Scroll Untuk Membaca

EkonomiOpini

BPK Dan BPKP Bisa Usut Kepala Daerah Pemburu “Rente”

BPK Dan BPKP Bisa Usut Kepala Daerah Pemburu “Rente”
Kecil Besar
14px

Oleh Armin Nasution
SEBELUM masuk pada judul utama di atas, kita harus sepemahaman bahwa negara ini butuh perubahan fundamental. Masih segar diingatan kita kasus judi online yang belum tuntas sampai saat ini. Namun tindakan hukumnya tidak nyata menggulung semua yang terlibat sampai ke pejabat yang disebut menjadi backing.

Kita juga disuguhi dagelan terkait penjualan pertamax yang ternyata berisi pertalite dan merugikan negara ratusan triliun. Hingga hari ini pun kita tak tahu seperti apa proses hukummya. Begitu juga dengan kasus-kasus lain termasuk yang paling dekat dengan kita misalnya proyek pembangunan jalan di Tabagsel dan sudah sampai di persidangan. Pengungkapannya hingga persidangan pun sampai dijadikan Tempo pekan lalu sebagai bahasan utama. Karena tidak membidik aktor utama.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Lalu, memang perubahan fundamental ini kita butuhkan karena baru pada periode inilah ijazah presiden dan mantan presiden diributkan secara nasional. Baru kali inilah selembar ijazah berproses sangat rumit, padahal intinya hanya menunjukkan saja kepada publik tapi kemudian berlindung dibalik aturan kerahasiaan data pribadi.

Sebegitu banyak yang mengemuka di publik tapi ditangani dengan proses lambat dan dikelola dengan penegakan hukum yang tidak tuntas. Nah begitu juga dengan statement yang diawali dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana parkir milik pemerintah daerah di perbankan yang mencapai Rp230 triliun lebih.

Dalam hitung-hitungan tulisan ini pekan lalu sudah disinggung bahwa dari setiap mendepositokan dana pembangunan pemerintah daerah di perbankan pasti ada imbal hasil berupa bunga. Jumlahnya lumayan besar. Miliaran rupiah tiap bulan dari penempatan setiap Rp1 triliun.

Sambil menyiapkan tulisan ini saya tertarik membaca tulisan yang dituliskan Rosadi Jamani seorang digital creator di beranda medsosnya. Termasuk bagaimana praktik membungakan (memburu rente) kepala daerah ini dijalankan hingga kemudian hasil bunganya tak jelas kemana.

Saya kutip saja tulisannya lebih detil agar kita lebih faham. Judul yang dia tampilkan adalah membongkar cara licik menikmati bunga bank oleh kepala daerah. Di tulisan pembuka dia mengungkit kalau kita masih percaya uang rakyat berupa dana APBD langsung loncat ke jalan berlubang, sekolah reot, perut warga miskin. Jika kita membayangkan itu maka kita baru saja sampai di negeri dongeng. Di dunia nyata, uang itu tidak langsung bekerja, tapi lebih dulu mengendap di bank di rekening kas umum daerah.

Prosedurnya suci, Kemenkeu lewat KPPN menyalurkan dana ke rekening kas umum daerah di bank yang sudah ditunjuk. Biasanya di bank pembangunan daerah. Dana dari APBN resmi jadi bagian APBD.

Dari situlah uang rakyat mulai berbunga.
Begitu bunga mulai tumbuh, setiap rupiah di rekening kas umum daerah dihitung bunganya. Secara hukum bunga itu milik kas daerah tapi di realitanya, ada kepala daerah yang menyatakan dana itu untuk optimalisasi aset. Tapi kemudian hasil bunga berpindah ke milik pribadi.

Triliunan rupiah dana DAU, DAK dan DBH parkir di bank. Di atas kertas, konon alasanya menunggu kegiatan tapi sesungguhnya itu sedang menunggu bunga. Aturan sudah jelas. Peraturan Menkeu menyatakan bunga bank hasil TKD wajid disetor ke pendapatan daerah.

Tapi pengawasan di lapangan sering tidak jalan. BPK malah banyak menemukanbunga deposito APBD yang tidak tercatat. Nilainya miliaran rupiah per daerah. Saat difollow up oleh BPK dengan pertanyaan apakah sudah disetor?

Jawabannya sudah disetor. Namun tidak tahu kemana disetorkan. Kepala daerah memang tidak mencuri uang rakyat. Tapi mereka mendiamkan di bank agar beranak. Ketika sudah menghasilkan berupa bunga konon katanya sudah disetor ke kas daerah.

Tulisan dari digital creator yang saya kutip di atas sebenarnya lebih teknis. Pada tulisan pekan lalu pun sudah diulas betapa besarnya dana hasil bunga yang diperoleh para kepala daerah dengan menempatkan uang rakyat di sistem perbankan. Sekarang muaranya akan kemana?

Ini yang jadi pertanyaan. Karena sekarang tidak ada follow up berarti dari pengungkapkan itu. Kita hanya disampaikan data di awang-awang. Menkeu sudah memunculkan data, kemudian Kemendagri juga sudah mengamini temuan tersebut tapi apakah kemudian BPK akan menyidik lebih dalam?

Seharusnya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan) turun menelisik dan menelusuri penempatan dana ini sehingga terang benderang. Saat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menampilkan data, banyak kepala daerah menampik temuan tersebut. Karena merasa tidak menempatkan dana sebanyak itu di perbankan.

Optimalisasi penerimaan kas daerah versi para kepala daerah itu sebetulnya sama dengan membungakan uang. Memburu ‘rente’ dari dana tidur yang ditempatkan. Tentu sebagai tata kelola uang negara, rakyat berhak tahu kemana hasil bunga itu disetorkan dan digunakan. Audit dan investigasi terhadap temuan itu akan membuat semua terang benderang. Karena bukan rahasia umum lagi, semua proyek dikebut pemerintah daerah di akhir tahun.

Harapannya kita bisa melihat keseriusan masing-masing pemerintah daerah dalam membangun daerahnya. Menunjukkan secara transparan dan akuntabel hasil dana tidur di perbankan digunakan kemana. Jangan seperti pengungkapan kasus-kasus yang sudah disampaikan di awal tulisan ini. Menggantung di awang-awang, atau menguap tak tentu kemana.
Karena pengungkapan dana parkir ini awalnya sangat kencang, kini kalah digantikan yang lain seperti berita Sabrina Chairunnisa dengan Deddy Corbuzier, atau Raisa dengan Hamish Daud dan Acha Septriasa dengan Vicky Kharisma.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE