Oleh Iskandar Zulkarnain
Pilkada 2024 di Sumut dalam perspektif komunikasi menunjukkan dinamika kompleks antara petahana dan menantu presiden. Netralitas penyelenggara Pemilu dan ASN jadi tantangan untuk mencegah konflik. Peluang pemenang masih terbuka lebar di antara kedua calon…
Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) 2024 di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara (Sumut), menjadi sorotan penting dalam konteks politik dan komunikasi. Dalam pemilihan ini, terdapat pertarungan head to head antara petahana yang saat ini menjabat dan menantu presiden, yang tentunya akan menarik perhatian publik dan media. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dinamika komunikasi dalam Pilgub Sumut, termasuk netralitas penyelenggara Pemilu, potensi konflik, peluang pemenang, serta kondisi demokrasi yang berkembang di Sumut dan Indonesia secara keseluruhan.
Mantan Pangkostrad Vs Menantu Presiden
Pertarungan antara petahana dan menantu presiden menciptakan ketegangan di kalangan pemilih. Petahana, dengan pengalaman dan jaringan politik yang telah terbangun (mantan Pangkostrad), menghadapi tantangan berat dari menantu presiden yang memiliki dukungan politik yang kuat. Dalam konteks komunikasi, strategi kampanye yang digunakan oleh kedua kandidat akan sangat mempengaruhi persepsi publik.
Petahana cenderung menekankan prestasi selama masa jabatannya, sementara menantu presiden mungkin mengedepankan narasi perubahan dan pembaruan. Untuk melihat keseruan pertarungan ini, penulis mereview dan menganalisis beberapa hasil survei yang dilakukan oleh beberapa Lembaga survei terkenal di Indonesia.
Dari survei yang dilakukan oleh lembaga survei terkemuka di Indonesia mengenai Pilkada 2024 di Sumatera Utara, khususnya terkait dengan popularitas calon dan dinamika politik yang terjadi. Dalam analisis ini, saya akan menyebutkan lembaga survei yang relevan dan memberikan referensi yang dapat diakses untuk pemahaman lebih lanjut.
Pertama, Lembaga Survei Indonesia (LSI). LSI melakukan survei mengenai popularitas calon gubernur di Sumatera Utara menjelang Pilkada 2024 (Survei pada tanggal 7 Juli sampai 17 Juli 2024). Hasil survei menunjukkan pada simulasi Top Of Mind, M. Bobby Afif Nasution paling banyak disebut 34.2%, kemudian Edy Rahmayadi 15.1%. Belum menentukan pilihan 34.7 %. Survei, menunjukkan bahwa ada potensi perubahan dukungan menjelang hari pemungutan suara. LSI menekankan pentingnya komunikasi yang efektif dari kedua calon untuk meraih dukungan dari pemilih yang masih ragu (lihat LSI Website).
Kedua, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). SMRC juga melakukan survei terhadap Pilgub Sumut 2024 dan menemukan bahwa masyarakat Sumut sangat memperhatikan isu-isu lokal, seperti pembangunan infrastruktur dan kesehatan. Menurut survei SMRC, calon petahana memiliki keunggulan dalam hal persepsi publik tentang kinerja, namun menantu presiden dilihat memiliki daya tarik yang kuat terutama di kalangan pemilih muda yang menginginkan perubahan. SMRC menunjukkan bahwa kedua calon perlu mengatasi isu-isu yang menjadi perhatian utama pemilih agar dapat meraih suara maksimal (Lihat SMRC Website).
Ketiga, Indikator Politik Indonesia. Indikator Politik Indonesia mengemukakan bahwa sentimen terhadap calon gubernur di Sumut sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi. Hasil survei mereka menunjukkan bahwa 60% responden menginginkan calon gubernur yang dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat, dan mereka cenderung memilih calon dengan program yang jelas dan terukur. Indikator juga mencatat bahwa netralitas penyelenggara Pemilu menjadi perhatian bagi pemilih, yang dapat memengaruhi kepercayaan mereka terhadap hasil Pemilu (Lihat Indikator Website).
