Scroll Untuk Membaca

Opini

Lentikan Jari Seorang Ibu Memimpin UINSU Medan (Anniversary Tahun Pertama) 

Lentikan Jari Seorang Ibu Memimpin UINSU Medan (Anniversary Tahun Pertama) 
Kecil Besar
14px

Oleh Jufri Naldo 

Tepat pada tanggal 09 Mei 2024 lalu, maka satu tahun sudah Prof. Nurhayati memimpin Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan. Satu tahun dalam memimpin lembaga pendidikan Islam terbesar di Provinsi Sumatera Utara bukan sesuatu yang ringan, apalagi tongkat estafet kepemimpinan yang dilanjutkan Prof. Nurhayati secara tidak langsung adalah melanjutkan berbagai program yang belum berjalan atau direalisasikan oleh pemimpin sebelumnya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Lentikan Jari Seorang Ibu Memimpin UINSU Medan (Anniversary Tahun Pertama) 

IKLAN

Merujuk kepada filsafat Socarates, seorang filsuf Yunani kuno, menjadi seorang pemimpin di sebuah institusi ataupun lembaga bukanlah hal yang mudah, karena menyangkut banyak hal, mulai dari pencapaian visi-misi organisasi, pengembangan karir hingga pada urusan kesejahteraan pegawai–otomatis menjadi urusan dan tanggung jawab seorang pimpinan. Itulah sebabnya mengapa para pemimpin harus dibekali dengan kompetensi managerial, teknis, dan sosio-kultural agar memiliki kemampuan yang handal dalam kepemimpinan. 

Seorang pemimpin tidak hanya karena diberikan selembar Surat Keputusan (SK) sebagai alat otoritas untuk berkuasa atau memerintah, tetapi lebih jauh dari itu yakni pemimpin menjelma sebagai sosok panutan dan sebagai agen of changes dalam tubuh organisasi. Dalam ungkapan Nelson Mandela, keteladanan merupakan salah satu bentuk yang berperan penting dalam menunjang kesuksesan seorang pemimpin dalam mengembangkan organisasi yang dipimpinnya. 
 
Keteladanan Fondasi Awal Memimpin

Keteladanan seorang pemimpin sesunggahnya merupakan energi positif yang menjadi strong point dalam manajemen kepemimpinan. Keteladanan merupakan keseluruhan perilaku pemimpin yang dapat dilihat, dikenali, dan ditiru oleh para anggota dalam sebuah organisasi. Keteladanan bukan hanya sekadar perkataan kosong atau janji-janji manis tetapi bukti dari perilaku yang ditunjukkan setiap hari oleh seorang pemimpin. 

Merujuk kepada Bung Hatta, terdapat beberapa bentuk keteladanan yang dapat dilihat, dikenali dan ditirukan kepada masyarakat banyak; diantara adalah perilaku kedisiplinan, kerja sama, bersikap adil, jujur dan bijaksana. Seorang pemimpin harus mampu memberi keteladanan dalam memotivasi pegawai, melakukan pendelegasian dan memberikan kepercayaan kepada anggota, tidak berpihak atau berat sebelah, mampu melakukan komunikasi yang baik dengan anggota, tidak mengambil hak yang bukan untuk dirinya, dan lain sebagainya.

Keteladanan harus merupakan legacy yang dapat diwariskan dan ditularkan kepada semua anggota organisasi sehingga dengan sendirinya akan terbangun sebuah etos kerja yang baik dalam organisasi. Sebagaimana ungkapan Sri Sultan Hamengkubowono VIII, yang mengatakan bahwa “Keteladanan jauh lebih bermanfaat dari pada teguran yang tajam”. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah karena perilaku teladan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang bersifat subyektif maupun obyektif yang selalu berkecamuk dalam diri pribadi setiap orang, namun tidaklah berarti bahwa kita harus pasrah dan membiarkannya berlalu dan mengalir seperti air. Keteladanan harus selalu dilatih dan dibiasakan sehingga menjadi karakter diri. Oleh karenanya, jangan pernah berhenti untuk selalu menjadi panutan dalam hal-hal yang positif.
 
Memimpin Dengan Lentikan Jari

Tampaknya inilah yang dipraktikkan oleh Prof. Nurhayati. Sebagai Rektor masa bakti 2023-2007, Nurhayati dengan jiwa ke-ibuannya telah banyak berbuat, menyelesaikan, dan mengubah UINSU Medan yang selama ini sempat mendapat stigma buruk dari masyarakat luas. Dalam satu tahun kepemimpinannya, masalah-masalah yang terkait dengan hukum, administrasi kampus, dan lain sebagainya diselesaikan dengan sikap yang sangat bijak dan penuh dengan keteladanan. Sekalipun di awal-awal masa satu tahun kepemimpinan, Nurhayati sering benar berhadapan dengan berbagai riak-riak fitnah dan beragam isu yang tidak menyenangkan.

Akan tetapi inilah seni seorang ibu dalam memimpin, senyum optimis dan dekapan hangat adalah senjata utama untuk meluluhkan segala persoalan–yang dalam kaca mata banyak orang tidak mungkin masalah tersebut bisa terselesaikan. Namun jiwa seorang ibu yang penuh dengan kelembutan bisa menuntaskannya. Jiwa ke-ibuan Prof. Nurhayati yang penuh optimis ini tergores indah dalam sebuah lagu yang didendangkan oleh Iwan Fals “Ribuan kilo jalan yang kau tempuh…Lewati rintang untuk aku anakmu… Ibuku sayang masih terus berjalan… Walau tapak kaki, penuh darah, penuh nanah”.  

Dengan mengusung visi Smart Islamic University dalam memimpin UINSU Medan, Prof. Nurhayati bertekad kuat untuk membawa kampus Islam negeri ini bisa bersaing dengan kampus-kampus yang sudah terlebih dahulu dibicarakan oleh masyarakat dunia. Smart yang ada didalam visi tersebut bisa bermakna bahwa fondasi awal yang mesti dimiliki oleh UINSU Medan– sebelum menjadi kampus kelas dunia–adalah tersedianya sumber daya manusia yang beradab, cerdas dan handal, tidak rabun teknologi informasi, dan tidak gagap dengan segala perubahan-perubahan yang silih berganti terus terjadi pada kehidupan manusia.

Dalam dunia akademis misalnya, hari ini muncul fenomena kecerdasan buatan, atau yang lebih dikenal dengan Artificial Intelligence (AI) dalam kehidupan masyarakat modern. Masyarakat dimanjakan oleh AI, dimana dalam menuntut ilmu seseorang tidak mesti harus belajar kepada seorang guru dan bahkan tidak harus duduk di kelas. Otomatis hal ini meniscayakan UINSU Medan mendapatkan tantangan baru dalam proses merealisasikan kata “Smart“ dalam lingkungan kampus dan masyarakat. AI telah memberi kemudahan kepada manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dengan bantuan mesin. Bahkan sesuatu yang selama ini dianggap rumit dan tabu dalam dunia ilmiah bisa dipecahkan oleh satu unit komputer yang berada didalam rumah. Jika sudah seperti ini realitas yang terjadi pada masyarakat dunia apa lagi yang bisa diperbuat oleh lembaga-lembaga pendidikan, dalam hal ini UINSU Medan? Perlu dipahami, bahwa AI memang bisa menghidangkan dan memberikan apa saja yang diinginkan oleh manusia terkait kebutuhan ilmu pengetahuan. Namun ada satu wilayah yang tidak bisa disentuh oleh AI, yakni ranah fislafat, nilai, dan akhlak. Disinilah peran “Smart” yang diusung oleh UINSU Medan agar masyarakat dunia secara umum tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki adab, nilai, dan akhlak.

Lentikan jari Prof. Nurhayati terus berlanjut dalam memimpin UINSU Medan. Kelembutan hatinya tegores indah dalam ungkapan yang beliau baitkan setelah menyadur Min Washaya Al Ulama li Thalabatil Ilmi “lmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”.
 
Penulis Adalah Dosen UINSU Medan

 

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE