Scroll Untuk Membaca

Opini

Memahami Makna Reformasi Bagi Bangsa Indonesia

Oleh: Dr Muzwar Irawan, SH, MH

Memahami Makna Reformasi Bagi Bangsa Indonesia
dasar negara Indonesia harus didasarkan pada peradaban bangsa Indonesia sendiri, bukan meniru negara lain, karena cita-cita bangsa Indonesia itu bukan omong kosong, tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri
Kecil Besar
14px

dasar negara Indonesia harus didasarkan pada peradaban bangsa Indonesia sendiri, bukan meniru negara lain, karena cita-cita bangsa Indonesia itu bukan omong kosong, tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri

Mengingat Kembali peristiwa runtuhnya pemerintahan orde baru yang terjadi pada tahun 1998, seakan menjadi titik balik bagi bangkitnya era Reformasi di Indonesia. Saat itu, para mahasiswa dan rakyat Indonesia bergabung menjadi satu melakukan protes akibat ketidakpuasan dengan pemerintahan orde baru, yang dianggap gagal meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia akibat krisis moneter.

Selain itu, maraknya peristiwa penyimpangan dan penyelewengan pelaksanaan kehidupan, baik di bidang ketatanegaraan, di bidang perundang-undangan dan hukum berakibat tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) sudah dianggap menjadi kebudayaan serta merupakan sesuatu hal biasa-biasa saja.

Ragam tragedi pernah terjadi akibat demonstrasi tersebut mulai pengrusakan terhadap toko-toko usaha milik warga, sampai kepada penghancuran fasilitas umum marak terjadi, dan yang paling tragis adalah peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang sampai saat ini belum terselesaikan.

Perlu kita pahami, bahwa reformasi itu dilakukan bertujuan untuk menumbuh kembangkan rasa kepercayaan diri kita sebagai rakyat Indonesia dalam melakukan perubahan sekaligus mewujudkan penghapusan serta menghilangkan kebiasaan cara-cara hidup menyimpang serta penyelewengan kekuasaan yang sewenang-wenang atau otoriter, sampai kepada krisis multidimensi, krisis politik, krisis sosial, krisis hukum, krisis ekonomi, yang pernah dilakukan pada massa pemerintah orde baru dahulu tidak terulang kembali.

Harapan Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan para Founding Father kita dapat terwujud selanjutnya gunakan Pancasila sebagai falsafah dasar negara.

Mengutip pernyataan Muhammad Yamin yang merupakan salah satu tokoh nasional dalam memberikan gagasan terhadap pembentukan dasar negara, dalam pidatonya pernah menyampaikan di sidang pertama BPUPKI pada 29 mei 1945 melalui buku Muhammad Yamin sang Pelopor Sumpah Pemuda karangan Ismail Kusmayadi, dkk, bahwa dasar negara Indonesia harus didasarkan pada peradaban bangsa Indonesia sendiri, bukan meniru negara lain, karena cita-cita bangsa Indonesia itu bukan omong kosong, tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri.

Bahwa selanjutnya di Indonesia pernah menerapkan 4 sistem demokrasi, yaitu, Demokrasi Parlementer (1950-1959) disebut sebagai demokrasi liberal, karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal, yang merupakan masa Ketika pemerintah Indonesia menggunakan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Artinya, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen bukan kepada Presiden.

Kemudian, Demokrasi Terpimpin (1959-1965), merupakan demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945. Sementara itu, Soekarno menjelaskan bahwa demokrasi terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan, tanpa adanya anarki liberalism, tanpa otokrasi diktator. Sedangkan yang dimaksud dari demokrasi kekeluargaan adalah demokrasi yang mendasar pada sistem pemerintahan kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan terpusat di tangan seorang sepuh atau tetua.

Lalu, Demokrasi Pancasila Orde Baru (1966-1998). Pada masa ini, Pancasila dipertahankan sebagai ideologi dan dasar negara, dengan harapan dapat melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam setiap aspek. Hanya saja dalam praktiknya cenderung otoriter dengan kontrol yang ketat terhadap kehidupan politik dan sosial.

Kemudian, Demokrasi Reformasi (1998-sekarang). Harapan era pada reformasi agar sistem pemerintahan dapat berjalan demokratis, termasuk kebebasan berpolitik, pemilihan umum yang lebih terbuka dan kebebasan berpendapat.

Terkhusus pada era Reformasi saat ini, yang diharapkan dapat berjalan secara sempurna, tetapi pada faktanya masih banyak agenda reformasi yang melenceng dari spirit perlawanan terhadap orde baru, salah satu contohnya seperti supremasi hukum yang semula diharapkan bersih, adil dan setara bagi siapa pun belum terpenuhi.

Di sisi lain praktik KKN masih merajalela dari semua level dari elit sampai pegawai rendahan. Tercatat sepanjang tahun 2024 kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani 93 perkara dengan 100 tersangka, dan dari 93 perkara, baru 50 perkara yang telah dieksekusi oleh KPK.

Skor indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia masih stagnan diangka 34 pada tahun 2014 dan 2023, peringkat Indonesia merosot lima Tingkat dari 110 menjadi 115 dari total 180 negara, berdasarkan data Corruption perception index (CPI) dikutip dari https://ti.or.id/indeks-persepsi-korupsi-2023.

Belum lagi fenomena praktik kolusi dan Nepotisme yang berlangsung gamblang didepan mata. Kemudian perihal Amandemen konstitusi pemberian otonomi sebagaimana semula diatur dalam UU No 22 tahun 1999 kemudian diganti dengan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah belum tampak membawa perbaikan yang berarti bagi Masyarakat di daerah.

Desentralisasi kekuasaan eksekutif Kembali mengemuka akibat dengan adanya Undang Undang Omnibus Law sehingga semula hak, kewenangan dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri diberikan kepada daerah kemudian dipersempit kewenangannya Kembali ke pemerintah pusat, salah satunya dari segi tata ruang berupa perizinan sektoral di bidang perdagangan dan Perindustrian.

Masalah lainnya adalah penebalan kewenangan aktor non negara (swasta) yaitu tenaga ahli atau profesi yang digunakan untuk mengatasi berbagai masalah di daerah. Maka dari itu, apakah Indonesia dengan reformasinya masih bisa berjalan beriringan atau malah sebaliknya. Mari lakukan kontrol sosial jangan sampai terjadi yang Namanya “flawed democracy !!!. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Universitas Sari Mutiara

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE