Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Sanggam Hutapea :Perbaikan Tata Kelola  Geopark Kaldera Toba Harus Jadi Agenda Prioritas Pemerintah Pusat

Sanggam Hutapea :Perbaikan Tata Kelola  Geopark Kaldera Toba Harus Jadi Agenda Prioritas Pemerintah Pusat
Pemerhati dan Pelaku Pariwisata, Ir. Sanggam Hutapea, MM, (Ist)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Tim asesor dari UNESCO Global Geopark dijadwalkan mengunjungi kawasan Danau Toba pada 20–25 Juli 2025, untuk melakukan revalidasi terhadap status keanggotaan kawasan Danau Toba sebagai bagian dari geopark atau jaringan taman bumi global.

Mengingat waktu validasi Geopark Kaldera Toba oleh UNESCO  setelah  dikeluarkannya  kartu kuning pada tahun 2023 silam hanya menyisakan waktu sebulan lagi, maka butuh gerakan cepat melakukan berbagai perbaikan sesuai rekomendasi Unesco.

Untuk mencegah dicabutnya  status Global Geopark Kaldera Toba  oleh UNESCO. Pemerintah harus memperkuat kerja sama  kementerian lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat di kawasan Danau Toba .

Salah satu caranya  menurut Pemerhati dan Pelaku Pariwisata, Ir. Sanggam Hutapea, MM, pemerintah pusat harus menjadikan agenda perbaikan tata kelola di kawasan Danau Toba sebagai program prioritas .

Penegasan disampaikan Sanggam Hutapea yang sejak awal konsisten menyuarakan pembenahan tata kelola Danau Toba .

“Cara efektif menyikapi status kartu kuning UNESCO adalah jadikan isu ini sebagai agenda prioritas pemerintah pusat. Perkuat koordinasi lintar sektor. Sebab koordinasi dan komunikasi antar kementerian harus berjalan intensif. Menteri Kebudayaan yang menjadi salah satu leading sectornya justru tidak banyak dilibatkan,” ungkap Sanggam Hutapea saat di wawancara media di Jakarta,Sabtu (7/6/2025). 

Untuk itu, ia berharap Presiden Prabowo Subianto segera menunjuk Menteri koordinator  terkait, sehingga pemerintah pusat bisa segera melakukan aksi nyata.

Keterlibatan aktif banyak kementerian diperlukan karena pencabutan status Global Geopark Kaldera Toba  oleh UNESCO memiliki dampak luas pada sektor pariwisata, ekonomi, dan citra Indonesia di mata dunia,” ujarnya. 

Secara khusus, Sanggam meminta Menteri Pariwisata dan Menteri Kebudayaan perlu lebih fokus meluangkan waktunya untuk  menangani persoalan ini.

“Menteri Pariwisata harus kerja sama secara intensif dengan Menteri Kebudayaan,” pesannya. 

Sanggam menjelaskan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan memiliki peran yang berbeda dalam pengelolaan Danau Toba. Kementerian Pariwisata fokus pada pengembangan wisata, sementara Kementerian Kebudayaan menjaga keberadaan dan pelestarian warisan budaya.

“Kerja sama antara Kementerian Pariwisata dan Kementerian Kebudayaan sangat penting untuk memastikan bahwa status UNESCO Global Geopark Danau Toba tetap terjaga. Hal ini akan menguntungkan semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor pariwisata,” urainya.

Selain kerja sama intensif antar kementerian, pemerintah pusat juga harus menjalin kerja sama intensif dengan masyarakat setempat.

“Menteri terkait harus memperbanyak dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh kebudayaan lokal,” ucap Sanggam. 

Hal ini dia tekankan karena selama ini aspirasi masyarakat tidak pernah menjadi bahan pertimbangan bagi pembenahan kawasan Danau Toba. 

“Dialog dengan masyarakat sama pentingnya. Masyarakat perlu tau, mau dibawa kemana Danau Toba? Ini tidak pernah ada,” katanya

Budaya Memajukan Pariwisatan

Sanggam Hutapea kemudian mencontoh kemajuan pariwisata Bali.
Menurutnya, faktor utama kemajuan pariwisata Bali adalah keterlibatan aktif masyarakat adat dalam pengelolaan pariwisata. Para pemangku kepentingan baik kepala daerah, tokoh masyarakat, bendesa adat termasuk peraturan adat (awig-awig) semuanya menyatu untuk memajukan pariwisatanya.

Sanggam menilai kekuatan budaya masyarakat Bali sangat kental dalam memajukan pariwisatanya karena diorganisir oleh tiap-tiap banjar desa adat di Bali. Dan semua orang yang masuk dalam banjar desa adat sangat patuh dengan peraturan adat atau awig-awig tersebut. Bahkan hampir tiap hari atraksi seni budaya selalu rutin digelar di seluruh Bali karena seni budaya menjadi bagian dari upacara keagamaan.

“Pariwisata Bali menjadi maju, karena peran masyarakat adat setempat,” tegas Sanggam.

Karena itu Sanggam meyakini aturan adat, tradisi dan budaya akan sangat mempengaruhi maju mundurnya pariwisata di kawasan Danau Toba.

Menurutnya banyak tradisi dan atraksi budaya yang bisa menjadi pedoman pemerintah pusat dan pemda setempat dalam menjaga pariwisata yang berkelanjutan dan bermartabat.

Karena para leluhur Suku Batak telah mewarisi tradisi berupaya seni budaya dan aturan adat dalam kehidupan keseharian masyarakatnya, antara lain tentang tata cara berpakaian, tata cara perilaku di tempat umum, interaksi sosial, penggunaan sumber daya alam dan lainnya.

Semua tata cara itu ada dalam kemasan seni budaya. “Banyak tata cara dan seni budaya Batak yang perlu digali dan dilestarikan, dan jika dikemas melalui atraksi budaya secara rutin dalam kelender pariwisata maka akan menjadi pendorong bagi pariwisata yang berkelanjutan dan bermartabat tadi,” ujarnya.

Atraksi budaya ini harus digelar rutin dan biaa digelar bergantian di seluruh kawasan Danau Toba. Diantaranya Mangalahat Horbo, Tunggal Panaluan Martumba . Yaitu sebuah tradisi yang kaya makna dan penuh nilai budaya dikemas dalam tari dan nyanyian serta musik yang memperlihatkan semangat perjuangan, permohononan dan ungkapan hati. Umumnya digelar saat bulan purnama .

Juga Upacara Sipaha Lima. Upacara ini merupakan tradisi yang dilakukan oleh Suku Batak penganut kepercayaan Malim, yang memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas nikmat yang sudah didapatkan dalam setahun.

“Jika gelar rutin di hari berbeda, maka atraksi budaya akan ada setiap hari di kawasan Danau Toba, sebagaimana di Bali dimana setiap desa memiliki rutinitas masing-masing tradisi seni budaya dan aturan adat,” ucap Sanggam.

Batasan Bangunan

Meski memiliki memiliki hukum adat terkait penggunaan sumber daya alam mengatur penggunaan tanah, penggunaan hutan dan penggunaan air, namun Sanggam menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu membuat ketentuan peraturan perundangan untuk mendukung hukum adat yang ada.

Ia mencontoh belum adanya peraturan yang membatasi ketinggian sebuah bangunan seperti di Bali yang sudah memiliki perraturan gubernur Bali yang membatasi ketinggian bangunan hanya maksimal 15 meter.

Sanggam menekankan tentang pentingnya kesadaran kolektif dari semua pihak dalam industri pariwisata. Yaitu pariwisata yang berorientasi pada prinsip-prinsip eco-friendly travel yang fokus pada pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan dan gerakan pada aksi nyata pariwisata berkelanjutan.

Role Model

Sebagai contoh konsep kembali ke alam seperti tujuan utama dari eco-friendly travel, salah satu hotel di kota turis Parapatl sudah menerapkanya.

Manajemen The Parapat View Hotel konsiten menjaga lingkungan sekitar agar selalu tampak asri, hijau dan segar dengan menanami berbagai jenis pohon untuk menjaga keasrian lingkungan sehingga tidak perlu menggunakan AC sebagai pendingin ruangan.

Kepedulian pihak manajement The Parapat View Hotel ini menjaga keasrian lingkungannya , bisa menjadi role model untuk diterapkan di kawasan Danai Toba.. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE