Oleh: Dr. Bukhari, M.H., CM
Fajar Yang Tak Bersalah
Ketika musim Pilkada tiba, istilah serangan fajar seakan menjadi bagian dari kamus politik Indonesia. Alih-alih menjadi simbol harapan dan awal yang baru, fajar berubah menjadi waktu di mana suara rakyat diperjualbelikan. Padahal, secara harfiah, fajar tidak pernah bersalah. Ia hanyalah saksi bisu dari kerakusan sebagian calon kepala daerah yang ingin memenangkan hati rakyat dengan uang dan iming-iming materi.Scroll Untuk Lanjut MembacaIKLAN
Kerakusan Calon dan Politik Uang
Mengapa serangan fajar terjadi? Jawabannya sederhana: karena ada calon kepala daerah yang kehilangan kepercayaan pada kekuatan visi, misi, dan program kerja. Mereka lebih memilih jalan pintas, mengandalkan amplop dan sembako untuk memikat pemilih. Bagi mereka, kemenangan adalah segalanya, bahkan jika harus mengorbankan nilai-nilai demokrasi.
Namun, persoalan ini tidak hanya berhenti di calon kepala daerah. Penerima serangan fajar, yaitu rakyat itu sendiri, juga ikut andil dalam melanggengkan praktik buruk ini. Ketika uang diterima, demokrasi berubah menjadi transaksi. Pilihan yang seharusnya didasarkan pada hati nurani tergantikan oleh janji palsu dan keuntungan sesaat.
Dampak Serangan Fajar Bagi Demokrasi
Politik uang tidak hanya mencoreng integritas Pilkada, tetapi juga melahirkan pemimpin yang tidak berkualitas. Kepala daerah yang terpilih dengan cara ini cenderung lebih sibuk mengembalikan modal kampanye daripada melayani rakyat.
Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak berpihak pada kepentingan umum, tetapi pada mereka yang memiliki pengaruh dan uang.
Lebih jauh lagi, rakyat menjadi korban ganda. Uang atau sembako yang diterima hanya bersifat sementara, sedangkan dampak buruk dari kepemimpinan yang korup dirasakan dalam jangka panjang. Infrastruktur yang terbengkalai, pelayanan publik yang buruk, dan kebijakan yang tidak adil menjadi harga mahal dari pilihan yang didasarkan pada uang.
Kembalikan Hak Pilih Pada Hati Nurani
Pilkada adalah momentum penting bagi rakyat untuk menentukan arah masa depan daerah mereka. Jangan biarkan uang merampas hak istimewa ini. Pilihan harus didasarkan pada hati nurani, bukan pada amplop tebal atau bingkisan yang diberikan di dini hari.
Bagi para calon kepala daerah, ingatlah bahwa legitimasi moral jauh lebih penting daripada kemenangan sementara. Menang dengan cara yang curang hanya akan menodai nilai kepemimpinan dan menghancurkan kepercayaan rakyat.
Harapan Baru Di Bawah Fajar Yang Sejati
Fajar, yang sejatinya merupakan simbol harapan, mengajarkan kita bahwa setiap awal adalah kesempatan untuk berubah. Mari kita jadikan Pilkada kali ini sebagai awal dari demokrasi yang bersih dan bermartabat. Biarkan rakyat memilih dengan hati, dan biarkan fajar kembali pada maknanya yang sejati: harapan baru untuk masa depan yang lebih baik. Semoga.
Akademisi IAIN Lhokseumawe & Advokat