JAKARTA (Waspada.id): Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso ingatkan pentingnya sinkronisasi antara RUU Perubahan Kedua atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurutnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus memiliki kedudukan hukum yang jelas dalam proses pro justicia, mulai dari pemberkasan di kepolisian, pemeriksaan di kejaksaan, hingga persidangan.
“Kalau undang-undang yang satu dengan yang lain bertolak belakang, nanti tidak nyambung. Karena itu, posisi LPSK dalam KUHAP perlu diperjelas agar harmonis,” ujar Sugiat dalam rapat dengan Kepala LPSK terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU No. 13 Tahun 2006, di Gedung Nusantara II DPR R, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Sugiat juga menyoroti usulan perluasan cakupan perlindungan bagi semua korban tindak pidana, termasuk kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. Ia mengingatkan bahwa perluasan ini harus diikuti dengan penguatan sumber daya manusia, organisasi, dan anggaran LPSK agar pelaksanaan perlindungan serta pemulihan korban berjalan optimal.
Dalam rapat tersebut, Sugiat memberi catatan terhadap beberapa hal teknis antara lain, perluasan hak saksi dan korban, seperti jaminan pekerjaan dan ketenagakerjaan, agar tidak tumpang tindih dengan UU Ketenagakerjaan, perlindungan dari ancaman digital, yang dinilai lebih tepat diatur dalam UU ITE atau UU Siber, bukan dalam UU LPSK, wacana dana abadi korban yang perlu kajian mendalam terkait besaran dan mekanismenya agar tidak membebani keuangan negara, kerja sama internasional, yang perlu memperhatikan kewenangan lembaga lain, seperti kepolisian melalui Interpol.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumut III ini berharap pembahasan revisi UU LPSK dilakukan secara mendetail, pasal demi pasal bersama LPSK, agar tidak menimbulkan kendala teknis saat diimplementasikan.
“Jangan sampai kita menyusun undang-undang yang akhirnya sulit dijalankan. Revisi ini harus benar-benar memperkuat peran LPSK dalam melindungi saksi dan korban,” pungkasnya.
Untuk diketahui Komisi XIII DPR RI melakukan rapat dengar pendapat dengan Kepala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai langkah penting dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU No. 13 Tahun 2006, yang digadang-gadang akan menjadi “aturan baru” yang lebih kuat.
Ketua Komisi III DPR RI, Willy Aditya, menyebut pertemuan ini sebagai belanja masalah untuk pengayaan materi. Ia menekankan bahwa RUU ini adalah inisiatif DPR yang akan dibahas mendalam bersama LPSK.(id10)