Oleh Mhd. Isnen Harahap
Desa sering kali terabaikan dalam mimpi menuju kemakmuran Indonesia, baik itu secara pendanaan, regulasi dan sistem yang dibangun oleh pemerintah.
Desa belum sepenuhnya dijadikan subjek pembangunan, masih terus di jadikan objek, padahal potensi yang ada di desa sangat besar, terutama potensi sumber daya alam.
Mari sejenak kita membayangkan desa sebagai sumber kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, di desa ada hamparan sawah, tumbuh suburnya sayur mayur, berkembang biaknya peternakan, besarnya hasil tangkapan laut, tingginya hasil komoditas pertanian dan perkebunan dan lain sebagainya, maka dari itu keharusan membangun desa untuk kemakmuran adalah hal yang wajib dilakukan.
Konsep memajukan desa selama ini masih seputar desa dikembangkan dalam rangka penguatan wilayah yang dapat menyangga atau menyokong kehidupan di suatu daerah yang lebih maju atau kota serta menyediakan hasil pertanian dan kebutuhan bahan baku lain untuk masyarakat dan kehidupan diperkotaan (hinterland).
Konsep ini tidak efektif apabila terus dijalankan, karena seolah desa hanya dianggap sebagai kesatuan wilayah hukum dan sebagai bagian kecil pembangunan Negara, padahal desa memiliki sumber daya alam dan karakteristik wilayah dalam bidang sosial dan budaya yang beragam.
Pengambil kebijakan hari ini masih berfikir membangun desa secara terpusat, melalui program pemerintah pusat dan diteruskan ke seluruh desa serta cendrung seragam, padahal pengelolaan pembangunan desa yang dijalankan secara terpusat kadang tidak sesuai dengan kebutuhan desa dan penguatan kelembagaan desa.
Lahirnya Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 secara teks telah merubah posisi desa bukan lagi sebagai objek, tetapi harus sebagai subjek pembangunan.
Dalam undang-undang tersebut, desa harus dijadikan subjek sekaligus fondasi yang mana desa memegang peran strategis, desa diberikan wewenang dalam menyelenggarakan berbagai urusan serta desa diberikan support dalam membiayai pembangunan masing-masing.
Undang-undang ini mengandung spirit menjadikan desa sebagai entitas yang memiliki otonomi, kemandirian, lokalitas dan partisipasi serta menempatkan desa sebagai subjek pembangunan.
Tujuannya adalah menjadikan desa sebagai basis penghidupan dan kehidupan masyarakat secara berkelanjutan dan menjadikan desa sebagai wadah yang dekat dengan masyarakat, serta menjadikan desa sebagai entitas yang mandiri.
Desa memiliki entitas masyarakat yang berbeda dengan masyarakat perkotaan atau bahkan antar desa, sumber daya sosial masyarakat desa sangat begitu kuat, masyarakat di desa memiliki ikatan sosial yang tinggi, sehingga kebersamaan dan gotong royong merupakan hal yang masih lazim terlaksana di desa.
Sumber daya sosial ini apabila dikelola dan terarah dengan baik akan menghasilkan kemakmuran bagi desa itu sendiri.
Prinsip kebersamaan dan gotong royong yang ada di desa justru sebenarnya sejalan dengan tujuan lahirnya undang-undang desa, yakni kebersamaan dan partisipasi dalam pembangunan desa, seluruh elemen masyarakat harus berperan dan terlibat aktif dalam proses pembangunan desa, dimulai dari analisa data, perencanaan, aplikasi, pelaporan dan pengawasan.
Namun dalam praktiknya, bentuk kebersamaan dan partisipasi ini sering berbanding terbalik dengan sumber daya sosial masyarakat desa, hal ini mungkin terjadi karena masyarakat dianggap tidak cakap dan kurang pengetahuan dalam hal merumuskan pembangunan.
Hal inilah yang harus terus di dorong dan disampaikan kepada pemerintah dari pusat sampai pemerintah desa, bahwa harus ada penekanan dalam pelibatan seluruh unsur masyarakat dalam proses pembangunan demi kualitas pembangunan itu sendiri.
Hal yang sia-sia apabila dengan lahirnya undang-undang desa serta pendanaan yang dikucurkan begitu besar apabila tidak bisa menjadikan desa maju dan mandiri demi menuju Indonesia makmur.
Potensi-potensi desa harus terus berkembang seiring dengan dana desa yang diterima, masyarakat sejahtera serta kawasan desa juga bisa berubah untuk menunjang pendapatan, seperti pemusatan kawasan pertanian, perkebunan, potensi kelautan, pariwisata, peternakan, usaha mikro kecil menengah dan kawasan-kawasan lainnya.
Desa merupakan bagian-bagian kecil wilayah hukum dalam struktur Indonesia yang berisi kepingan-kepingan surga, didesa ada potensi ekonomi yang begitu besar dan akan mendorong Indonesia menjadi makmur apabila dikelola dengan baik.
Mengelola potensi desa secara baik dan profesional serta taat aturan akan menjadikan desa sebagai pondasi kemakmuran Indonesia, tentu harapan ini harus terus di gaungkan dan digemakan, bahkan bukan tanpa alasan, saat ini kita semakin bertambah optimis ini akan menjadi nyata melalui Asta Cita Keenam Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Bapak Gibran Rakabuming Raka, yakni Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan yang tindak lanjutnya adalah pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang sudah di luncurkan pada 21 Juli 2025 yang lalu.
Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2025 tentang percepatan pembentukan koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dalam diktum kedua disebutkan jenis dan peluang unit usaha koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih meliputi kantor koperasi, pengadaan sembako, simpan pinjam, klinik desa/kelurahan, apotek desa/kelurahan, cold storage/pergudangan dan logistik desa/kelurahan.
Koperasi Desa/Kelurahan merah putih dalam operasinya tentu akan sangat bermanfaat dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian desa, bayangkan saja apabila unit usaha tersebut berjalan dampaknya akan sangat luar biasa, serapan tenaga kerja, harga-harga hasil pertanian, kelautan, peternakan, UMKM dan lain sebagainya akan naik, uang akan berputar di desa/kelurahan, daya beli meningkat serta ekonomi akan tumbuh dan ini adalah indikator kemajuan dan kemandirian desa dan kelurahan.
Koperasi Desa/Kelurahan merah putih juga sangat berperan dalam menyukseskan salah satu program hasil terbaik cepat yakni Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program ini selain harus di dukung permodalan yang jelas tentu juga harus di dukung oleh pasokan bahan pangan, seperti beras, daging, ikan, telur, susu, minyak goreng, sayuran, buah-buahan serta bahan pangan lainnya.
Seluruh bahan pangan ini bisa di peroleh dari Koperasi Desa/Kelurahan merah putih sebagai pemasoknya, selain dampak pembangunan sumber daya manusia yang tidak kalah penting dari program ini adalah pembangunan ekonomi pedesaan/kelurahan, penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan yang selama ini terus menghantui Indonesia.
Perputaran kegiatan ini apabila dikelola dan di awasi dengan baik serta pelibatan seluruh unsur masyarakat desa, tentu akan sangat bisa memajukan desa demi kemakmuran Indonesia.
Penulis adalah Fungsionaris Pengurus Besar HMI Periode 2024-2026













