persen.

Hal ini terkait dinamika perekonomian global yang sepanjang 2023 berubah sangat cepat. Bahkan, Perry menyebut dinamika ekonomi global tersebut cenderung memburuk.

“Tentu saja ini dipengaruhi dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, baik Rusia maupun Ukraina, dan sekarang tentu saja adalah di Timur Tengah, serta agresifnya pengetatan moneter di Amerika Serikat,” kata Perry dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi XI DPR, Senin (13/11/2023).

Perry menuturkan, ciri pertama yang terjadi berkaitan dengan dinamika global tersebut yaitu terjadinya pelemahan ekonomi global.

“Tahun sebelumnya (diperkirakan) 3,5 persen dan kami perkirakan 3 persen, lalu lebih rendah lagi 2,9 persen dengan pertumbuhan atau divergensi antarnegara berbeda,” ucap Perry.

Selanjutnya, ciri kedua yaitu laju inflasi yang masih tinggi. Perry mengungkapkan, tingginya laju inflasi saat ini masih terlihat meskipun pengetatan kebijakan moneter sudah dilakukan dan berdampak kepada suku bunga acuan.

“Inflasi yang tinggi ini menyebabkan suku bunga negara maju, khususnya di Amerika Serikat, itu semakin tinggi dan kemungkinan akan lama diikuti dengan mata uang dolar AS yang sangat kuat dan juga pelarian modal ke aset global yang likuid,” ujar Perry.

Sementara itu, di Indonesia, Perry mengakui, inflasi sudah turun pada 2023 jika dibandingkan dengan 2022 yang mencapai 8,5 persen, sementara pada kuartal IV 2023 menjadi 5,1 persen. Perry memproyeksikan, inflasi di Indonesia pada 2024 juga masih melanjutkan penurunan.

“Tahun depan juga akan turun, tapi juga masih lebih tinggi dari 3 persen atau 3,8 persen mungkin,” ujar Perry.

Di samping itu, sambungnya, inflasi global baru akan mulai menurun pada paruh kedua 2024. Meskipun begitu, Perry memproyeksikan sejumlah negara maju masih terus melakukan pengetatan moneter yang lebih agresif.

Masih tingginya laju inflasi juga memungkinkan bank sentral AS atau the Fed, masih terus melakukan pengetatan kebijakan moneter.

“Suku bunga Fed Funds Rate (FFR) kami perkirakan masih bisa naik sekali lagi pada akhir tahun ini menjadi 5,75 persen dari 5,5 persen,” kata Perry.

Perry mengatakan, FFR pada 2024 juga diramalkan masih tinggi. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan the Fed akan menurunkan suku bunga acuannya pada 2024 menjadi 5,25 pepersen, dengan kemungkinan FFR baru akan mulai turun pada paruh kedua tahun depan.

“Selain itu, Amerika Serikat kini juga tengah dihadapkan pada besarnya utang pemerintah akibat pandemi Covid-19 dan perang. “Kondisi itu menyebabkan suku bunga obligasi pemerintahan Amerika Serikat atau yield UST juga meningkat tajam,” jelas Perry.

Dia mengungkapkan, pada kuartal III-2023, yield UST meningkat tajam dari 3,84 persen menjadi 4,57 persen. Dan, masih ada kemungkinan yield UST naik 5,16 persen pada akhir tahun ini dan akan bertahan relatif tinggi pada 2024.

“Yield UST pada paruh kedua 2023 mungkin akan turun 4,87 persen. Tapi kondisi tersebut memerlukan upaya ekstra keras dari seluruh negara emerging market, termasuk Indonesia.

Khususnya lagi, lanjutnya, untuk menjaga ketahanan ekonomi dari dampak stabilitas nilai tukar rupiah dan pelarian modal serta stabilitas moneter dan sistem keuangan. (J03)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *