Scroll Untuk Membaca

Opini

Kebijakan Moneter Sanering Dan Redominasi Uang

Kebijakan Moneter Sanering Dan Redominasi Uang
Kecil Besar
14px

Oleh Taufiq Abdul Rahim

Dalam kehidupan masyarakat dan perekonomian yang stabil, keseimbangan makroekonomi merupakan syarat utama aktivitas ekonomi empat sektor lancar, normal serta berkembang dengan baik dalam kehidupan perekonomian negara.

Sesungguhnya politik kekuasaan, dalam sistem demokrasi politik bahwa kedaulatan dan kekuasaan politik negara yang tertinggi ditangan rakyat. Sehingga kondisi ekonomi serta keseimbangan menjadi suatu aktivitas ekonomi interaksi dan transaksi makroekonomi, jika berlaku disequilibrium (ketidakseimbangan), maka diperlukan suatu kebijakan strategis. Secara moneter untuk kondisi keseimbangan, selanjutnya kondisi ekonomi berhubungan dengan krisis kepercayaan masyarakat berdampak terhadap krisis ekonomi dan moneter, maka dicari solusi terhadap berbagai kebijakan moneter yang diasumsikan mampu menciptakan keseimbangan.

Pada prinsipnya kebijakan moneter merupakan pemikiran ekonom John Maynard Keynes (1936), yaitu menyoroti peran pemerintah dalam mengatasi ketidakseimbangan ekonomi, terutama dalam mengatasi resesi atau depresi. Dalam hal ini Keynesianisme menekankan pentingnya intervensi pemerintah dalam meningkatkan pengeluaran agregat untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Sehingga dalam aktivitas ekonomi serta kondisi ketidakseimbangan, ini berlandaskan pemikiran ekonomi klasik modern menghendaki kebijakan moneter yang aktif, dengan intervensi pemerintah yang lebih besar untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi seperti pengangguran dan stagnasi ekonomi, ini disebabkan kesalahan kebijakan, baik moneter maupun fiskal berdampak kepada aktivitas makroekonomi masyarakat.

Dalam pemahaman teoritis bahwa moneter dalam arti adalah teori tentang peranan uang dalam perekonomian. Sedangkan definisi dalam arti sempit adalah teori mengenai pasar uang. Maka, teori moneter adalah teori tentang permintaan (deman for money) dan penawaran akan uang (money supply). Sehingga ilustrasinya teori moneter menyatakan, perubahan jumlah uang beredar merupakan pendorong utama kegiatan ekonomi. Ini dirumuskan bahwa, MV=PQ, dimana M=jumlah uang beredar, V=kecepatan peredaran uang, P=harga barang, dan Q=jumlah barang dan jasa. Semestinya keseimbangan ekonomi yaitu, tingkat harga umum cenderung naik lebih tinggi daripada produksi barang dan jasa, ketika perekonomian mendekati tingkat kesempatan kerja penuh. Jika berlaku kelesuan dalam perekonomian, Q akan meningkat lebih cepat daripada P berdasarkan teori moneteris.

Demikian juga, pemahaman makroekonomi dan keseimbangan pendapatan dan produktivitas ekonomi adalah, teori ini sering dinyatakan tergambar dalam bentuk persamaan MV=PY (Milton Friedman, 1956). Dimana M adalah jumlah uang beredar, V adalah kecepatan uang, dan juga PY adalah nilai nominal output atau PDB nominal (P itu sendiri merupakan indeks harga dan Y jumlah output ril). Di samping itu berlaku perdebatan teori kuantitas uang, ditunjukkan James Tobin (1961) dalam debatnya dengan Milton Friedman, teori ini disebut Teori Kuantitas Harga atau Inflasi, karena merupakan teori tentang tingkat inflasi, dan bukan tentang tingkat pertumbuhan uang. Persamaan ini dikenal sebagai persamaan kuantitas atau persamaan pertukaran, itu sendiri tidak kontroversial, memeberi gambaran perekonomian dalam keseimbangan tidak berlaku pengangguran terhadap tenaga kerja yang besar.

Kondisi perekonomian dan kerseimbangan makroekonomi nasional menghendaki kebijakan moneter terhadap usaha mengatasi pengangguran serta kemiskinan yang meluas dan besar. Menurut angka World Bank kemiskinan terbuka sebesar 167 juta penduduk Indonesia, sementara itu pengangguran sekitar 28 juta jiwa. Karena itu, jumlah uang yang beredar berhubungan erat dengan jumlah pengangguran serta angka kemiskinan yang demikian besar. Sehinga permintaan dan penawaran uang tidak seimbang. Demikian juga uang atau pendapatan hanya dikuasai sekelompok orang, maka tingkat ketergantungan ekonomi mempengaruhi keseimbangan makroekonomi dalam kondisi ketidakseimbangan secara nasional Indonesia. Hal ini didukung oleh ketidakstabilan politik, kekuasaan politik dan kebijakan ekonomi-politik sekelompok orang serta pejabat penguasa politik cenderung otoriter, memiliki daya paksa terhadap keseimbangan fiskal dan anggaran pendapatan belanja dengan pengenaan pajak, peningkatan persentase pajak memaksa rakyat pada seluruh sektor kehidupan masyarakat secara ugal-ugalan. Ini sama seperti praktik penjajah (colonial) saat menguasai Indonesia. Juga, tidak berlakunya peredaran uang meluas dan dikuasai masyarakat, disebabkan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), uang dikuasai secara masif oleh para pejabat publik yang korup.

Dalam kebijakan moneter menstabilkan uang beredar, sebagai satu usaha menstabilkan serta menciptakan keseimbangan makroekonomi, ini dilaksakan oleh pemerintah. Kebijakan ekonomi moneter adalah, dikenal “sanering” dan “redenominasi”, ini berlaku terutama dalam kebijakan moneter suatu negara, berhubungan dengan transaksi keuangan ataupun pengendalian uang beredar. Kedua istilah ini memiliki arti dan tujuan berbeda, meskipun berkaitan dengan perubahan nilai mata uang, memperkuat nilai uang. Namun, perbedaan keduanya mesti dipahami, bagi masyarakat dan pelaku ekonomi agar dipahami dampaknya terhadap perekonomian. Kebijakan moneter ditempuh oleh pemerintah untuk menciptakan keseimbangan serta keadilan makroekonomi. Kasus pertama, redenominasi umumnya terjadi di negara demokratis mengandaikan kepentingan publik bisa diawasi oleh semua orang, namun saran serta masukan dari publik sama sekali diabaikan. Sementara kasus kedua, merupakan kebijakan di negara otoriter dan sentralistik kekuasaan politik, kerap menipu rakyat dengan pembodohan dan penipuan, memaksaan rakyat berbagai pungutan pajak, membebani hidup.
Semestinya ada kebijakan yang membela rakyat dari beban berat memperbaiki kehidupannya melalui kebijakan moneter. Ini berhubungan dengan persoalan tingkat inflasi, jumlah uang beredar mempengaruhi kehidupan masyarakat. Mesti menjadi perhatian Bank Sentral (Bank Indonesia/BI), yang seharusnya independen, menjaga stabilitas pasar keuangan swasta dan memfasilitasi akumulasi modal dalam keseimbangan makroekonomi. Sistem moneter diatur agar uang lebih berperan sebagai alat ekonomi dari pada politik, sesuai dengan agenda neoliberal, memisahkan politik dari keputusan ekonomi. Namun, hubungan uang dan utang adalah proses sosial terkait erat dengan struktur kekuasaan.

Menurut Olk et al. (2023), sistem moneter yang dibentuk melalui keputusan politik dan hukum dan dapat berubah seiring waktu. Realitasnya, pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur dari keberhasilan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui peluang kerja atau inovasi teknologi. Pernyataan Mankiw (2007) adalah, guncangan pada pertumbuhan ekonomi dapat mengancam stabilitas ekonomi suatu negara karena dapat mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat.

Dengan demikian, kebijakan untuk keseimbangan makroekonomi nasional adalah, sanering suatu kebijakan moneter bertujuan untuk memotong atau mengurangi nilai nominal uang waktu tertentu, mengendalikan inflasi yang tidak terkendali. Proses pemotongan nilai mata uang agar kondisi ekonomi dapat lebih terkendali. Contoh dari sanering kebijakan negara memangkas tiga nol nilai mata uangnya agar masyarakat mudah melakukan transaksi dan mengurangi efek dari inflasi. Misalnya, negara memiliki uang kertas nilai nominal 1.000, maka setelah sanering, nilai tersebut menjadi 1. Awalnya uang 10.000 berkurang nilainya menjadi 10. Dampak dari sanering, masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan nilai ini, biasanya cukup berdampak pada daya beli dan harga barang.

Kemudian, redenominasi, kebijakan pengurangan jumlah digit atau nominal mata uang tanpa mengurangi nilai ril, menyederhana nilai uang agar lebih efisien dan mudah digunakan. Juga jumlah digit uang kertas berkurang, nilai ril uang tetap sama, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Negara menerapkan redenominasi dengan memangkas tiga nol dari mata uangnya, uang senilai 1.000 akan berubah menjadi 1, namun daya beli uang tetap sama, dengan barang yang tadinya seharga 1.000 akan tetap setara dengan harga 1 setelah redenominasi. Ini efektif ditengah makroekonomi Indonesia tidak stabil uang banyak disimpan penguasa korup, mengubah ekonomi rakyat secara nasional.

Penulis adalah Dosen FE Unmuha dan Peneliti Senior PERC-Aceh

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE