Opini

Optimalisasi Aset Recovery: Wajah Baru Pemberantasan Korupsi Kejaksaan RI

Optimalisasi Aset Recovery: Wajah Baru Pemberantasan Korupsi Kejaksaan RI
Kecil Besar
14px

Oleh: Yos A. Tarigan, SH, MH, M.Ikom

Hingga penghujung Desember 2025, paradigma pemberantasan korupsi di Indonesia telah mengalami pergeseran tektonik. Kita tidak lagi sekadar berpijak pada keberhasilan menjebloskan koruptor ke balik jeruji besi (body snatching), tetapi telah beralih secara progresif pada pengembalian kerugian keuangan negara melalui jalur pemulihan aset (asset recovery). Inilah yang menjadi “Wajah Baru” Kejaksaan RI di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Sebagai institusi penegak hukum, Kejaksaan menyadari bahwa efektivitas pemberantasan korupsi diukur dari seberapa besar kekayaan negara yang berhasil diselamatkan untuk pembangunan rakyat. Di tengah tantangan ekonomi global tahun 2025, pemulihan aset bukan sekadar instrumen hukum, melainkan instrumen fiskal strategis bagi negara.

Paradigma Progresif

Langkah Kejaksaan dalam mengoptimalkan pemulihan aset saat ini didorong oleh penerapan doktrin hukum yang lebih modern. Kita tidak lagi hanya terpaku pada penerapan pasal-pasal konvensional dalam UU Tipikor. Kejaksaan telah secara masif mengintegrasikan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan optimalisasi kewenangan perdata untuk mengejar aset koruptor hingga ke luar negeri atau yang disamarkan dalam bentuk aset digital/kripto—fenomena yang kian marak di tahun 2025 ini.

Optimalisasi ini semakin diperkuat dengan terbentuknya Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan RI. Kehadiran badan ini mengubah wajah penegakan hukum menjadi lebih administratif-profesional. Pemulihan aset dilakukan secara terpadu sejak tahap penyelidikan, bukan lagi sekadar “urusan belakang” setelah putusan hakim inkrah.

Pisau Analisis Akademik

Dari perspektif akademis, yang saat ini tengah penulis dalami di jenjang Doktoral Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), langkah Kejaksaan ini sejalan dengan teori utilitarianisme hukum. Hukum harus memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya. Menghukum orang tanpa menarik kembali hasil kejahatannya hanya akan melahirkan ketimpangan hukum.

Secara teoritis, pendekatan Follow the Money yang diterapkan Kejaksaan saat ini adalah bentuk implementasi nyata dari konsep “Economic Analysis of Law”. Kita ingin memastikan bahwa biaya sosial akibat korupsi (social cost of corruption) dapat dimitigasi dengan pengembalian aset yang maksimal.

Tantangan dan Harapan di Akhir 2025

Memasuki akhir tahun 2025, tantangan pemulihan aset semakin kompleks. Modus operandi korupsi sudah sangat canggih, memanfaatkan celah teknologi dan lintas yurisdiksi. Namun, komitmen Kejaksaan, termasuk kami di level daerah seperti Kejaksaan Negeri Mandailing Natal, tetap tegak lurus: Korupsi harus dibuat tidak menguntungkan (Crime does not pay).

Di Mandailing Natal, kami terus berupaya menginternalisasi semangat ini. Pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti pada seremoni penahanan, tapi harus berlanjut pada penelusuran aset yang disembunyikan.

Harapannya, aset yang dipulihkan dapat dikelola atau dikembalikan kepada daerah untuk kepentingan masyarakat luas, misalnya melalui skema Penetapan Status Penggunaan (PSP) atau hibah aset hasil rampasan.

Sebagai penutup, “Wajah Baru” Kejaksaan ini bukan sekadar polesan citra. Ini adalah komitmen mendalam untuk menghadirkan keadilan yang memulihkan (restorative justice) dalam konteks keuangan negara. Pemulihan aset adalah jalan panjang menuju Indonesia Emas, di mana hukum hadir bukan hanya untuk menghukum, tetapi untuk menyejahterakan.

Penulis adalah Plt. Kajari Mandailing Natal /Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum FH Universitas Sumatera Utara

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE