Oleh: Dr. Bukhari, M.H., CM
Pilkada adalah salah satu tonggak penting dalam demokrasi lokal. Bagi Aceh, dengan keistimewaan yang dimilikinya, momen ini tidak hanya sekadar memilih pemimpin, tetapi juga menjadi cerminan bagaimana nilai-nilai Islam dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, sering kali yang terlihat justru sebaliknya. Pilkada kerap menjadi ajang saling hujat, caci maki, bahkan menyulut permusuhan.
Scroll Untuk Lanjut MembacaIKLAN
Kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah perilaku ini mencerminkan ajaran Islam? Apakah dengan memecah belah masyarakat demi mendukung calon tertentu, kita telah melakukan sebuah ikhtiar yang diridai Allah? Jawabannya jelas: tidak.
Politik Sebagai Ibadah
Islam memandang politik sebagai salah satu sarana untuk mencapai kemaslahatan umat. Dalam konteks pilkada, memilih pemimpin adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka bumi. Tugas ini bukan perkara main-main, apalagi sekadar soal menang dan kalah. Rasulullah SAW menekankan pentingnya menjaga lisan dan sikap dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini sangat relevan dengan situasi pilkada. Sebagai pendukung calon, kita sering kali tergoda untuk menjatuhkan pihak lain demi mengangkat kandidat pilihan. Padahal, apa yang kita lakukan mungkin justru mendatangkan dosa, bukan kemenangan yang penuh berkah.
Kemenangan Sudah Ditetapkan Allah
Sebagai umat beriman, kita meyakini bahwa kemenangan dan kekalahan adalah ketetapan Allah SWT. Tugas kita hanya menjalankan ikhtiar terbaik. Namun, ikhtiar itu tidak boleh keluar dari batas-batas agama dan etika. Hujatan, fitnah, dan caci maki bukanlah cara yang diridai Allah.
Pilkada adalah bagian dari takdir Allah, dan pemimpin yang terpilih kelak adalah kehendak-Nya. Maka, mengapa kita harus bermusuhan dengan saudara sendiri hanya karena perbedaan pilihan? Perbedaan adalah sesuatu yang alami, tetapi permusuhan adalah musibah yang harus dihindari.
Merajut Persaudaraan di Tengah Perbedaan
Aceh adalah tanah aulia yang diberkahi dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Namun, belakangan ini, kita sering melihat bagaimana perbedaan pilihan politik memicu perpecahan di masyarakat. Bahkan, tidak jarang hubungan keluarga dan persahabatan rusak hanya karena perbedaan dukungan.
Kita harus ingat, siapapun yang terpilih nanti, dia akan menjadi pemimpin bagi semua masyarakat Aceh, bukan hanya bagi pendukungnya. Oleh karena itu, mari jaga ukhuwah islamiyah di atas segalanya. Sebab, lebih penting untuk mempertahankan persaudaraan daripada memaksakan kehendak dan hawa nafsu.
Penulis adalah Akademisi dan Praktisi Hukum di IAIN Lhokseumawe, Advokat, dan Konsultan Hukum di LBH Qadhi Malikul Adil.