Nusantara

Refleksi Kinerja 2025, Menag Dorong Green Theology Hadapi Krisis Lingkungan

Refleksi Kinerja 2025, Menag Dorong Green Theology Hadapi Krisis Lingkungan
Menag Agama beserta jajarannya dalam dialog media Refleksi Kinerja 2025 di Jakarta, Selasa (23/12/2025), yang sekaligus menjadi evaluasi program prioritas Kementerian Agama sepanjang tahun 2025.
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya green theology atau ekoteologi sebagai pendekatan strategis berbasis nilai agama untuk menjawab krisis lingkungan dan bencana ekologis yang kian sering terjadi di Indonesia, termasuk banjir besar di Aceh dan Sumatra.
Hal itu disampaikan Menag dalam dialog media Refleksi Kinerja 2025 di Jakarta, Selasa (23/12/2025), yang sekaligus menjadi evaluasi program prioritas Kementerian Agama sepanjang tahun 2025.

“Tanpa bahasa agama, mustahil membangun kesadaran kolektif umat untuk merawat lingkungan. Karena itu, ekoteologi menjadi agenda penting Kemenag,” tegas Menag.

Menurut Nasaruddin Umar, pendekatan keagamaan selama ini terlalu berorientasi ritual dan kurang menyentuh tanggung jawab ekologis. Melalui green ekoteologi, agama diharapkan menjadi kekuatan moral yang menggerakkan perubahan perilaku umat dalam menjaga alam.

Ia menyebut, penguatan ekoteologi yang mulai digulirkan sejak Januari 2025 kini semakin relevan seiring meningkatnya bencana hidrometeorologi di berbagai daerah.

“Saat ini hampir semua instansi bicara ekoteologi. Kita sudah memulainya setahun lalu. Bahkan banyak lembaga luar negeri mengundang kami untuk berbicara soal ini,” ujarnya.

Menag juga mengungkapkan rencana penguatan kerja sama lintas agama dalam merawat lingkungan. Menurutnya, isu ekologis merupakan kepentingan bersama seluruh umat beragama.

“Selama ini teologi kita terlalu maskulin. Ke depan, kita dorong green theology melalui kolaborasi lintas iman,” katanya.

Meski demikian, Menag menegaskan bahwa membangun kesadaran ekoteologi bukan program instan. Dibutuhkan waktu empat hingga lima tahun agar nilai-nilai tersebut benar-benar terinternalisasi dalam pendidikan dan praktik keberagamaan masyarakat.

“Tugas kita hari ini adalah menyiapkan fondasi bagi generasi mendatang,” ucapnya.

Selain ekoteologi, Kemenag juga memperkuat Kurikulum Cinta yang menekankan pendidikan agama berbasis kasih, toleransi, dan titik temu antarumat. Pendekatan ini dinilai sejalan dengan upaya merawat harmoni sosial dan lingkungan secara berkelanjutan.

Dalam kesempatan tersebut, Menag turut menyinggung capaian Kemenag 2025 lainnya, termasuk Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) yang mencapai 77,89 persen, tertinggi sejak 2015, serta penguatan kelembagaan pasca-transisi, seperti kemandirian BPJPH dan pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren.

Sekretaris Jenderal Kemenag Kamaruddin Amin menambahkan, penguatan ekoteologi merupakan bagian dari strategi jangka panjang Kemenag dalam meningkatkan kualitas kehidupan beragama yang berdampak langsung pada kesejahteraan dan keberlanjutan lingkungan.

“Kerukunan, pendidikan keagamaan, dan kepedulian ekologis adalah satu kesatuan. Tanpa lingkungan yang lestari, kualitas kehidupan umat juga terancam,” ujarnya.

Kemenag memastikan pengarusutamaan green theology akan terus diperkuat melalui pendidikan agama, pesantren, rumah ibadah, serta kerja sama lintas sektor dan lintas agama di tahun-tahun mendatang.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE