Oleh Hari Murti
Parameter yang paling bagus untuk memproyeksikan kinerja pemerintahan ini ke depan adalah ekonomi, makro dan mikro. Di tingkat makro, tidak mudah untuk mencapai pertumbuhan 8 persen itu
Scroll Untuk Lanjut MembacaIKLAN
Kabinet Merah Putih telah banyak kegiatan yang dilakukan, mulai dari pengumuman nama dan pelantikan anggota kabinet, menjamu tamu-tamu undangan kehormatan negara sahabat, turun ke lapangan meninjau proyek dan uji coba program, dan retreat anggita kabinet selama 4 hari di Akmil Lembah Tidar, Magelang, tempat penggembelangan perwira anggota TNI Angkatan Darat dengan tujuan kekompakan, disiplin, dan solidaritas anggota kabinet. Analoginya, kunci kontak telah diputar on, tombol start sudah ditekan, mesin telah hidup, gigi satu telah masuk, dan awak mulai jalan perlahan.
Melihat situasi domestik dan global, tampaknya awak kabinet ini memulai perjalanan dengan tanjakan yang licin dan cukup curam. Di dalam negeri, ada target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diusung, naik sekitar 3 persen dari realisasi pertumbuhan selama 10 tahun pemerintah sebelumnya yang indeksnya sekitar 5 persen. Artinya, gigi satu tampaknya akan lebih lama dari waktu normal, mengingat bobot kabinet sekarang yang jauh lebih gemuk dan menanjak menuju 8 persen sehingga perlu waktu lebih lama. Dari sisi global, dinamika panas geopolitik dan situasi ekonomi di belahan Bumi yang lain memberikan ceceran sisa-sisa masalah yang menambah licinnya tanjakan. Tapi, masih ada angin buritan dari pemerintahan sebelumnya, yang benar-benar akomodatif pada pemerintahan baru, juga situasi ekonomi warisan sebelumnya yang cukup menggembirakan.
Lantas, kapan gigi 2 dalam perjalanan kabinet ini akan dimasukkan? Tampaknya, kita harus bersabar setidaknya sampai medio dari kuartal pertama tahun 2025. Sebab, saat kabinet ini dibentuk, waktunya sudah berada agak di ujung tahun 2024, tahun yang di dalamnya masih kental dengan dinamika pemerintahan sebelumnya, tetapi sudah mulai berubah warna dengan sentuhan oleh kabinet yang baru.
Kabinet yang sekarang, meskipun analoginya masih dalam fase gigi satu, sudah harus fokus ke fase gigi 2 yang di dalamnya penuh akselerasi kuat. Ingat, pemerintahan yang sekarang mengusung program yang jauh lebih besar dibanding kabinet sebelumnya. Program-program kabinet yang sekarang adalah hampir seluruh program dari kabinet sebelumnya ditambah programnya sendiri yang berbiaya mahal. Maka diharapkan kabinet ini bukan hanya gemuk, juga berotot agar mampu memulas dan meremas tanjakan di gigi 2 nantinya. Gigi 2, selain bertenaga, juga lebih kencang larinya dibanding gigi satu. Anggota kabinet diharapkan seperti komponen kendaraan yang kompak memikul beban program.
Lantas bagaimana dengan gigi-gigi transmisi selanjutnya, 3,4, dan 5 menuju titik tunggal keberhasilan kinerja berupa 8 persen pertumbuhan? Yang jelas, kabinet ini bukanlah representasi dari mesin dan gigi transmisi sepenuhnya. Tidak ada gigi mundur sama sekali, karena kita tidak ingin awak mundur di tanjakan. Itu bahaya, setidaknya terlihat jelek nanti. Dengan kata lain, nantilah itu membahas transmisi kinerja kabinet pada gigi-gigi selanjutnya. Kita belum tahu banyak. Pendnek kata, rem belum terlalu dibutuhkan di gigi 1 dan 2, gas perlu diembat sekuat mungkin secara terkendali di tanjakan.
Proyeksi
Sebenarnya ada banyak parameter untuk kita bisa memproyeksikan bagaimana kinerja pemerintahan ini ke depan. Namun, tampaknya situasi dalam negeri aman, stabil, dan optimis. Pemerintahan ini tidak akan menghadapi tekanan oposisi yang kuat seperti umumnya pemerintahan-pemerintahan sebelumnya yang harus bergulat melawan oposisi terlebih dahulu. Demikian juga di tingkat masyarakat, hampir tidak terdengar ejekan-ejekan satir pada pemerintahan ini. Ada memang narasi satir dari BEM sebuah kampus yang langsung ditangangi oleh pihak kampus. Tapi, itu masih terlalu kecil dibanding dukungan yang ada.
Maka, parameter yang paling bagus untuk memproyeksikan kinerja pemerintahan ini ke depan adalah ekonomi, makro dan mikro. Di tingkat makro, tidak mudah untuk mencapai pertumbuhan 8 persen itu. Pada dasarnya, pertumbuhan ekonomi itu seperti tempratrur tubuh kita, harus pas. Kepanasan pertumbuhan ekonominya jangan, karena inflasi adalah momok panas yang menebar racun bagi perekonomian. Kedinginan juga masalah, karena itu sama saja rakyat tambah miskin.
Lihat, saat ini saja ada laporan bahwa kita mengalami deflasi, yang artinya suhu ekonomi kedinginan. Maka, jika ingin bijak, sejak sekarang pemerintah mulai realistis dalam menebarkan semangat pertumbuhan ekonomi 8 persen itu, bahwa yang kita butuhkan adalah suhu pertumbuhan yang pas. Oleh karena itu, tekad 8 persen pertumbuhan itu pasti nantinya akan ber-sua dengan realitas, bahwa terlalu tinggi jangan dan terlalu rendah pun jangan. Dengan kata lain, target pertumbuhan jangan malu-malu jika memang harus dikoreksi sendiri oleh pemerintah di hadapan rakyat nantinya.
Di tingkat mikro, harga barang produktif harus ditempatkan pada level yang menguntungkan semua pihak. Harga barang produktif adalah harga barang-barang yang nantinya akan digunakan rakyat berproduksi, seperti pupuk, bahan bakar, dan lainnya. Untuk sementara waktu, sebaiknya jangan ada ledakan kenaikan harga pada barang produktif yang harganya diatur oleh pemerintah, terutama energi, pupuk, dan pangan. Kita memang perlu mengikis deflasi, tetapi bukan dari sisi harga barang yang diatur pemerintah, melainkan dari sisi permintaan yang bergairah.
Dengan kata lain, tampaknya gegap gempita tekad pemerintah untuk mencapai target-target itu harus ber-sua dengan kerasnya tangan-tangan realitas, dan ini normal-normal saja sebenarnya. Capaian-capaian dari pemerintah saat ini, setidaknya untuk tahun pertama, tidak akan membuat kita terlalu tercengang.
Cetak Sawah
Saya mendengar pemerintah sekarang juga mau mencetak sawah sebanyak 3 juta hektar. Ini baik, tetapi kurang tepat waktu. Jika dipaksakan sekarang, ini akan membuat beban terlalu awal, yang sebenarnya harus diletakkan pada pemerintahan yang sudah cukup mapan. Kita singkirkan-lah dulu soal risiko linkungan hidup. Kita bahas dulu opsi mana yang harus kita dahulukan dalam rangka ketahanan pangan ini. Yaitu, dalam rangka mencapai target ketahanan pangan, kita harus pahami juga gerak alam. Alam kita menunjukkan bahwa daratan kita yang tidak produktif sangat luas. Daripada kita turun ke lumpur sawah yang dalam secara ekonomi dan lingkungan, lebih baik kita di darat saja menanam padi. Pemerintah tinggal mendata mana lahan-lahan darat yang kosong dari tanaman, petakan, dan langsung on farm.
Caranya, saat ini belum ada BUMN pertanian yang memiliki sawah dan menanam padinya sendiri. Tetapi, kita sudah lama punya BUMN sawit, karet, kopi, dan lainnya. Bahkan, sudah lama berdiri holding pangan. Tapi, lihatlah, tak ada satu pun BUMN pertanian yang punya sawah dan menanam padinya sendiri. Sebagian besar BUMN pertanian masih bermain-main di pinggiran sawah (off farm). Kita pahami itu karena BUMN mengusung misi kompleks, misi profit dan misi sosial sekaligus dan keberhasilan mereka diukur dari setorannya pada kas negara. Maka, pemerintah perlu menggagas BUMN pertanian yang berlahan darat untuk menanam padi darat daripada harus memulai dari nol membuka lahan mencetak sawah. Istilahnya, tumpang sari. Misal, PTPN yang menanam tanaman keras yang sedang masuk masa replanting, hal ini bisa dimanfaatkan untuk menanam padi darat di atasnya.
Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” Medan.