Opini

PON XXI Aceh-Sumut; Kesuksesan Di Tengah Sorot Framing Negatif

PON XXI Aceh-Sumut; Kesuksesan Di Tengah Sorot Framing Negatif
Kecil Besar
14px

Oleh: Dr. Wiratmadinata, S.H., M.H.

Pekan Olah Raga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut adalah pesta insan olahraga Indonesia yang membawa kegembiraan dan kebahagiaan, meskipun diselingi berbagai “badai” isu, dan juga badai “beneran”, khususnya yang melanda beberapa titik di kawasan Aceh pada seminggu terakhir kegiatan nasional tersebut.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Kegiatan olahraga yang mungkin paling membawa kegembiraan, sangat terasa di venue olahraga Pacuan Kuda, di “Lapangan Pacuan Kuda Simpang Kelaping”, Pegasing, Aceh Tengah. Saking meriahnya, bahkan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional (KONI) Pusat, Letjen, Purn., Marciano Norman mengatakan, event pacuan kuda PON XXI ini telah mengukir sejarah. Karena, mengalahkan penonton sekelas Meulbourne Cup di Australia, atau Kentucky Derby di Amerika Serikat. Oleh karena itu ia sangat berterimakasih atas antusiasme warga yang begitu tinggi dalam menyaksikan Pacuan Kuda PON tersebut. Apa yang dikatakan Ketua KONI itu sangat beralasan. Bayangkan, belum pernah ada dalam sejarah PON di Indonesia, dimana penontonnya bisa mencapai 120 ribu orang setiap harinya, bahkan di hari puncaknya, hampir mencapai 200 ribu orang.

Para penonton yang disebut Marciano itu, umumnya datang dari tiga Kabupaten Gayo (Suku Gayo, adalah suku yang mendiami dataran tinggi Gayo di Aceh), yaitu; Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Ketiga Kabupaten itu terletak di Dataran Tinggi Gayo, dimana mereka memiliki tradisi ratusan tahun menyelenggarakan Pacuan Kuda Tradisional setiap tahun, sehingga ketika Pacuan Kuda PON diselenggarakan di Takengon, otomatis mereka antusias datang menonton. Tapi bukan hanya karena itu saja, warga Gayo ini menikmati lintasan baru pacuan kuda berstandar internasional, yang dibangun khusus untuk PON XXI. Alhasil, suasana pacuan kuda PON kali ini, mirip seperti di Australia, atau di Amerika Serikat, apalagi didukung suasana dingin kota Pegunungan nan indah di Takengon dengan ketinggian hingga 1.700 meter diatas permukaan laut (Dpl). Tentu saja, ada juga penonton yang datang dari kawasan Pesisir, seperti Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen dan lain-lain.

Sayangnya, media-media nasional, seperti TEMPO dan bbc.com, sebagai contoh; yang meliput PON Aceh -Sumut, hanya membuat laporan umum yang sifatnya mengeneralisir fakta. Majalah TEMPO misalnya, pada Rabu, 18 September 2024, membuat laporan utama PON XXI Aceh-Sumut dengan cover yang sangat negatif, yaitu; “Pekan Olahraga Penuh Masalah”. Judul bombastis ini dilengkapi dengan gambar maskot PON XXI Aceh-Sumut, yaitu; Po-Meurah atau “Gajah Putih” dan “Matra” (Maksudnya Harimau Sumatera), dalam keadaan terduduk lemas, sementara tubuh penuh perban, seperti orang luka baru dihajar babak belur.

Sekilas, dengan menatap cover majalah tersebut, orang bisa langsung berasumsi negatif terhadap penyelenggaraan PON di Aceh dan Sumut terkesan tidak beres. Sementara imej cover tersebut mau tidak mau memframing potret tuan rumah penyenggara seakan-akan tidak becus menyelenggarakan PON. Bagi saya pribadi, framing seperti ini, sangat tidak adil, tidak fair, dan agak sulit diterima, karena “merendahkan” upaya Tuan Rumah Aceh dan Sumut, yang berusaha mati-matian, agar mereka bisa menyambut tamu dengan segala kebaikan. Apalagi bagi orang Aceh, yang memiliki prinsip dan budaya khusus dalam menyambut tamu, yaitu; “Pemulia Jamee” (Memuliakan Tamu).

Selain Majalah TEMPO, media oniline bbc.com, juga membuat laporan yang agak menggelisahkan tentang PON XXI Aceh-Sumut dengan judul; “Mungkin ini PON terparah”-Atlet pilek akibat debu, jalan berlumpur, hingga makananan basi. Sekilas judul ini, memframing seakan-akan seluruh penyelenggaraan PON, baik yang lokasinya di Sumut maupun di Aceh, semuanya buruk dan tidak bagus. Padahal faktanya, yang ditulis dalam laporan itu fokusnya hanyalah, venue pertandingan volley indoor putri di Sumut yang belum selesai, masih banyak debu belum dibersihkan, sehingga kurang nyaman bagi atlet.

Selain itu, disinggung pula soal venue Tae Kwondo di Martial Art Arena, Sumut, yang pengap akibat AC sempat mati saat pertandingan, dan arena futsal di Deli Serdang yang tersiram air hujan. Sebenarnya, persoalan-persoalan diatas itu, sifatnya minor, dan terjadi di beberapa venue, tapi dengan cara peliputan dan narasi bbc.com yang cenderung mengeneralisir fakta-fakta tertentu, seakan-akan seluruh cabang bermasalah.

Baik Majalah TEMPO maupun bbc.com, seakan-akan lupa bahwa dalam PON kali ini, ada 64 cabang olahraga yang dipertandingkan. Jumlah itu dibagi dua lokasi; Aceh kebagian 33 cabang olahraga, dan sumut menyelenggarakan 34 cabang olah raga. Kalau ada beberapa, venue dan cabang yang kurang memuaskan, tentu saja wajar dan boleh dikritik, tapi tidak seharusnya digeneralisir, seakan-akan orang Aceh dan orang Sumut tidak mampu menjadi tuan rumah PON yang baik. Pasti, ada beberapa venue bermasalah, tapi itu jauh lebih sedikit dibandingan dengan yang sudah baik.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan juga, bahwa ada banyak masalah yang sifatnya struktural dalam penyelenggaraan PON kali ini, misalnya soal pembangunan venue PON yang sepenuhnya berada ditangan Panitia PON Pusat (Jakarta), baik dalam hal penganggaran, manajemen, hingga eksekusi proyek. Dalam hal ini yang paling bertanggungjawab adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga (kemenpora) serta Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).

Jadi, kalau ada soal nasi basi misalnya, memang kontrak pengadaan konsumsi PON langsung di tangani pihak Jakarta, dan oleh kontraktor Jakarta, tidak ada urusannya dengan tuan rumah PON di Aceh dan Sumut. Bahkan para pengusaha lokal, merasa sedih dan cemburu melihat bagaimana para kontraktor Jakarta, bekerja di Aceh tanpa melibatkan mereka samasekali, padahal kontrakor lokal sebenarnya mampu juga jika dilibatkan. Jadi. Sebaiknya jangan diframing seakan-akan orang-orang di Aceh dan Sumut yang tidak becus menjadi tuan rumah. Bagi saya, model  pemberitaan Majalah TEMPO dan bbc.com diatas, sangat tidak adil, dan merendahkan warga di kedua propinsi ini. Mungkin tidak sengaja, tak masalah; tulisan ini hanya mengingatkan.

Sekarang marilah kita simak bagaimana situasi di lapangan sesungguhnya. Saya hanya ingin memberi satu contoh, untuk venue-venue yang ada di Kabupaten Aceh Besar, justru testimoni kepuasan dari para atlet jauh lebih mengemuka dibandingkan dengan keluhan. Katakanlah, misalnya untuk venue-venue yang diselenggarakan di Kabupaten Aceh Besar, semuanya relatif disiapkan dengan baik dan tidak ada masalah; mulai dari cabang; Kurash (Jantho Sport Centre), Paralayang (Sibreh Aceh Besar), Terjun Payung (Lanud Blang Bintang), Dayung (Waduk Keliling), Menembak (Rindam Kodam Iskandar Muda) dan Surfing (Selancar). Khusus untuk venue Dayung, para atlet Dayung dari Jawa Barat, mengakui bahwa itu adalah venue terbaik di Indonesia selama mereka mengikuti PON.”Pemandangannya indah, fasilitas waduknya dan berbebagai perlengkapan sangat layayak,”ungkap para atet. Selama lomba berlangsung, ribuan warga memenuhi lokasi untuk ikut menyaksikan pertandingan.
 
Sementara itu, untuk venue terjung payung di Lanud Blangpadang semuanya berjalan dengan baik. Bahkan untuk venue paralayang yang lokasinya berdekatan dengan salahsatu objek wisata (taman rusa) di Aceh Besar juga selalu padat dikunjungi penonton serta berjalan dengan baik. Demikian juga dengan cabang Kurash di Jantho Sport Centre (JSC), tidak ada masalah apapun, apalagi venue tersebut memang sebelumnya menjadi andalan dalam Pekan Olah Raga Daerah Aceh (PORA). Saya tidak bisa menyebut satu persatu, cabang yang secara umum berlangsung dengan sangat baik di Aceh. Kalau kita lihat lagi ke Kabupaten lain, ada venue yan luar biasa baiknya, misalnya venue sepatu roda di Sigli, yang dipadati penonton dan berjalan sukses, seperti pacuan kuda di Takengon.

Saya samasekali tidak bermaksud mengatakan, bahwa PON XXI ini berjalan sempurna; Jelas tidak. Itu tidak mungkin. Tapi juga tidak seburuk yang digambarkan Majalah TEMPO atau bbc.com, atau media lainnya, yang hanya melihat secara parsial. Bahkan ada kecederungan terlalu mengeneralisir satu dua fakta negatif, tetapi framingnya seakan-akan 64 cabang olahraga bermasalah. Saya hanya ingin mengajak, kita melihat segala sesuatu secara objektif. Contoh, dalam isu atap bocor di venue menembak. Itu terjadi karena hujan dan badai yang keras terjadi di kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh beberapa hari terkahir. Curah hujan yang diatas normal, tidak mampu disangga oleh talang air, sehingga rubuh. Tapi setelah diperbaiki, bisa kembali digunakan. Tapi, ingat juga semua proyek itu dikerjakan oleh kontraktor dari Jakarta. Oleh karena itu, jangan sampai, orang Aceh yang disalahkan karena ketidakbecusan itu.
 
Bahkan terlepas dari urusan pertandingan di lapangan atau venue olahraga, fakta di lapangan, banyak sekali testimoni tentang bagaimana bahagia, gembira dan puasnya para anggota delegasi dari seluruh propinsi yang datang ke Aceh, karena mereka sangat dimuliakan, diperhatikan dan dihargai. Semua ini, berujung pada satu perasaan; puas dan bahagia. Hal itu terungkap saat kegiatan-kegiatan silaturahmi, makan malam dan sejenisnya dilangsungkan untuk menjamu mereka, terutama oleh kepala daerah, dimana ada venue kegiatan.
 
Sebagai penutup; mari berikan apresiasi kepada warga dan Pemerintah Aceh serta Sumut yang telah mati-matian bekerja menjadi tuan rumah, tanpa memegang anggaran PON samasekali, karena semuanya terpusat. Tapi tetap saja berusaha untuk menyukseskan penyelenggaraan semaksimal mungkin demi nama baik daerah. Kalau mau mengkritik urusan proyek anggaran, venue yang tidak beres, soal nasi basi dan lain-lain, itu urusan Panitia Pusat PON di Jakarta. Arahkan kameranya kesana. Bukan kepada tuan rumah.
 
Terakhir, Selamat untuk Aceh dan Sumut karena telah menjadi Tuan Rumah PON XXI Aceh-Sumut yang hebat. Mari “Bersatu” insya Alah kita akan jadi “juara”@


Penulis adalah akademisi, mantan wartawan dan pencinta olahraga
 
 
 
 
 

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE