Pagi itu, langit Sigli berwarna biru muda. Embun masih enggan pergi dari dedaunan. Cahaya matahari menetes perlahan di halaman Polres Pidie, menghangatkan tanah yang mulai ramai oleh langkah-langkah tegap para Bhayangkara.
Jumat, 10 Oktober 2025, menjadi saksi saat tubuh-tubuh kokoh itu bergerak dalam irama yang sama — bukan dalam barisan tugas, melainkan dalam harmoni olahraga.
Selepas apel pagi yang khidmat, hiruk langkah berubah menjadi nada yang ringan. Jalan santai mengitari Mapolres menjadi pembuka kisah hari itu. Seragam olahraga yang sederhana menanggalkan sekat pangkat, menyisakan satu warna: kebersamaan. Di wajah-wajah itu, terbit senyum jernih, seolah beban tugas yang berat ikut larut dalam udara pagi yang sejuk.
“Olahraga ini bukan sekadar gerak tubuh,” ucap AKP Immarsal, S.E., Kabag SDM Polres Pidie, dengan nada teduh. “Ia adalah cara kami merawat semangat, menjaga raga, dan mempererat jiwa.”
Usai melangkah santai, lapangan voli menjadi panggung kegembiraan. Bola melayang di udara, seperti menari di antara sorak tawa. Servis, smash, dan blok bersahutan — bukan dalam tekanan kompetisi, melainkan dalam tarian persahabatan. Sorakan menggema, tawa pecah, dan semangat berbaur menjadi satu lagu pagi yang cerah.
Di tengah deru napas yang teratur, ada ketulusan yang tumbuh pelan-pelan. Para personel tak lagi sekadar rekan kerja. Mereka adalah keluarga dalam seragam, yang saling menopang dalam senyap dan riuh. Olahraga menjadi jembatan yang menyatukan hati yang mungkin letih oleh rutinitas.
“Fisik yang kuat adalah pondasi, tapi semangat yang solid adalah jiwa dari setiap pengabdian,” sambung Immarsal.
Matahari kian tinggi, peluh menetes seperti hujan kecil di tubuh-tubuh yang baru saja menuntaskan pertandingan. Namun di balik lelah itu, ada bahagia yang sederhana — bahagia karena bergerak bersama, tertawa bersama, dan menjadi satu dalam semangat yang sama.
Olahraga pagi di Polres Pidie bukanlah sekadar agenda rutin. Ia adalah jeda dari hiruk tugas, ruang untuk bernapas, dan tempat bagi semangat kebersamaan tumbuh mekar seperti matahari yang perlahan naik di ufuk timur.
Di bawah langit Sigli yang biru, para Bhayangkara belajar satu hal: bahwa kekuatan bukan hanya ada pada tangan yang menggenggam, tetapi juga pada langkah-langkah yang seirama.
Muhammad Riza
