Scroll Untuk Membaca

Opini

Jeb Kupi Ngat Bek Pungo: Ketika Petani Disuruh Sabar Oleh Pejabat Yang Gajinya Tak Pernah Telat

Jeb Kupi Ngat Bek Pungo: Ketika Petani Disuruh Sabar Oleh Pejabat Yang Gajinya Tak Pernah Telat
Kecil Besar
14px

Oleh Dr. Bukhari, M.H., CM

Sudah lima tahun lamanya bendungan Krueng Pase terbengkalai. Retaknya dinding bendungan, rusaknya saluran irigasi, dan gagalnya panen para petani bukanlah cerita baru di Aceh Utara. Namun baru-baru ini, kunjungan Komisi II DPRK Aceh Utara bersama Kadis PUPR ke lokasi bendungan seolah memberi harapan: “Harap bersabar, sedikit lagi akan selesai”.

Sabar? Kata yang mudah diucap oleh pejabat yang pendapatannya rutin, gaji masuk tiap bulan, bahkan tunjangan perjalanan ikut menetes setiap kunjungan. Tapi bagaimana dengan petani? Mereka hanya bergantung pada sawah, menunggu hujan, menanti air dari bendungan yang rusak, dan menelan pahitnya musim tanam yang gagal tahun demi tahun.

Masyarakat menyindir dalam bahasa Aceh: “Jeb kupi ngat bek pungo” minum kopi biar tak gila. Karena kalau mengandalkan janji-janji, rakyat bisa gila dibuatnya. Setiap tahun mereka diberi harapan, setiap musim tanam mereka menelan kecewa.

Sementara pihak berwenang tampaknya punya cukup waktu untuk datang, melihat, lalu pulang dan meminta rakyat bersabar dan pada tahun lalu BWS Sumatera I menyebut awal 2025 bendungan bisa di fungsikan begitulah janji.

Ini bukan sekadar soal air. Ini soal keadilan. Petani bukan objek penderita pembangunan. Mereka adalah tulang punggung ekonomi Aceh Utara. Jika bendungan itu belum selesai juga setelah lima tahun, kita harus bertanya: ada apa dengan proyek ini? Siapa yang bertanggung jawab? Dan yang paling penting: kapan selesainya?

Sudah cukup petani bersabar. Jangan jadikan kata “sabar” sebagai selimut untuk menutupi ketidakbecusan. Saatnya DPRK dan Dinas PUPR bernyali dan pemerintah pusat agar proyek ini segera dituntaskan. Jangan hanya datang untuk foto dan liputan. Rakyat butuh air, bukan janji.

Sebab di ujung sabar petani, ada tangis anak-anak yang tak bisa sekolah dan makan karena sawah gagal panen. Ada dapur yang tak berasap. Dan ada harapan yang semakin memudar. Jika negara tidak hadir untuk menyelesaikan ini, maka “jeb kupi ngat bek pungo” akan berubah jadi “bit- bit pungo” benar-benar gila.

Penulis adalah Konsultan Hukum sekaligus penasehat DPD Tani Merdeka Aceh Utara

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE