Scroll Untuk Membaca

Olahraga

Utamasia Youth Competition 2025 Contoh Ideal Festival Sepakbola Grassroot

Utamasia Youth Competition 2025 Contoh Ideal Festival Sepakbola Grassroot
Kecil Besar
14px

PENDIRI Utamasia, Donny Fernando Siregar (kanan) pose bersama Direktur Teknik Asprov PSSI Sumut Ridwan Saragih (2 kanan) dan Ketua Ketua Panitia Utamasia Youth Competition 2025 Gusti Lubis. Waspada/Ist

MEDAN (Waspada): Utamasia Youth Competition 2025 yang digelar di Lapangan Cadika Medan Johor pada 14, 15, 21 dan 22 Juni, hadir sebagai ajang percontohan bagi para Event Organizer (EO) maupun pelaku sepakbola akar rumput (grassroot) yang ingin menggelar kompetisi sesuai standar internasional.

Ajang ini mengusung konsep festival sepakbola yang mengikuti regulasi FIFA dan pendekatan kepelatihan modern. Mulai dari ukuran lapangan dan bola, sistem perwasitan, hingga format festival yang menghibur baik pemain, orang tua, maupun penonton, semua dirancang secara matang.

Tak hanya sepakbola, kompetisi ini juga dimeriahkan dengan panggung seni, lomba menyanyi, tari (tanpa uang pendaftaran, red), serta belasan tenda kuliner yang tersedia gratis selama kegiatan berlangsung. Lalu, seperti apa sebenarnya filosofi di balik gelaran ini?

“Konsep awalnya sederhana, kami ingin mengisi waktu libur sekolah anak-anak. Karena itu, peserta tidak dibatasi hanya dari SSB atau akademi sepakbola. Kami berharap ada juga partisipasi dari sekolah dasar bahkan komunitas pengajian. Intinya, kami ingin menjadi wadah bagi semua komunitas sepakbola anak-anak untuk berkumpul dan bertanding,” ujar Gusti Lubis, Ketua Panitia Utamasia Youth Competition 2025 dalam sebuah talkshow di sela-sela pertandingan.

Menurut Gusti, konsep festival ini membuka peluang lebih luas bagi tim dari luar kota untuk ikut serta. “Ada Coach Horas dari Doloksanggul yang membawa timnya ke Medan. Anak-anaknya bermain bola, orang tua bisa bersantai menikmati pertunjukan musik dan kuliner. Ini yang kami maksud dengan kolaborasi: semua pihak bisa menikmati momen bersama di lapangan bola,” tambahnya.

Gusti menegaskan bahwa Utamasia Youth Competition bukanlah kegiatan satu kali. Ia berkomitmen untuk terus berada di Utamasia dan membangun sepakbola Sumut dari akar rumput.

“Ke depan, kami akan melanjutkan Liga dan Copa Utamasia untuk kelompok usia 8-15 tahun. Kami juga sedang merancang festival serupa di liburan akhir semester ganjil bulan Desember, dengan target peserta mencapai 96 tim dan mungkin digelar di dua lokasi sekaligus,” lanjutnya.

Gusti juga berharap ajang ini bisa menjadi inspirasi bagi penggiat sepakbola lainnya. “Kalau dibilang sebagai warisan mungkin terdengar berlebihan, tapi saya ingin ini menjadi contoh. Karena sepakbola usia dini tidak semata-mata tentang menang kalah. Sesuai filosofi Filanesia, usia 6-9 itu fase bermain-belajar, dan usia 9-13 belajar-bermain. Jadi bermain tetap jadi inti, dan itulah yang kami bangun di sini,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Teknik Asprov PSSI Sumut, Ridwan Saragih, juga mengapresiasi ajang ini. “Kami dari Asprov sangat menghargai inisiatif ini. Kegiatan seperti ini sejalan dengan program pengembangan sepakbola usia dini kami,” kata Ridwan.

Ia juga menekankan pentingnya menit bermain dan edukasi bagi anak-anak ketimbang sekadar mengejar kemenangan. “Melalui ajang ini, kita memberi pengalaman kepada anak-anak, sekaligus mengedukasi pelatih dan orang tua soal sepakbola modern. Ini pondasi penting untuk kemajuan Sumut,” jelasnya.

Ridwan juga memaparkan arah kebijakan pelatih berdasarkan lisensi untuk mendukung pengembangan ini. “Untuk pelatih usia 6-9 tahun minimal lisensi D, usia 10-15 lisensi C, dan usia 15 ke atas lisensi B. Dengan begitu, anak-anak bisa mendapatkan ilmu sepakbola sesuai perkembangan zaman, bukan hanya berdasar pengalaman masa lalu,” tambahnya.

Dari Halaman Rumah ke Kompetisi Besar

Utamasia sendiri lahir dari halaman rumah Donny Fernando Siregar pada tahun 2020, saat pandemi melanda. Berawal dari latihan bersama anaknya di halaman seluas 15×15 meter, aktivitas itu menarik minat orang tua lain dan anak-anak pun mulai berdatangan.

“Waktu itu kami sering latihan di halaman rumah. Lama-lama ada 19 anak yang ikut, sementara halamannya kecil. Akhirnya kami cari lapangan yang lebih layak,” cerita Donny, pendiri Utamasia.

Nama “Utamasia” pun tercipta dari gabungan nama Jalan Utama, tempat mereka sering nongkrong (TST), dan inspirasi dari akademi La Masia milik Barcelona.

Donny juga mengenang masa awal dengan penuh tawa. “Rumput rumah dari tebal sampai tandus, semua hilang. Latihan tetap jalan meski hujan. Bahkan istri saya ikut bantu mandikan anak-anak dengan air hangat setelah latihan. Semua gratis, belum ada iuran apa-apa,” kisahnya sambil tertawa.

Kini, Utamasia terus berkembang. Mereka rutin menggelar kompetisi kelompok usia U-8, U-10, dan U-12 di lapangan Boca Junior. Untuk kelompok usia U-13 dan U-15, kompetisi digelar di Lapangan Cadika dan PPLP Sumut, dengan dukungan penuh dari Gusti Lubis sebagai investor.

“Desember nanti kami juga akan kembali menggelar event seperti ini, dan sebelum itu ada Copa Utamasia. Kami akan terus menjaga konsistensi untuk menciptakan ekosistem sepakbola anak yang sehat,” tutup Donny. (m18)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Olahraga

MEDAN (Waspada): Benny Tomasoa alias Bento terus digadang-gadang untuk dapat menakhodai Asprov PSSI Sumut. Sejauh ini, Asprov PSSI Sumut yang dipimpin Arya Sinulingga sebagai Plt belum menentukan jadwal pelaksanaan KLB…

Olahraga

KISARAN (Waspada): Kabupaten Asahan menjadi tuan rumah pertandingan Grup A Liga 4 Asprov PSSI Sumut tahun 2025. Pertandingan Grup A akan berlangsung di Stadion Mutiara Kisaran, Kabupaten Asahan. Exco Askab…