JAKARTA (Waspada): Sejarawan sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), Bondan Kanumoyoso menyebut pidato pembelaan atau pledoi “Indonesia Menggugat”, Soekarno atau Bung Karno melawan pemerintahan kolonial Belanda maupun imperialisme masih relevan untuk kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Menurut Bondan, pledoi Indonesia Menggugat masih terngiang-ngiang di telinga setiap orang meski sudah hampir 100 tahun yang lalu.
“Walaupun sudah berlalu hampir 100 tahun yang lalu, tapi rasanya Bung Karno seperti berbicara lagi di telinga kita dan menggedor hati kita semua dengan argumen-argumen yang masih relevan hingga saat ini. Jadi perbaikan nasib rakyat Indonesia itu menjadi tugas bersama,” kata Bondan saat jadi pembicara dalam peringatan Hari Lahir Bung Karno di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/6/2024).
Bondan pun memuji pemikiran Bung Karno lewat pledoi Indonesia Menggugat yang dibuatnya di bawah tekanan pemerintahan kolonial saat di dalam penjara Banceuy di Bandung pada 1930.
Dia juga menyebut belum ada yang bisa menandingi pemikiran Bung Karno dalam pledoi Indonesia Menggugat.
“Saya kira menyamakan tidak bisa. Karena memang ditulis dengan kedalaman dan satu pemahaman yang luar biasa. Dengan runtut dan sistematis. Dengan mengambil referensi 60 orang penulis, saya hitung dan tokoh-tokoh dunia yang cukup itu paling kurang. Jadi luar biasa,” ucap Bondan.
“Jadi Pledoi Indonesia Menggugat yang berbeda dibagi dalam 19 bagian. Diawali dengan uraian tentang imperialisme, diakhiri dengan marhaenisme. Sangat sistematis,” sambungnya.
Dia juga menyebut pemikiran Bung Karno sangat runut dan sistematis. Bahkan, sebagai dampak dari imperialisme selama berabad-abad yang tersisa sebagai kekuatan bangsa Indonesia itu adalah tinggal kaum Marhaen.
“Yang memang itu juga diformulasikan oleh Bung Karno siapa kaum marhaen. Dan ini luar biasa. Selalu kali disederhanakan orang seolah-olah itu adalah tiruan dari pemikiran-pemikiran besar yang lain. Tapi Bung Karno tertumpu pada realita yang ada dalam masyarakat Indonesia untuk melahirkan konsep kaum Marhaen,” ujarnya.
Bondan pun mengingatkan pemikiran Bung Karno jauh melampaui zaman. Sebab, imperialisme dan kolonialisme tidak berakhir dan justru bertransformasi saat ini.
“Jadi menurut Bung Karno, imperialisme dan kolonialisme tidak berakhir. Nah ketika VOC bangkrut. Tetapi justru telah bermetamorfosis menjadi neoimperialisme dan neokolonialisme. Ini relevansinya dengan situasi zaman sekarang. Nah Indonesia menggugat, menyajikan dengan jelas,” jelasnya.
Bondan juga mengajak seluruh peserta dan masyarakat untuk mendalami kembali pledoi Indonesia Menggugat Bung Karno. Karena, di sana dijelaskan akar dari penderitaan dan kemiskinan rakyat adalah sistem ekonomi yang tidak adil.
“Kalau kita lihat Pancasila, yang paling bermasalah adalah sila ke-5 Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menyebabkan munculnya sistem politik yang kita rasakan di Indonesia itu menindas,” katanya.
Ia menambahkan, pemikiran Bung Karno ini juga mengajarkan bangsa Indonesia akan dapat secara efektif tercapai jika mau berjuang di tengah-tengah rakyat dan bukan menggunakan nama rakyat, tetapi berjuang di tengah-tengah rakyat.
“Bersama-sama rakyat seperti yang dilakukan oleh Bung Karno dengan memanjukan kepentingan perjuangan untuk rakyat Indonesia,” ucapnya. (irw)