Keempat, Charta Politika. Charta Politika melakukan survei yang fokus pada efek media sosial dalam kampanye Pilgub Sumut 2024. Hasil survei menunjukkan bahwa penggunaan media sosial oleh kedua calon sangat mempengaruhi persepsi pemilih, terutama di kalangan generasi muda. Charta Politika mencatat bahwa calon yang lebih aktif dan kreatif dalam menggunakan platform digital memiliki peluang lebih besar untuk menarik perhatian pemilih. Mereka juga menemukan bahwa 45% responden menganggap informasi yang diterima dari media sosial sangat berpengaruh dalam keputusan memilih (Lihat Charta Politika Website).
Kesimpulan dari Hasil survei LSI, SMRC, Indikator Politik, dan Charta Politika menunjukkan bahwa Pilgub Sumut 2024 akan melibatkan dinamika yang kompleks antara petahana dan menantu presiden. Popularitas, isu lokal, penggunaan media sosial, dan netralitas penyelenggara Pemilu menjadi faktor penting yang mempengaruhi hasil Pemilu.
Pemilih yang masih undecided menunjukkan bahwa ada peluang bagi kedua calon untuk meraih dukungan lebih banyak dengan strategi komunikasi yang tepat. Dengan mengacu pada data dan analisis dari lembaga survei ini, diharapkan pemahaman tentang proses Pilkada 2024 di Sumut dapat lebih mendalam.
Netralitas Penyelenggara & ASN
Netralitas penyelenggara Pemilu seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sangat krusial dalam menjaga integritas Pemilu.
Begitu juga dengan aparatur sipil negara (ASN) yang diharapkan tidak terlibat dalam politik praktis. Namun, sejarah menunjukkan bahwa pelanggaran netralitas sering terjadi. Oleh karena itu, komunikasi yang transparan dan akuntabilitas dari penyelenggara Pemilu menjadi kunci dalam menciptakan kepercayaan publik.
Potensi Konflik
Ketegangan antara kedua kandidat dapat memicu potensi konflik, terutama jika salah satu pihak merasa dirugikan. Media sosial dapat menjadi arena di mana konflik ini berkembang, mengingat tingginya penggunaan platform tersebut oleh masyarakat.
Stigma negatif dan hoaks dapat dengan mudah menyebar jika tidak ada pengawasan yang ketat. Karena itu, penting bagi penyelenggara Pemilu untuk memperkuat komunikasi dan memberikan edukasi kepada pemilih mengenai fakta-fakta yang akurat.
Peluang Pemenang
Melihat data dan analisis situasi saat ini, peluang pemenang di Pilgub Sumut masih terbuka lebar. Petahana yang memiliki pengalaman dan dukungan jaringan politik yang solid berpeluang untuk menang, tetapi menantu presiden yang membawa narasi baru juga memiliki daya tarik tersendiri bagi pemilih, terutama generasi muda.Dalam konteks komunikasi, keberhasilan kampanye akan bergantung pada kemampuan masing-masing kandidat dalam meraih hati pemilih melalui pesan yang relevan dan efektif.
Kondisi demokrasi di Sumut dan Indonesia secara keseluruhan menghadapi berbagai tantangan. Meskipun terdapat kemajuan dalam hal partisipasi politik dan kebebasan berekspresi, masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan Pemilu yang adil dan transparan. Komunikasi yang efektif antara pemerintah, penyelenggara Pemilu, dan masyarakat sipil sangat penting dalam memperkuat demokrasi. Selain itu, dukungan dalam bentuk pendidikan politik kepada masyarakat agar lebih kritis terhadap informasi yang diterima juga diperlukan.
Kesimpulan
Pilkada 2024 di Sumatera Utara dalam perspektif komunikasi menunjukkan dinamika yang kompleks antara petahana dan menantu presiden. Netralitas penyelenggara Pemilu dan ASN menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi untuk mencegah konflik. Peluang pemenang masih terbuka lebar di antara kedua calon, dan kondisi demokrasi di Sumut dan Indonesia memerlukan perhatian agar tetap sehat dan berkelanjutan.
Melalui komunikasi yang efektif dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan Pemilu mendatang dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa perubahan positif. Untuk semua itu, diperlukan adanya keterbukaan informasi bagi publik, kenetralitasan media massa, dan penegakkan aturan yang konsisten oleh penyelenggara Pilkada dan Polri.
Penulis adalah Guru Besar Ilmu Komunikasi Fisip USU.