Scroll Untuk Membaca

Opini

Dari Sungai Ke Meja Makan: Ketika Limbah Tambang Mengancam Kedaulatan Pangan Lokal

Dari Sungai Ke Meja Makan: Ketika Limbah Tambang Mengancam Kedaulatan Pangan Lokal
Kecil Besar
14px

Isu pertambangan kerap dibahas dalam konteks konflik lahan dan degradasi hutan, meski pengaruhnya terhadap ekosistem perairan sama pentingnya untuk dikaji. Ancaman sesungguhnya dari aktivitas tambang, terutama di sepanjang bantaran sungai, adalah invasi senyap ke dalam sistem pangan kita. Sebuah krisis yang bermula dari organisme terkecil yaitu plankton.

Oleh: Andri Yusman Persada, S.Pd., M.Sc

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Sungai, sebagai arteri kehidupan, seharusnya menyuplai protein hewani yang sehat. Ironisnya, aktivitas pertambangan yang tidak terkontrol telah mengubah rantai makanan alami menjadi koridor transportasi bagi zat beracun. Limbah tambang melepaskan konsentrasi tinggi logam berat toksik seperti Merkuri (Hg) ke dalam badan air.

Disinilah peran ilmiah menjadi krusial. Plankton, yang menjadi dasar piramida makanan akuatik, adalah agen pertama yang mengasimilasi polutan ini melalui proses bioakumulasi. Fenomena ini merupakan alarm yang berbunyi di setiap tahap siklus kehidupan sungai hingga mencapai puncaknya di piring makan kita. Kita harus menyadari, bahwa ikan yang kita konsumsi, sumber utama protein hewani bagi banyak masyarakat lokal, berpotensi telah menjadi biomagnifikasi, mengangkut dosis toksik langsung dari sungai tercemar ke tubuh manusia.

Beberapa penelitian terkait pencemaran sungai, mengungkapkan bahwa konsentrasi merkuri meningkat seiring naiknya tingkat trofik pada rantai makanan. Ironisnya, sungai yang dulu menjadi sumber gizi kini justru membawa risiko kesehatan tersembunyi bagi masyarakat yang menggantungkan hidup pada ikan air tawar. Oleh karena itu, kedaulatan pangan lokal kita kini berada di ujung tombak krisis kesehatan lingkungan.

Pemerintah telah membentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan melalui Perpres No. 5 Tahun 2025 sebagai langkah memperkuat pengawasan terhadap tambang ilegal yang kerap mencemari aliran sungai di kawasan hutan.

Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama kementerian terkait memperketat pengawasan peredaran merkuri, khususnya yang digunakan di pertambangan emas rakyat yang mencemari ekosistem sungai. Namun upaya pemerintah tidak akan berarti tanpa dukungan masyarakat. Konservasi sungai dan biota sungai bukan sekadar urusan teknis, melainkan tanggung jawab moral kita bersama.

Setiap individu dapat berperan, mulai dari menolak membeli emas dari sumber yang tidak jelas asal-usulnya, mengurangi penggunaan produk yang mendorong eksploitasi tambang, hingga ikut mengawasi aktivitas pertambangan di wilayahnya. Komunitas lokal dapat melakukan pemantauan kualitas air sederhana, menanam vegetasi di bantaran sungai untuk mengurangi erosi, dan menghidupkan kembali tradisi kearifan lokal dalam menjaga sumber air.

Lembaga pendidikan dan media massa juga punya peran penting dalam membangun kesadaran ekologis. Kampanye publik tentang bahaya merkuri dan pentingnya menjaga rantai makanan air tawar perlu diperluas, bukan hanya agar masyarakat berhati-hati mengonsumsi ikan dari sungai tercemar, tetapi juga agar mereka memahami bahwa menjaga sungai berarti menjaga kehidupan mereka sendiri.

Sungai bukan hanya bentangan air, sungai adalah urat nadi peradaban yang menghubungkan manusia dengan alam. Ketika airnya jernih dan biotanya sehat, maka pangan kita aman, udara kita bersih, dan ekonomi lokal pun berkelanjutan.

Sudah saatnya kita memandang konservasi sungai bukan sebagai beban, melainkan sebagai investasi masa depan karena dari sungai yang sehatlah, kehidupan yang adil dan lestari bisa terus mengalir. WASPADA.id

Mahasiswa Program Studi Doktor Biologi Universitas Gadjah Mada dan Dosen Program Studi Biologi Universitas Samudra

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE