Oleh Taufiq Abdul Rahim
Dinamika demokrasi dan politik ketatanegaraan semakin menarik untuk dikaji serta dianalisa dengan pemahaman perkembangan aktivitas masyarakat modern.
Hal yang menjadi perhatian penting membawa perubahan serta perkembangan kondisi aktivitas politik dengan berbagai peristiwa penting yakni, adanya berbagai kasus berhubungan dengan kwekuasaan dan dominasi kekuasaan selama ini bertendensi otoritarianisme. Hal ini secara akademis adanya nilai etika-moral alas utama dalam aktivitas politik, ekonomi, sosial-budaya, aturan hukum dan seluruh dimensi kehidupan masyarakat yang ikut menyertainya. Karena itu, status individual politik, kelompok atau partai politik, institusi masyarakat sipil dan pemerintahan menjadi cerminan serta perfoman dari keberlangsungan demokrasi politik yang aktual dan faktual, ini beraktivitas bergerak serta dinamis.
Dalam kondisi kehidupan masyarakat modern, aktivitas berlaku dengan pemahaman dinamika kehidupan dinamis diatur serta dikelola dengan tanggung jawab, perwakilan serta mandat kepemimpinan memilik alas aturan hukum, etika-moral yang mesti dijunjung tinggi secara bermartabat. Sehingga ketentuan yang berlaku umum untuk merubah kehidupan yang lebih baik, makmur dan sejahtera bernilai keseimbangan serta keadilan yang hakiki. Maka mandat amanah kepemimpinan mesti jujur, adil, bijaksana, bertanggung jawab dan demokratis. Sehingga pemimpin yang demokratis tetap menghargai rakyat sebagai pemegang kekuasaan dan kedaulatan tertinggi dalam berpolitik terhadap kehidupan bermasyarakat serta bernegara secara institusional. Karena dalam kehidupan masyarakat modern demokrasi menjadi landasan fundamental dalam bernegara, juga terhadap azas kenegaraan secara esensial mengarahkan diperlukan peranan masyarakat terhadap penyelenggaraan negara merupakan organisasi tertingginya.
Karenanya, pemahaman demokrasi menurut Joseph A. Schumpeter (1976) adalah, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu- individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Kemudian Sidney Hook (2002) demokrasi adalah, bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Diperkuast oleh pernyataan Terry Lynn Karl (1990), demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas Tindakan-tindakan mereka diwilayah publik oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih. Makanya John L. Esposito menyatakan bahwa, demokrasi mengizinkan warga negara ikut serta, baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Sehingga jelas bahwa, demokrasi merupakan kekuasaan serta kedaulatan rakyat dalam berpolitik, ini selaras dengan aturan serta ketentuan yang berlaku dalam pengelolaannya pemerintahan yang dipimpin secara baik, benar, bertanggung jawab serta memiliki nilai etika moral.
Dengan adanya kepercayaan dan mandat yang diberikan sebagai amanah dari rakyat sebagai pemimpin yang adil, jujur, bijaksana serta menjunjung tinggi hak azasi manusia sebagai hak mendasar dari seluruh rakyat. Karenanya diperlukan kepemimpinan yang memiliki integritas dan kompetensi tinggi, menjunjung tingggi aturan hukum serta etika-moral, paham serta memiliki dasar pendidikan kehidupan kemanusian yang bijaksana serta tidak menjadi seorang pembohong, penipu serta selalu berdusta untuk membenarkan kebijakan kekuasaan politiknya. Dalam ekosistem kehidupan sosial kemasyarakatan modern, aktivitas yang dinamis ditengah tantangan serta kompetisi kehidupan yang ada kalanya sangat diprediksi, juga penuh ketidakpastian dalam konstalasi persaingan global. Maka dikehendaki pemimpin yang memiliki pengakuan dan legalitas politik yang kuat selaras dengan aturan serta ketentuan demokrasi politik yang sesungguhnya, ideal, normatif, menjunjung tingg hak azasi serta martabat manusia.
Dalam interaksi kehidupan sosial kemanusiaan modern yang menjunjung tinggi hak azasi dan demokrasi politik mengubah kehidupan masyarakat lebih baik, makmur dan sejahtera. Maka aktivitas memilih, menunjukkan serta memberikan mandat pemimpin melalui aktivitas demokrasi modern dilakukan dengan cara memilih pemimpin dipercaya, memiliki integritas serta kompetensi, juga kapabel dalam mengurus amanah kepemimpinan rakyat. Sehingga amanah kepemimpinan, sebuah kepercayaan mesti dijaga serta dijunjung tinggi. Apabila kepercayaan rakyat dirusak, maka kepemimpinan amanah tidak mudah dirusak karena abused of power politics. Karena itu, jika kepercayaan dan amanah dilanggar, dapat dipastikan kepemimpinan dipilih dari proses pemilihan demokratis dirusak dengan kesewenangan jabatannya. Hal ini sangat dilematis dalam usaha menegakkan pemimpin yang demokratis.
Dengan demikian permasalahan ini menjadi serius saat usaha untuk merusak, menurunkan derajat demokrasi dengan kekuasaan yang dimiliki secara berlebihan ini sangat memiliki nilai paradoks dalam dunia politik modern. Pemikiran Dahl (1960) menyatakan sebagai triumph of democracy. Hal ini selaras dengan Diamond (1996) dan Manor (1998) yaitu, setiap tatanan demokratis selalau terdapat paradoks antara konflik dan consensus, antara perwakilan dan governability, serta antar consent dan efektivitas. Hal ini kekuasaan yang dipegang dan disandang secara paradoks berusaha merusak aturan dan tatanan aturan hukum demokrasi politik, demi kekuasaann dinasti sang Raja Jawa. Kemudian berbagai janji politik tidak konsisten dengan yang dilaksanakan dalam bentuk kebijakan politik, menguasai seluruh aktivitas eksploitasi tambang untuk keluarga (seperti blok Medan), setoran fee success untuk sang Raja Jawa, dari semua proyek anggaran belanja negara bermuara ke raja. Termasuk identitas ijazah asli yang tidak memiliki legalitas institusi pendidikan resmi berusaha dipalsukan serta mengorban pra pengkritiknya dengan dikriminalisasi serta dipenjarakan dengan berbagai cara, juga menggunakan pencitraan melalui para buzzer rupiah serta influencer yang dibayar secara brutal membela raja.
Perihal ijazah ini juga diikuti oleh kepalsuan dari sang Permaisuri Raja serta Anak Sang Raja yang sangat diragukan terhadap pemenuhan ketentuan hukum syarat minimal ijazah pendidikannya untuk menjadi penguasa dinasti kekuasaan, yang digadang-gadang untuk menjadi Raja Penerus Dinastinya. Hal ini semua menjadi paradoks merusak serta mendegradasi sistem demokrasi politik, sehingga kepercayaan rakyat semakin berkurang, sehingga degradasi kepercayaan semakin besar, memanipulasi kekuasaan untuk menjadikan Sang Raja orang dibenci seluruh rakyatnya, kecuali orang dibayar untuk terus memujanya. Maka paradoks antara menciptakan konflik antar kelompok rakyat, merusak consensus kepentingan politik rakyat diubah, perbaikan kehidupan, berlaku ketidakadilan serta keseimbangan kehidupan ekonomi, politik, sosial-budaya, hukum dan menuduh para pengkritik sebagai pembenci dianggap makar. Juga menggunakan jargon komunis Partai Politik pernah berkuasa melakukan kudeta negara ini, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pengkritik disebut sebagai kelompok “onta”, “anti-Arab/Islam” sebutannya manusia gurun, Yaman dan lain berbau Islam. Juga pengalaman politik pernah membunuh para santri, ulama serta para aktivis organisasi Islam.
Dengan demikian, melalui rusaknya aturan hukum, melakukan korupsi dengan masif, memiskinkan rakyat agar dapat memberikan bantuan sosial dari uang anggaran belanja negara (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN), ini dilakukan melalui bantuan sosial (Bansos), praktik politik uang (money politics), pork barrel politics. Sehingga orang yang menunggu bantuan memiliki ketergantungan berharap bantuan, mengatasnamakan bantuan pribadi padahal menggunakan uang negara APBN. Karena itu demokrasi politik mengalami degradasi dengan kekuasaan sang Raja Jawa yang tidak tahu diri, tidak memiliki rasa malu, arogan, otoriter dengan melibatkan kelompoknya pendukungnya termasuk aparat hukum dimanfaatkan karena kekuasaan Sang Raja Jawa yang semakin terdegradasi kekuasaannya.
Penulis adalah Dosen FE, Dosen Pasca Sarjana Unmuha dan Peneliti Senior PERC-Aceh