JAKARTA (Waspada): Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Kebudayaan Tri Rismaharini mengatakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Partai Tahun 2021 tidak hanya membicarakan tentang politik praktis, seperti persiapan dan pemenangan Pemilu 2024. Risma mengatakan Rakernas juga membahas politik jangka panjang bagaimana PDIP berbuat untuk Indonesia Raya.
“Kami memang harus mengambil hati rakyat. Kemudian konsep-konsep pembangunan apa yang harus kami bisa jelaskan kepada masyarakat supaya visinya sama dengan tujuan. Bukan sekadar kami menang, tetapi bagaimana meraih masa depan yang lebih baik,” kata Risma di sela-sela Rakernas PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2022).
Menteri Sosial RI itu pun mencontohkan bagaimana dirinya sebagai kader PDIP mencoba mengentaskan masalah kelaparan. Risma tengah fokus menggencarkan program menanam padi dan buah-buahan.
“Masih proses semua, tetapi ada yang sudah bisa dirasakan di beberapa tempat,” kata Risma.
Risma juga menyampaikan penyelesaian masalah kesulitan mengakses air di Asmat, Papua. Sebelumnya, masyarakat Asmat hanya bergantung pada hujan untuk mendapatkan air. Namun, saat ini masyarakat Asmat telah difasilitasi alat salinasi untuk menyuling air laut menjadi tawar.
“Saya percaya dengan membesarkan wong cilik, maka negara ini akan maju,” ujar Risma.
Dia juga menyampaikan pengalamannya mengentaskan kemiskinan ketika menjadi wali kota Surabaya. Saat itu, angka kemiskinan di Surabaya mencapai 32 persen. Dia memperjuangkan wong cilik itu hingga saat ini buah kerjanya berhasil.
“Saya kemarin lihat survei dari BPS mengatakan bahwa tidak kurang dari 4 persen. Memang kenapa? Kalau kita kemudian tangani dengan benar, itu suatu kekuatan. Kami tidak perlu kemudian menjadi besar, tetapi bahwa yang paling penting adalah bagaimana bisa memenuhi kebutuhan kita sehari-sehari saja itu sudah dasar,” terang Risma.
Selain itu, kata Risma, dalam menyosong kemenangan di Pemilu 2024, bukan hanya mengurusi politik kekuasaan, tetapi bagaimana turun ke bawah untuk bersama masyarakat.
Dia bermencerita bagaimana pengalamannya saat menjadi wali kota Surabaya. Saat di mana angka kemiskinan mencapai 32 persen dan kini sudah mencapai 4 persen.
“Kalau kita kemudian tangani dengan benar, itu suatu kekuatan. Kita tidak perlu kemudian menjadi besar tetapi bahwa yang paling penting adalah bagaimana bisa memenuhi kebutuhan kita sehari-hari saja. Itu sudah dasar,” ungkap Risma.
Menurut dia, bagaimana wong cilik tersebut bisa bertahan (survive) dengan terbutuhi sandang dan pangannya. Sebagai contoh, bagaimana kampung-kampung di Surabaya bisa mandiri dan berdikari.
Misalnya ada kampung nastar, lontong, jahit dan pakaian. Di mana setiap kampung tersebut membuat satu jenis usaha tersebut.
“Kemudian kita penduduk besar juga, punya peluang, punya potensi untuk bisa dikembangkan oleh wong cilik. Ada yang datang ke tempat saya bilang, ‘bu saya tidak bisa jahit. Oke kita kamu training jahit dan ternyata dia sekarang sudah ekspor. Pegawai dia sudah 200,” ucapnya.
“Jadi karena itu kenapa kita memang mencoba bagaimana keluarga miskin, keluarga wong cilik ini bisa berdaya. Itu sebetulnya yang utama, caranya adalah bagaimana menekan pengeluaran dan kemudian meningkatkan pendapatan,” imbuh Risma.
Menurutnya, jika ini akhirnya dijalankan secara serius, maka membuat ekonomi mereka jauh lebih baik.
“Akhirnya dia bisa bayar pajak negara, kemudian bisa beli-beli lebih, bisa rekreasi, dan sebagainya,” kata Risma. (irw)