Jumlah korban bencana sering kali melampaui kapasitas normal rumah sakit.
RUMAH sakit di daerah rawan bencana memiliki peran vital sebagai garda terdepan dalam penyelamatan nyawa. Ketika gempa bumi, banjir, tsunami, atau letusan gunung berapi terjadi, fasilitas kesehatan sering kali menjadi pusat penanganan darurat.
Namun, rumah sakit yang berada di wilayah berisiko tinggi menghadapi tantangan besar: infrastruktur yang rentan, keterbatasan sumber daya, serta ancaman gangguan layanan kesehatan. Oleh karena itu, kesiapan rumah sakit bukan hanya soal pelayanan medis, melainkan juga soal ketahanan sistem, infrastruktur, dan koordinasi lintas sektor.
Prinsip Utama Pedoman RS Aman Bencana Kemenkes 2024
Pedoman terbaru dari Kementerian Kesehatan menekankan bahwa rumah sakit harus tetap aman, berfungsi, dan dapat diakses dalam situasi bencana. Prinsip utamanya mencakup:
Tiga fase layanan kesehatan: prabencana, saat bencana, dan pascabencana.
Tanggung jawab berkesinambungan: pemerintah pusat, daerah, dan rumah sakit wajib memastikan layanan tetap berjalan.
Safe Hospital Concept: rumah sakit harus memiliki bangunan tahan bencana, sarana prasarana memadai, serta sistem komunikasi darurat.
Standar keamanan tinggi: memastikan keselamatan pasien, tenaga kesehatan, dan keberlangsungan layanan kritis.
Tantangan Rumah Sakit di Daerah Rawan Bencana
Rumah sakit di wilayah rawan bencana menghadapi sejumlah hambatan yang dapat mengganggu operasional: Kerusakan Infrastruktur: Gedung rumah sakit berisiko rusak akibat gempa atau banjir.
Lonjakan Pasien: Jumlah korban bencana sering kali melampaui kapasitas normal rumah sakit.
Gangguan Logistik: Pasokan obat, listrik, air bersih, dan akses jalan dapat terganggu.
Keterbatasan SDM: Tenaga medis mungkin ikut terdampak atau terhambat mobilitasnya.
Risiko Infeksi: Kondisi darurat meningkatkan potensi penyebaran penyakit menular.
Strategi Kesiapan Rumah Sakit Menghadapi Bencana
1. Audit Infrastruktur dan Ketahanan Bangunan
Langkah pertama adalah melakukan penilaian kerentanan bangunan dan sistem utilitas. Rumah sakit harus memenuhi standar safe hospital dengan desain tahan gempa, banjir, dan kebakaran. Audit ini memastikan bahwa fasilitas tetap berdiri kokoh dan dapat digunakan meski terjadi bencana besar.
2. Rencana Kontinjensi Terintegrasi (Hospital Disaster Plan – HDP)
HDP adalah dokumen strategis yang menjadi pedoman operasional rumah sakit saat bencana. Rencana ini mencakup:
Struktur Komando: Direktur rumah sakit sebagai Incident Commander dengan dukungan Emergency Operations Center.
Evakuasi: Pemetaan jalur utama dan alternatif, penentuan titik kumpul aman, serta latihan evakuasi berkala.
Triase Massal: Menggunakan metode START/SALT dengan kategori warna (Merah, Kuning, Hijau, Hitam) untuk memprioritaskan pasien.
Jalur Komunikasi Darurat: Sistem internal (radio, interkom, aplikasi darurat) dan eksternal (pelaporan ke Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, BPBD, Dinas Kesehatan).
Logistik dan Sumber Daya: Stok obat, alat medis, ambulans, serta penjadwalan tim siaga bencana.
Latihan dan Evaluasi: Simulasi evakuasi, triase, dan komunikasi minimal dua kali setahun, disertai audit tahunan untuk perbaikan berkelanjutan.
Dengan HDP, rumah sakit tidak hanya siap menghadapi bencana, tetapi juga mampu menjaga keberlangsungan layanan kritis.
3. Peningkatan Kapasitas SDM
Tenaga medis dan non-medis harus dibekali dengan pelatihan prabencana serta simulasi rutin. Pedoman menekankan pentingnya latihan evakuasi, triase massal, dan koordinasi lintas unit agar seluruh staf siap menghadapi situasi darurat.
4. Manajemen Logistik Darurat
Rumah sakit wajib menyediakan stok obat, peralatan medis, dan kebutuhan dasar sesuai standar kesiapsiagaan. Kerja sama dengan pemasok lokal dan regional menjadi kunci agar pasokan tetap terjaga meski jalur distribusi terganggu.
5. Koordinasi Lintas Sektor
Kesiapan rumah sakit tidak bisa berdiri sendiri. Pedoman menekankan integrasi dengan BNPB, Dinas Kesehatan, TNI/Polri, PMI, serta sistem SATUSEHAT. Kolaborasi ini memastikan respons terpadu dan mempercepat penanganan korban bencana.
6. Komunikasi Publik dan Literasi Kesehatan
Rumah sakit harus memberikan informasi jelas kepada masyarakat mengenai prosedur darurat, titik evakuasi, dan akses layanan kesehatan. Edukasi publik menjadi bagian penting agar warga tahu ke mana harus pergi dan bagaimana mendapatkan pertolongan saat bencana.
Kesimpulan
Kesiapan rumah sakit di daerah rawan bencana adalah fondasi dari sistem tanggap darurat yang efektif. Dengan infrastruktur yang kuat, rencana kontinjensi yang terintegrasi, serta koordinasi lintas sektor, rumah sakit dapat tetap berfungsi sebagai pusat penyelamatan meskipun dalam kondisi krisis.
Pedoman RS Aman Bencana Kemenkes 2024 menegaskan bahwa rumah sakit harus tetap aman, berfungsi, dan dapat diakses dalam situasi bencana.
Kewaspadaan bukan sekadar sikap, melainkan strategi berkelanjutan untuk melindungi nyawa dan menjaga keberlangsungan layanan kesehatan.
Penulis adalah Kepala Seksi Rekam Medis dan Akreditasi RSUD H.Bachtiar Djafar Medan Dan Konsultan Managemen Rumah Sakit.












