Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Semangat Voluntarisme Muhammadiyah Bisa Jadi Model

Semangat Voluntarisme Muhammadiyah Bisa Jadi Model
Gelora Talk bertajuk 'Membedah Agenda Keumatan Muktamar Muhammadiyah ke-48, Rabu (23/11/2022) di Jakarta. (ist)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta melihat semangat voluntarisme Muhammadiyah dalam Muktamar ke-48 di Solo, Jawa Tengah yang digelar pada 18-20 November lalu, sangat luar biasa.

“Kita respek dengan ormas-ormas seperti Muhammadiyah yang baru melaksanakan muktamar dengan jumlah hadirin yang begitu besar, tetapi sangat damai. Proses pemilihannya sangat demokratis,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk ‘Membedah Agenda Keumatan Muktamar Muhammadiyah ke-48, Rabu (23/11/2022) di Jakarta.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Semangat Voluntarisme Muhammadiyah Bisa Jadi Model

IKLAN

“Jadi ini yang menarik, Muktamarnya nggak pakai berkelahi, padahal jumlah massanya luar biasa banyaknya. Artinya, ada proses pemilihan pemimpin demokratis di Muhammdiyah,” katanya.

Anis Matta melihat ada pesan kuat yang ingin disampaikan pimpinan dan kader Muhammadiyah dengan terpilihnya Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah untuk periode kedua di dalam Muktamar ke-48 yang mengambil tema ‘Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta’.

“Ada pesan kuat yang ingin disampaikan pimpinan dan kader Muhammadiyah kepada publik Indonesia secara umum. Pertanyaannya, apa makna yang ditawarkan dari pencerahan semesta ini,” ujar Anis Matta.

Ketua Umum Partai Gelora ini menilai ada model sosial yang ingin ditawarkan Muhammadiyah untuk Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia melalui semangat voluntarisme tersebut.

“Semangat voluntarisme ini bisa menjadi model sosial dalam mengintegrasikan sistem keagamaan ke dalam sistem kenegaraan. Ini bisa menjadi solusi bagi negara dan dunia yang saat ini tengah mengalami krisis ideologi,” katanya.

Anis Matta menegaskan, seluruh pemimpin dunia saat ini sedang mengalami krisis ideologi, termasuk mereka yang tengah berperang di Ukraina seperti Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

.”Xi Jinping sekarang bicaranya sudah pada tataran filosofis, tidak hanya bicara ekonomi, militer dan kebudayaan saja, tetapi dia bicara tentang model sosial. Begitu juga dengan Putin, menyampaikan ide-ide yang filosofis, berbicara tentang akarnya perang saat ini,” ungkapnya.

Anis Matta berharap organisasi massa (ormas) seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) bisa berperan untuk memberikan solusi bagi pemikiran dunia, yang sedang menghadapi krisis global dan krisis ideologi.

“Konflik global berlarut saat ini, bisa mengubah peta ideologi dunia. Indonesia bisa menjadi pembeda dengan negara lainnya, karena disini tidak hanya demokrasi, keadilan dan kesejahteraan yang bisa menyatu. Tetapi juga bisa memberikan pemikiran keagamaannya dan mengintegrasikannya ke dalam sistem kenegaraan secara terus menerus. Disinilah peran kedua ormas ini,” katanya.

   Potensi 5 Besar Dunia

Sementara itu, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan berpendapat bahwa yang lebih menarik untuk dibedah adalah ide Partai Gelora yang ingin menjadikan Indonesia sebagai lima besar dunia.

“Kalau lima besar itu, berarti diatas Jerman, Inggris dan Prancis, apakah itu mungkin dalam waktu 5-10 tahun, karena Gross Domestic Product (GDP) Indonesia baru 1.000-an triliun USD, sementara Jerman sudah 4.000, itu nomor 4 dunia. Kalau mau jadi nomor 5, maka GDP-nya harus diatas 4.000-an,” kata Dahlan.

Artinya, dalam kurun waktu 10 tahun harus ada proyeksi pertumbuhan 400 persen. Sebab, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini tidak target, tapi tumbuh secara natural hingga mencapai 5 persen saat ini.

“Disitulah saya agak pesimis, kita ini natural begitu saja. Artinya, kita jalani saja setiap tahunnya tumbuh natural, apalagi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cenderung menurun,” ujarnya.

Dahlan memprediksi GDP Indonesia akan naik setiap tahunnya, tetapi untuk mencapai lima besar dunia masih jauh dari harapan. Diperlukan skenario besar untuk mentargetkan agar pendapatan perkapita Indonesia antara US$ 10-12 ribu, paling tidak.

“Harus ada desain besar agar target tercapai dari kurun waktu 30 tahun misalnya. Tapi kalau hanya mengadalkan pertumbuhan natural seperti sekarang ini, maka target capaian 5 besar dunia nggak bisa dilaksankan,” pungkas Dahlan. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE