Armansyah, M.Psi/Dosen Praktisi
Generasi Z dan Milenial merupakan dua generasi yang lahir pada era digital dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik, generasi milenial mencakup sekitar 25,87% dari total penduduk, sedangkan Gen Z mencapai 27,94%. Dengan dominasi populasi ini, keterlibatan mereka dalam sistem keuangan Islam, termasuk zakat, menjadi penting. Mereka lebih terhubung dengan teknologi digital dan memiliki preferensi yang berbeda dalam berinteraksi dengan lembaga zakat. Oleh karena itu, lembaga zakat perlu memahami tantangan baru yang dihadapi dalam menghadapi Generasi Z dan Milenial, serta strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi mereka dalam membayar zakat.
Sejumlah Gen Z dan milenial yang memilih peduli dan lalu bergabung di dunia filantropi dengan daya dan kemampuan terbaiknya mempelopori daya tarik publik untuk semakin menjadi bagian gerakan kebaikan yang lebih konkret.
Apa yang mereka lakukan sudah membuahkan hasil seperti yang diungkapkan Bambang Suherman, Ketua Forum Zakat Nasional periode 2021-2024 bahwa disrupsi digital ini membuat ekosistem dunia filantropi berbeda, yakni crowndfunding platform oleh para pemain start up, crowndfunding platform adalah online marketplace yang mengajak individu, komunitas ataupun lembaga sosial untuk menggalang kepedulian masyarakat terhadap isu tertentu. Hasilnya, crowndfunding platform tumbuh luar biasa dan menyalip penghimpunan dana yang dilakukan Lembaga Pengelola Zakat.
Sayangnya, dana yang terhimpun dalam jumlah besar ini masih melalui komunitas bukan melalui lembaga zakat resmi. Hal ini menunjukkan bahwa banyak generasi muda belum mengenal fungsi lembaga zakat secara memadai. Akibatnya, mereka cenderung menyalurkan zakat secara langsung.
Generasi digital ini mengharapkan layanan yang cepat, terbuka, dan berbasis teknologi. Bila lembaga zakat tidak melakukan penyesuaian digital dan kultural, maka keterlibatan generasi muda akan terus menurun.
Oleh karena itu, penting dilakukan kajian mendalam terhadap literasi generasi milenial dan Gen Z tentang zakat. Hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar strategis dalam merancang pendekatan edukatif dan transformasi digital agar pengelolaan zakat lebih inklusif dan partisipatif.
Literasi Filantropi Islam
Amelia Fauzia mendefinisikan filantropi Islam sebagai bentuk ekspresi keagamaan yang tidak hanya bersifat individual, tetapi juga sosial-politik, yang berakar pada keyakinan akan kewajiban moral dan tanggung jawab sosial dalam Islam. Dalam konteks ini, literasi filantropi Islam menjadi kunci untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sistem filantropi yang lebih sistematis dan berdampak luas.
Literasi ini berperan penting dalam mengarahkan potensi dana sosial Islam menjadi instrumen keadilan ekonomi dan berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin.
Rendahnya literasi di kalangan generasi muda menyebabkan kecenderungan untuk menyalurkan dana secara langsung (non-institusional) atau bahkan tidak menunaikannya sama sekali karena tidak memahami kewajiban serta fungsi distribusi sosial dari zakat dan sedekah.
Studi menunjukkan bahwa banyak milenial dan Gen Z masih memiliki pemahaman yang terbatas tentang peran lembaga zakat formal. Penelitian oleh Wibisono dan Sahal (2022) menemukan bahwa 62% responden dari kalangan mahasiswa Muslim di kota besar lebih mengenal lembaga sosial berbasis komunitas atau individu daripada lembaga resmi seperti LAZ dan BAZNAS. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan literasi filantropi Islam di kalangan generasi muda.
Dalam konteks ini, strategi penguatan persepsi positif terhadap lembaga zakat di kalangan milenial dan Gen Z perlu menitikberatkan pada tiga hal: (1) peningkatan literasi zakat dan filantropi Islam melalui kampus, media sosial, dan komunitas digital; (2) transformasi digital yang serius dalam layanan dan pelaporan keuangan zakat; (3) bekerja sama dengan influencer, komunitas, dan organisasi yang relevan dengan Gen Z untuk memperluas jangkauan dan pengaruh; serta (4) penciptaan narasi dakwah filantropi yang relevan dan emosional bagi generasi muda.
Dengan pendekatan ini, lembaga zakat tidak hanya mampu meningkatkan penghimpunan zakat, tetapi juga membangun kepercayaan dan keterlibatan aktif generasi muda dalam pembangunan sosial melalui zakat. Salah satu strategi utama yang perlu dikembangkan adalah edukasi berbasis media sosial dan konten digital. Lembaga zakat perlu memanfaatkan platform seperti Instagram, Twitter, Facebook, TikTok, dan YouTube untuk menyampaikan edukasi zakat dalam bentuk video singkat, infografis, dan narasi inspiratif. Hal ini sesuai dengan studi oleh Setiawan (2023) dan Fitriani (2023) yang menunjukkan bahwa 70% responden Gen Z memperoleh informasi zakat melalui media sosial, bukan dari ceramah atau media cetak.
Mulyadi (2025) berpendapat, selain media sosial, lembaga zakat juga perlu menjalin kolaborasi strategis dengan institusi pendidikan tinggi dan komunitas kampus. Pendekatan ini bertujuan membentuk ekosistem literasi zakat di lingkungan akademik, sekaligus mencetak duta zakat dari kalangan mahasiswa. Program seperti seminar zakat, pelatihan relawan zakat, serta penelitian bersama menjadi instrumen edukatif yang efektif. Transformasi digital dalam layanan zakat juga merupakan bagian dari strategi kampanye edukatif. Lembaga zakat perlu mengoptimalkan aplikasi zakat Mobile dan integrasi QRIS dalam berbagai platform pembayaran digital seperti Gopay, OVO, dan ShopeePay. Selain memudahkan proses pembayaran, layanan ini juga dapat dikemas dengan edukasi interaktif, seperti kalkulator zakat, laporan penyaluran dana secara real-time, dan notifikasi edukatif berkala.
Bila strategi ini bertahan melalui inovasi dan evaluasi berkelanjutan, maka zakat berpeluang besar menjadi kekuatan sosial baru yang dimotori oleh generasi muda bukan saja untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan yang lebih menjanjikan. Lembaga zakat seharusnya terus berusaha dan berinovasi secara maksimal mendekati kalangan generasi milenial dan Gen Z yang punya potensi besar dalam revitalisasi zakat nasional. Melalui inovasi digital, pendekatan edukatif, dan partisipasi sosial yang inklusif, zakat dapat menjadi sarana spiritual sekaligus sosial yang digemari generasi muda.