JAKARTA (Waspada): Wakil Ketua Komisi IV DPR RI yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) Penyerapan Gabah dan Jagung, Alex Indra Lukman mengungkapkan, Indonesia dan Tiongkok, sama-sama mengalami masalah serius dalam penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.
Negara Tiongkok dengan faktor topografi dan iklim, hanya memiliki area yang cocok untuk bercocok tanam sekitar 10 persen dari total luas daratan . Selain itu, lanjutnya, Tiongkok mengatasi persoalan ketahanan pangan dengan mengembangkan konsep pertanian vertikal disertai pemanfaatan kemajuan teknologi informasi (smart farming).
Sedangkan di Indonesia, periode 2013-2019, lahan sawah menyusut seluas 300.000 hektar (BPS, 2023). Untuk Indonesia, urai Alex, salah satu contohnya, petani di Sumatera Barat menemukan inovasi yang dinamakan Sawah Pokok Murah (SPM). Inovasi SPM ini fokus pada upaya menekan pengeluaran petani.
“Inovasi SPM ini, telah terbukti memberikan hasil produksi menyamai sistem bercocok tanam yang membutuhkan biaya pemeliharaan. Sayangnya, inovasi petani di Sumbar ini belum didukung pemerintah dengan riset mendalam yang dibiayai negara, sebagaimana dilakukan Tiongkok dengan CAAS-nya,” terang Alex dalam pernyataan tertulisnya, yang diterima di Jakarta, Jumat, (23/5/2025), sekaitan kunjungan kerja Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto bersama 15 anggota ke China Academy of Agricultural Sciences (CAAS) di Kota Beijing.
Kunjungan ke Gedung Smart Vertical Farming yang dikelola CAAS itu, bertujuan untuk mempelajari teknologi pertanian vertikal cerdas yang mereka kembangkan sebagai bagian dari strategi pertanian modern di kawasan perkotaan.
Dikesempatan itu, delegasi Komisi IV DPR RI mendapatkan penjelasan mendalam mengenai sistem otomasi, pemanfaatan teknologi IoT (Internet of Things) dan AI (Artificial Intelegence) dalam pengelolaan tanaman serta efisiensi penggunaan lahan dan air dalam sistem Pertanian Vertikal ini.
Belajar dari pengalaman CAAS ini, Alex menilai, Presiden Prabowo Subianto dengan latar belakang militernya, tentu paham dengan ungkapan profetik Presiden pertama Indonesia, Sukarno; “pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa,” yang disampaikan pada peletakan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, di Bogor, tanggal 27 April 1952.
“Ungkapan ini menekankan betapa pentingnya pangan bagi keberlangsungan dan kemajuan sebuah bangsa. Pangan yang cukup dan terjamin merupakan kunci untuk pembangunan bangsa yang sehat, kuat dan mandiri sebagaimana inti dari Asta Cita Presiden Prabowo,” tegas Alex.
Karenanya, Alex menyarankan, berbagai lembaga riset yang membidangi sektor pertanian baik bentukan pemerintah maupun di perguruan tinggi, melakukan riset yang mampu berkontribusi dalam percepatan peningkatan kualitas hidup petani yang mendominasi 270,20 juta penduduk Indonesia (Data Sensus Penduduk 2020).
“Petani Sumatera Barat dengan metode SPM-nya, adalah salah satu inovasi yang perlu didukung riset mendalam. Jika negara tidak kunjung hadir di tengah petani, maka kalimat profetik Bung Karno, pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa, penting kita renungkan kembali,” tegas Ketua PDI Perjuangan Sumbar itu.
Selain itu, terang Alex, Bung Karno di masa pemerintahannya, membuat program pembangunan nasional semesta berencana yang berbasiskan penelitian.
“Komisi IV DPR RI saat ini tengah membahas revisi UU Pangan, dimana Panjanya diketuai langsung oleh Ketua Komisi IV, Ibu Titiek Suharto. Kita mendorong agar salah satu pasalnya nanti, adanya keberlanjutan riset dalam mendukung ketahanan pangan,” tutupnya. (rel/J05)
23/05/25 19.08 – +62 812-1222-4948 memperbarui timer pesan. Pesan baru akan hilang dari chat ini 90 hari setelah