Scroll Untuk Membaca

Opini

Buruknya Iklim Demokrasi

Buruknya Iklim Demokrasi
Kecil Besar
14px

Oleh Taufiq Abdul Rahim

Kepemimpinan mengubah aturan hukum dengan authoritarianism legality, kemenangan untuk menciptakan politik dinasti terhadap anak keturunannya dari kekuasaan politik dengan abused of power, sehingga dapat dipastikan kondisi iklim demokrasi berdasarkan penilaian adalah buruk

Dalam kehidupan masyarakat modern, saling menghargai serta menghormati hak azasi manusia serta kesetaraan kehidupan menjadi salah kata kunci yang sangat berharga. Sehingga kehidupan sosial tidak ditandai dengan perbedaan posisi, status serta kasta yang saling mempengaruhi antar interaksi sesama manusia yang normal, sehat dan bertanggung jawab. Karena itu, kondisi ini dapat saja berubah apabila rasa saling menghargai serta menghormati antara manusia menghilang, berkurang karena nafsu atau hasrat dalam diri pribadi manusia berkeinginan membedakan satu dengan lainnya. Demikian juga, kondisi kehidupan berbagai aspek kehidupan juga akan membedakan status sosial, kedudukan, posisi karena ingin berkuasa serta memiliki kekuasaan atas orang lainnya antar manusia yang hidup di era modern.

Konstalasi kehidupan berlaku dinamis serta berubah, ini dipicu dan dirangsang oleh latar belakang, pengetahuan, perubahan pemahaman dan keilmuan pengetahuan sains dan teknologi. Ini selaras kemampuan manusia berubah dan mengikuti tren perubahan kehidupan dipandu oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku. Yang memperlihatkan kemampuan berfikir, tigkat pendidikan serta besarnya keinginan manusia berpengetahuan berdasarkan latar belakang kehidupan serta strata yang dimiliki oleh sebahagian besar manusia yang hidup pada eranya. Di samping itu tidak semua manusia berubah serta respon terhadap perubahan, hanya saja akur serta turut serta sebagaimana kehidupan, tidak kritis demi mempertahankan status quo kehidupan aman-aman tanpa gejolak dan apa adanya. Hal ini berbeda bagi manusia berfikir berubah serta dinamis, didukung tingkat permikiran, pemahaman serta keinginan berubah sesuai dengan dinamika kehidupan yang berlaku.

Kemudian antar manusia yang berinteraksi antara satu dengan lainnya, terbentuk kehidupan sosial kemasyarakatan diantaranya. Ini berlaku sejak masa dan era klasik sampai zaman modern, kehidupan serta ketertiban sosial kemasyarakatan biasanya hadir para pemimpin, tokoh dan para penguasa mengatur kehidupan sosial secara harmonis terbentuk atas dasar pengakuan dan kesepakatan bersama. Kehadiran pemimpin ataupun tokoh, ini memiliki kelebihan secara personal, juga kharismatik. Pemimpin memiliki jiwa kepemimpinan (leaderships) sehingga mampu mengendalikan, mengatur, berpengaruh, memiliki tujuan kehidupan bersama, menertibkan kehidupan serta bertanggung jawab dalam kehidupan sosial. Maka menurut Koonzt dan O’donnel (1976) adalah, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi sekalompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya. Namun menurut Wexley dan Yulk (1977) yaitu, kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengarahkan tenaga dalam tugasnya atau mengubah tingkah laku mereka.

Selanjutnya menurut A. Dale Timpe (1987) sebagai suatu seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, hormat, dan Kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama. Akan tetapi Hersy dan Blancard (1982), leadership is a process of influencing the activities of an individual or a group in effort toward goal achievement and given situation. Sementara itu menurut Anderson (1998) yaitu, leadership means using power to influences the through and action of others in such a way that achieve high performance. Sehingga gambaran pemimpin yang ideal memberikan pengaruh pertimbangan kepentingan untuk tujuan bersama, pemimpin memiliki kewibawaan, karakter serta kecakapan dalam mengatasi persoalan, berpandangan ke depan. Maka mempunyai derajat visioner, kemampuan mendengarkan pendapat, mengorganisasi kelompok, kapabilitas menciptakan persatuan, hingga pemahaman ragam dimensi yang mewarnai kriteria pemimpin dalam sistem primus inter pares. Kompeten menghadapi permasalahan mampu menyelesaikannya, sehingga pemimpin identik dengan citra penyelesai masalah masyarakat.
Sesungguhnya kondisi berlaku sejak zaman klasik serta modern, hanya yang berlaku berbeda kondisi serta eranya, bergantung latar belakang kehidupan, kemampuan, kondisi serta derajat kehidupan dengan ilmu pengetahuan dan peradaban. Dalam sistem monarki yaitu, sistem pemerintahan yakni kepala negara adalah seorang raja atau ratu, kekuasaan diwariskan secara turun-temurun.

Kekuasaan raja dapat bervariasi dari mutlak tanpa batasan (monarki absolut) hingga dibatasi oleh konstitusi (monarki konstitusional), peran raja bersifat seremonial atau simbolis. Dalam kekuasaan monarki, sistem politik didasarkan pada kedaulatan tidak terbagi atau kekuasaan satu orang. Ini berlaku untuk negara-negara otoritas dipegang oleh raja atau ratu, yaitu seorang penguasa individu berfungsi sebagai kepala negara dan posisinya melalui keturunan. Sebagai kepala negara, raja atau ratu menjalankan tugas konstitusional dan perwakilan berkembang lebih dari seribu tahun sejarah. Menurut Plato (427SM-437SM) klasifikasi jenis pemerintahan, dengan aristokrasi yang diperintah oleh para filsuf menjadi yang paling ideal dan menyerupai negara-kota yang sempurna. Plato mengidentifikasi empat bentuk pemerintahan lainnya: timokrasi, oligarki, demokrasi, dan tirani, maka pemimpin filosof.

Kemudian berkembang kemimpinan modern dinamis dimulai dengan pemikiran menghargai kesamaan dan kesetaraan posisi dan status kemanusiaan, atau hak azasi manusia dari John Locke (1704). Ini situasi demokrasi politik pemerintahan yaitu, seorang pemimpin berlaku secara demokrasi, yaitu model kepemimpinan memegang peran krusial dinamika sebuah tim atau organisasi, salah satu gaya kepemimpinan demokratis. Kemudian pemikiran Montesquieu (1689-1755), Trias Politica adalah pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Tujuannya untuk mencegah kekuasaan absolut dan menjaga keseimbangan pemerintahan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan, sehingga pemerintahan adil dan stabil. Karena itu. pemimpin partisipasi kolektif dalam pengambilan keputusan.
Kemudian kondisi dan iklim demokrasi berdasarkan penelitian atau kajian iklim demokrasi Indonesia, yaitu menurut berbagai lembaga riset, kondisi demokrasi di Indonesia dikategorikan sebagai “cacat” atau “demokrasi yang tidak sempurna.

Kepemimpinan mengubah aturan hukum dengan authoritarianism legality, kemenangan untuk menciptakan politik dinasti terhadap anak keturunannya dari kekuasaan politik dengan abused of power, sehingga dapat dipastikan kondisi iklim demokrasi berdasarkan penilaian adalah buruk. Kemudian Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi EIU 2024 menempatkan Indonesia pada kategori “demokrasi cacat” dengan skor 6,44 kemudian menurun dari 6,53 pada 2023. Penurunan disebabkan oleh beberapa faktor, pertama proses pemilihan umum, kedua penyalahgunaan kekuasaan oleh elite politik dan melemahnya pengawasan, dan ketiga tren dinasti politik. Akhir tahun 2024 dan skornya menurun menjadi 4,5 indeks demokrasi Indonesia semakin memburuk. Hal ini berdasarkan penilaian, The Conversation merujuk pada Indeks Demokrasi 2024 EIU, platform, bahwa demokrasi Indonesia berada dalam kondisi tidak ideal, kecenderungan pengaruh dari “negara bayangan” atau elite di balik layar. Pengamatan penting yaitu, konsolidasi elite, dimana kalangan elite politik lebih sibuk mengurus ambisi mengabaikan nilai-nilai demokrasi.

Juga kelemahan hukum dan politik, transparansi rendah dalam proses legislasi, pelemahan lembaga anti-korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Indonesia 37 poin dari 100 pada Indeks Persepsi Korupsi 2024, dilaporkan oleh Transparency International. Indeks Korupsi Indonesia mencapai 28,37 poin, tahun 1995 hingga 2024, titik tertinggi sepanjang masa sebesar 40,00 poin pada tahun 2019, titik terendah sebesar 17,00 Poin pada tahun 1999 (Trading Economics. 2025) penegakan hukum dan menurunnya independensi peradilan menjadi sorotan, kekerasan terhadap jurnalis, yaitu ada kasus-kasus kekerasan yang menimpa jurnalis, yang mengikis kebebasan pers. Adanya ancaman terhadap masyarakat sipil, ruang bagi masyarakat sipil dan kritik publik semakin sempit, ini menggambarkan iklim demokrasi politik Indonesia yang memburuk. Sehingga mempengaruhi seluruh dimensi kehidupan, keburukan iklim demokrasi Indonesia otoritas kekuasaan berlebihan (abused of power). Maka terpenting pemimpin mesti kompeten, jujur, jelas ijazah pendidikannya.

Penulis adalah Dosen FE Unmuha dan Peneliti Senior PERC-Aceh

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE