JAKARTA (Waspada): Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) masih berharap kepada DPR RI untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang 20 tahun sudah ada di DPR.
Begitu besarnya amanat yang diberikan oleh rakyat kepada anggota DPR yang akan segera mengakhiri masa baktinya di tahun 2020-2024 ini Komnas Perempuan penuh harap semoga ini bisa disahkan di masa periode yang berjalan. Sudah betul-betul 20 tahun dibahas.
“Saya pikir itu adalah sebuah pengingkaran yang sangat buruk dalam aspek memastikan orang-orang yang lemah warga negara yang lemah mendapatkan perlindungan dari negara. Kami di Komnas Perempuan tentunya memiliki kepentingan yang besar agar undang-undang ini bisa disahkan,” ungkap
Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Andi Yentriyani dalam diskusi Forum Legislasi yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Jakarta, Selasa (3/9).
Menurut Yenti, salah satu hal yang sulit dicapai kesepakatan antara DPR dan pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan membahas dan mengesahkan RUU PPRT ini adalah terkait upah minimum regional (UMR).
“Jadi menetapkan dengan UMR itu tampaknya sulit sekali. Itu menjadi batu sandungan yang pernah didiskusikan jauh-jauh hari,” ujarnya.
Yenti, sapaan akrab Andy Yentriyani melanjutkan, sebenarnya RUU PPRT tidak melulu menguntungkan pekerja rumah tangga, tetapi banyak juga klausul dalam RUU PPRT yang menguntungkan pemberi kerja atau majikan.
“Jadi RUU ini juga memberikan kesempatan bagi para majikan untuk mendapatkan perlindungan haknya,” tegas Yenti.
Sebelum ini, kata Yenti pihaknya sudah meng audiensi ke sejumlah fraksi.
Dalam setiap pertemuan fraksi-fraksi mengatakan, medukung dan nanti akan dorong (disetujui ) UU tersebut.
“Tapi sampai hari ini kami belum lihat agenda ini belum naik menjadi pembahasan. Bantu kami pak wartawan untuk menelusuri apa yang sebetulnya menjadikan jalan mungkin bisa sama-sama kita diskusikan, sehingga batu ganjalan yang mungkin kayak begini bisa segera kita selesaikan,”ujar Yenti.
Di forum yang sama Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq mengingatkan agar pembahasan RUU PPRT oleh DPR periode berikutnya harus menggunakan sistem carry over.
“Bila tidak mampu diselesaikan pada periode ini. Saya berharap Rancangan Undang-Undang ini menjadi RUU carry over yang pembahasannya bisa dilanjutkan pada periode DPR yang akan datang,” ujar Maman Imanul Haq dalam
diskusi itu yang mengangkat tema “UU PPRT Jadi Landasan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga”, itu
Pembahasan RUU PPRT sendiri tak kunjung diselesaikan meski sudah berproses selama 20 tahun.
Pada tahun lalu tepatnya tanggal 25 April 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirim surat presiden (supres) dan daftar invesntarisasi masalah (DIM). Bahkan aksi Aliansi Mogok Makan mogok yang dilakukan sejumlah LSM, aktifis dan pernah dilakukan di depan Gedung DPR RI sebagai bentuk tuntutan agar DPR RI menuntaskan pengesahan RUU PPRT ini.
“Saya rasa DPR perlu mengambil langkah yang kita anggap perlu untuk mengetuk pengesahan RUU ini menjadi undang-undang sebagai masterpiece dan warisan berharga bagi masyarakat,” ucap politisi dari Partai kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pengesahan RUU PPRT harus terus diperjuangkan karena di dalamnya banyak memberikan perlindungan, termasuk perlindungan bagi para pekerja rumah tangga.
“Kita tahu saat ini pekerja rumah tangga bekerja tanpa kontrak kerja yang jelas dalam rangka mendapatkan upah. Belum lagi tidak sedikit dari mereka mendapatkan kekerasan fisik dan psikis dari majikan,”ungkap Maman.(j04)