Scroll Untuk Membaca

Opini

Makan Bergizi Gratis: Antara Pahala Sosial dan Dosa Kolektif Pengelola yang Lalai

Makan Bergizi Gratis: Antara Pahala Sosial dan Dosa Kolektif Pengelola yang Lalai
Kecil Besar
14px

Oleh Dr. Bukhari, M.H., C.M.

Program yang seharusnya menjadi sumber pahala sosial berubah menjadi ladang dosa kolektif karena lalai menjaga amanah publik.

Pemberian makan bergizi gratis merupakan langkah baik yang dilakukan oleh pemerintah. Niatnya sangat mulia, yaitu memastikan anak-anak bangsa tumbuh sehat, cerdas, dan tidak belajar dalam keadaan lapar. Program ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam menunaikan amanah konstitusi dan semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun di lapangan, niat baik itu sering kali tak seindah kenyataan. Masyarakat menemukan makanan yang basi, lauk berbau, dan menu yang jauh dari standar gizi. Beberapa laporan yang terlihat di media menyebutkan bahwa pengadaan makan bergizi diserahkan kepada pihak ketiga yang bekerja tidak profesional dan minim pengawasan. Akibatnya, program yang seharusnya menjadi sumber pahala sosial berubah menjadi ladang dosa kolektif karena lalai menjaga amanah publik.

Dalam perspektif Islam, memberi makan orang yang lapar adalah amal saleh yang sangat besar pahalanya. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang memberi makan kepada orang lain. (HR. Ahmad). Akan tetapi, jika niat baik itu dilaksanakan secara sembrono, tanpa tanggung jawab, bahkan berujung pada kemudaratan bagi penerima manfaat, maka niat baik tersebut kehilangan nilai ibadahnya. Islam menuntut agar setiap amanah dijalankan dengan jujur dan penuh tanggung jawab. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.

Dalam hukum Islam, pelaksanaan program sosial seperti makan gratis termasuk dalam akad amanah dan ijarah, yaitu hubungan kerja yang diikat oleh kepercayaan dan tanggung jawab. Pihak penyedia yang lalai telah melanggar prinsip amanah, menimbulkan unsur gharar (ketidakjelasan), dan mengabaikan prinsip maslahah (kemaslahatan umum). Bila makanan yang disalurkan tidak layak konsumsi, maka secara syar’i hal itu termasuk pelanggaran terhadap tujuan syariat (maqasid syariah), khususnya hifz al-nafs (menjaga jiwa) dan hifz al-mal (menjaga harta publik). Memberi makanan basi berarti menjerumuskan manusia pada kebinasaan, sesuatu yang secara tegas dilarang dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.”(QS. Al-Baqarah: 195).

Dari sisi hukum positif, penyedia yang lalai dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahkan Pasal 360 KUHP jika terbukti menimbulkan kerugian kesehatan. Dalam hukum Islam, mereka tergolong orang yang berkhianat terhadap amanah, dan setiap pengkhianatan terhadap hak publik adalah dosa besar. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak beriman seseorang yang tidak dapat dipercaya, dan tidak beragama orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi).

Program makan bergizi gratis akan benar-benar bermakna jika dijalankan dengan keikhlasan, integritas, dan pengawasan yang kuat. Pemerintah harus memastikan rantai distribusi berjalan transparan, dan penyedia makanan wajib memahami bahwa setiap butir nasi yang basi adalah amanah yang dikhianati.

Pahala sosial lahir dari keikhlasan dalam menjaga hak orang lain, sedangkan dosa sosial muncul ketika amanah publik disia-siakan. Karena itu, jika makan bergizi gratis dikerjakan dengan niat baik tetapi dijalankan dengan kelalaian, maka yang tersisa bukanlah pahala sosial, melainkan dosa kolektif yang akan ditanggung bersama.

Penulis adalah Konsultan Hukum LBH Qadhi Malikul Adil.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE