Oleh Dr. Tgk. Bukhari.M.H.CM
Di tengah tekanan hidup yang kian menyesakkan harga naik, pekerjaan melelahkan, tuntutan sosial tak ada habisnya muncul candaan pahit di tengah masyarakat: Kalau mau bebas dari semua tuntutan hidup, jadilah orang gila. Candaan itu memang mengundang tawa, namun juga membuka ruang renung tentang betapa beratnya beban hidup zaman ini.
Scroll Untuk Lanjut MembacaIKLAN
Namun Islam mengajarkan, kebebasan sejati bukan datang dari hilangnya kewajiban, melainkan dari kemampuan menjaga kewarasan dan orientasi hidup. Justru itulah yang membuat hari Jumat menjadi momentum penting: hari untuk merawat akal, menata hati, dan mengembalikan diri pada pusat ketenangan.
Jumat: Hari Merawat Akal dan Menenangkan Jiwa
Dalam Islam, akal adalah anugerah paling agung. Orang yang kehilangan akalnya terbebas dari beban syariat, namun itu bukanlah kebebasan yang diinginkan. Rasulullah SAW menegaskan, “Tidak dicatat (dosa) bagi tiga golongan: orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai dewasa, dan orang gila sampai ia sembuh. (HR. Abu Dawud)
Hadis ini sering dijadikan bahan bercanda, tetapi makna terdalamnya tak bisa ditawar: kemuliaan seorang manusia justru terletak pada akalnya. Karena dengan akal, manusia bisa memahami tujuan hidup, memilih jalan lurus, dan memikul tanggung jawab secara mulia.
Hari Jumat hadir sebagai ruang untuk memperbaiki itu. Melalui khutbah Jumat yang dalam hukum fikih menjadi wajib didengar dan diperhatikan seorang Muslim diajak untuk menata kembali pikiran yang sudah letih oleh hiruk-pikuk dunia.
Allah SWT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(QS. Al-Jumu’ah: 9)
Ayat ini bukan sekadar perintah ibadah, tetapi juga instruksi untuk berhenti sejenak dari tekanan hidup, memprioritaskan kesehatan mental dan spiritual, serta mengambil jarak dari rutinitas yang melelahkan.
Bebas dari Tuntutan Bukan Berarti Lepas dari Kewarasan
Benar bahwa banyak orang merasa berat memikul tanggung jawab hidup. Tetapi melepaskan akal demi bebas dari tuntutan” bukanlah jalan keluar. Itu sama saja seperti mematikan lampu hanya karena takut melihat realitas. Islam justru mengajarkan tathbiqul a’mal menghadapi hidup dengan bijaksana, bukan melarikan diri dari kenyataan.
Ada perbedaan besar antara bebas dan lepas.
- Bebas berarti tetap berakal, tetap bertanggung jawab, namun hati tidak diperbudak oleh keadaan.
- Lepas berarti membuang akal agar tidak lagi memikul beban.
Jumat mengajak kita memilih yang pertama.
Jumat Sebagai Hari Kembali Waras
Setiap pekan, Jumat menjadi momentum konsolidasi jiwa. Khutbahnya memulihkan pikiran, salatnya menenangkan hati, dan doanya menguatkan kembali pondasi hidup. Inilah mengapa banyak ulama menyebut hari Jumat sebagai sayyidul ayyam penghulu hari. Bukan karena ritualnya panjang, tetapi karena efeknya pada kewarasan manusia begitu besar.
Di tengah kondisi hidup yang berat, manusia memang butuh ruang untuk berhenti sebentar, bernafas, merenung, dan menata diri. Dan Jumat memberi itu semua.
Jadi, ketika tekanan hidup membuat pikiran seolah ingin menyerah, ingatlah: waras itu ibadah. Mempertahankan akal adalah bentuk syukur. Mengelola pikiran adalah bentuk jihad. Dan memanfaatkan Jumat untuk merawat diri adalah langkah menuju kebebasan yang benar bukan kebebasan karena hilang tuntutan, tetapi kebebasan karena hati kembali tenang.
Kesimpulan
Candaan tentang menjadi gila agar bebas dari tuntutan hidup seharusnya menjadi alarm. Bahwa banyak orang sedang kelelahan, kewalahan, dan membutuhkan ruang pemulihan. Islam telah memberi jalannya: melalui Jumat, kita diajak kembali merawat kewarasan, memuliakan akal, dan menemukan ketenangan yang tidak datang dari pelarian, tetapi dari kedekatan dengan Allah SWT.
Penulis Adalah konsultan hukum dan mediator PMN LBH Qadhi Malikul Adil












