JAKARTA (Waspada): Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI menilai bahwa aturan terkait Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) belum disosialisasikan secara baik. Masih banyak masyarakat yang belum paham dan mendapat informasi yang kurang akurat.
Karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa seluruh segmen masyarakat memahami Tapera ini dengan baik.
Berkaitan dengan Tapera, F PAN menyebutkan ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan:
Pertama, peserta Tapera adalah mereka yang berpenghasilan sama dengan atau lebih besar dari upah minimum. Ini dinilai berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Sebab, banyak juga anggota masyarakat yang gajinya jauh dari upah minimum. Sementara, mereka juga adalah rakyat yang membutuhkan perumahan.
“FPAN mendesak pemerintah untuk mencari solusi terkait masalah ini. Kebijakan apa pun yang ditetapkan pemerintah, sudah semestinya adil dan bermanfaat bagi semua,” Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, Rabu (29/5/2024), di Jakarta.
Kedua, ada waktu paling lama 7 tahun untuk mendaftar jadi peserta, terhitung sejak aturannya ditetapkan. Selama masa itu, pemerintah didesak untuk melakukan kajian komprehensif agar kegiatan ini tidak menimbulkan gejolak sosial.
“Dari pengamatan saya, sejauh ini masih banyak hiruk pikuk dan kebisingan terkait program ini. Meskipun Presiden mengatakan bahwa ini sangat baik untuk jangka panjang, namun saat ini masih saja ada kicauan yang bernada negatif. Terutama di media-media sosial,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumut II ini.
Ketiga, para pekerja banyak yang mungkin menolak program Tapera ini, untuk itu FPAN mendesak pemerintah melakukan dialog dengan. Jika mereka (pekerja) tetap menolak, pemerintah diminta untuk tidak memaksakan. Harus dicari solusi terbaik.
“Niatnya kan untuk kebaikan para pekerja dan masyarakat kelas bawah. Karena itu, mereka harus didengar. Kalau ada yang perlu ditampung, pemerintah harus berlapang dada untuk mempertimbangkannya”, tukas mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah.
Keempat, Tapera dinilai menambah beban tambahan bagi para pekerja, sebab para pekerja sendiri sudah banyak kewajiban lain yang harus dipenuhi, termasuk kewajiban untuk menjadi peserta jaminan sosial berupa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pembayaran kedua jaminan sosial ini pun tetap diambil dari gaji pekerja.
“Artinya, gaji yang sudah sedikit, akan bertambah sedikit lagi. Yang jadi kewajiban pengusaha/pemberi kerja 0,5 persen. Sementara, 2,5 persen menjadi kewajiban pekerja”, tandas Saleh Partaonan Daulay. (J05)