Scroll Untuk Membaca

Opini

Pancasila Dan Solusi Dua Negara

Pancasila Dan Solusi Dua Negara
Kecil Besar
14px

Oleh Dr Aulia Akbar, ST, MDP (Adv)

Konsep awal Pancasila lahir dan berkembang dengan semangat anti kolonialisme, anti imperialisme dan anti penjajahan. Inilah yang diperjuangkan Soekarno yang diwujudkan dalam berbagai langkah diplomasi kelas dunia. Soekarno sadar, bahwa bangsa kita berhutang budi pada Palestina…

Publik terhenyak ketika Presiden RI Prabowo Subianto memberikan keterangan pers setelah pertemuan bilateral dengan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Jakarta, 28 Mei 2025 yang lalu. Dalam pernyataannya, Prabowo menyampaikan bahwa Indonesia mendorong solusi dua negara (two-state solution) serta menyampaikan bahwa Indonesia membuka peluang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel apabila mereka mengakui kemerdekaan Palestina.

Pernyataan ini seketika menimbulkan pro dan kontra di ruang publik. Sebagian menyatakan dukungannya karena memandang solusi dua negara sebagai alternatif yang paling memungkinkan untuk menghentikan genosida yang terus dilakukan Israel terhadap Palestina selama beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, sebagian besar publik menyayangkan pernyataan ini karena terkesan terburu-buru dan seolah menafikan sikap konsisten yang ditunjukkan Indonesia selama ini terhadap penjajahan Palestina oleh Israel.

Sejak era Presiden Soekarno sampai dengan Joko Widodo, Indonesia konsisten terus menyuarakan kemerdekaan Palestina, bahkan aktif mendukung Palestina di berbagai forum internasional. Hal ini sejalan dengan semangat perjuangan para pahlawan bangsa yang berjuang jiwa dan raga untuk memerdekakan bangsa ini dari penjajahan bangsa lain. Semangat ini pula yang mengilhami para pendiri bangsa meletakkan narasi merdeka dari penjajahan pada alinea pertama pembukaan UUD 1945, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Rencana pengakuan terhadap eksistensi Israel ini tentunya tidak sejalan dengan semangat anti penjajahan sebagaimana tercantum dalam konstitusi kita. Lebih jauh lagi, mengindikasikan seolah Pemerintah tidak memahami secara utuh akar masalah yang terjadi di Palestina. Padahal sudah banyak pakar dan akademisi yang mengingatkan, bahwa yang terjadi di Palestina bukanlah konflik antar dua negara, melainkan penjajahan dan genosida yang dilakukan secara terang-terangan. Mengakui kedaulatan Israel merupakan langkah mundur dalam perjuangan untuk memerdekakan Palestina dari penjajahan di era modern, sekaligus mengingkari fakta bahwa sudah 77 tahun wilayah Palestina dijajah dan diduduki oleh Israel.

Solusi dua negara yang disampaikan oleh Prabowo pun sebenarnya bukan hal baru karena sudah berulang kali dibahas di berbagai forum bahkan pernah dituangkan dalam naskah perjanjian Oslo I dan II. Terhadap solusi ini, kita patut bertanya secara kritis. Apakah solusi dua negara ini akan betul-betul ampuh untuk mengatasi persoalan disana? Apakah pihak yang menandatangani perjanjian betul-betul komit melaksanakan setiap poin kesepakatan? Apakah pihak yang melanggar kesepakatan diberikan sanksi baik moril ataupun materiil oleh dunia internasional?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya telah terjawab dengan sendirinya. Catatan sejarah menunjukkan, bahwa pencaplokan tanah Palestina tidak dilakukan baru-baru saja, tapi sudah dilakukan berkali-kali sejak 1948. Berbagai perjanjian dan kesepakatan seperti Camp David, Perjanjian Oslo dan lain-lain pernah dibuat antara Israel dan Palestina, tetapi senantiasa dilanggar secara sepihak oleh Israel tanpa sanksi apapun.

Hasilnya, wilayah kedaulatan Palestina yang ditetapkan dalam UN Partition Plan tahun 1947 terus tergerus sehasta demi sehasta dan justru semakin memperluas wilayah pendudukan Israel. Kehidupan rakyat Palestina pun kian sengsara akibat kontrol penuh oleh militer Israel sehingga mereka kesulitan untuk beraktifitas dan memenuhi kebutuhan dasarnya.

Meskipun demikian, tidak ada sanksi apapun dari PBB ataupun dari dunia internasional atas tindakan Israel yang melanggar butir-butir kesepakatan. Termasuk dalam hal kesepakatan gencatan senjata ketika eskalasi Israel-Palestina memanas. Sudah berulang kali Israel melanggar perjanjian gencatan senjata dan selama itu pula masyarakat dunia tak berkutik tak bisa berbuat apa-apa.

Bercermin pada berbagai perjanjian damai yang telah berulang kali dilanggar oleh Israel, wajar bila publik sudah tak menaruh percaya atas komitmen Israel untuk mewujudkan perdamaian. Tujuan utama Israel adalah solusi satu negara, dengan menguasai Palestina sepenuhnya, dan bukan tidak mungkin, selepas menguasai Palestina, mereka akan melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga mereka, Mesir, Yordania, Lebanon akan menjadi tujuan penjajahan mereka berikutnya.

Genosida yang saat ini terjadi di Gaza dan Tepi Barat telah membuka kesadaran kolektif dunia internasional untuk bersama-sama mengutuk penjajahan Israel. Masyarakat internasional sudah muak dengan berbagai kekejaman yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina. Indonesia dengan jejak rekamnya selama ini, seharusnya bisa menjadi pemain utama dan menggiring bangkitnya kesadaran masyarakat internasional ini guna bersama-sama menekan dan menghentikan kejahatan perang Israel.

Kita baru saja memperingati hari lahirnya Pancasila, sebuah peristiwa di sidang kedua BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Pada saat itu, Soekarno dalam pidatonya yang bertajuk Lahirnya Pancasila menyampaikan gagasannya mengenai konsep awal Pancasila yang menjadi cikal bakal negara Indonesia, yang lahir dan berkembang dengan semangat anti kolonialisme, anti imperialisme, dan anti penjajahan. Hal inilah yang diperjuangkan Soekarno sampai akhir hayatnya, yang diwujudkan dalam berbagai langkah diplomasi kelas dunia, seperti pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, perhelatan Ganefo, bahkan Indonesia pernah menolak bertanding dengan Israel dalam kualifikasi Piala Dunia 1958 dengan alasan tidak mau bertanding dengan negara penjajah.

Soekarno melakukan hal itu karena beliau sadar, bahwa bangsa kita bukan hanya berhutang budi pada Palestina yang pernah menjadi salah satu negara yang paling awal memberikan pengakuan kedaulatan terhadap kemerdekaan Indonesia. Lebih dari itu, perjuangan bangsa Palestina untuk merdeka adalah cerminan anak bangsa ini di masa lalu, yang pernah berjuang bersama-sama, segenap jiwa dan raga untuk bebas dari penjajahan.

Sebagai bangsa yang pernah merasakan pahitnya hidup di bawah penjajahan, di hari lahir Pancasila tahun ini, sudah sepantasnya kita merenungi kembali jati diri kita sebagai bangsa yang merdeka, yang teguh memegang Pancasila dan menentang segala bentuk penjajahan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Terhadap penjajahan atas Palestina ini, kita menaruh harapan besar, kiranya Pemerintah tetap konsisten menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan politik luar negerinya, serta dapat menunjukkan eksistensi kita sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, yang tidak mudah goyah pendirian, dan tentu saja tidak bisa didikte oleh bangsa lain. Semoga.

Penulis adalah Staf Bappedalitbang Kab. Deliserdang, Dosen Universitas Medan Area.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE