Rektor Baru UINSU 2023-2027

  • Bagikan
Rektor Baru UINSU 2023-2027
Rektor UIN SU

Oleh Shohibul Anshor Siregar

Problem integritas itu akarnya di pusat kekuasaan, karena faktanya cabang-cabang kekuasaan di mana pun di ujung dunia ini hanya terpaksa harus mengadaptasi dikte imperatif yang tak menyisakan opsi apa pun kecuali monoloyalitas kaku

Menurut sistim yang berlaku, Prof Dr Nurhayati, M.Ag (Nurhayati), yang pada 9 Mei 2023 telah dilantik menjadi Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) untuk periode 2023-2027, harus dinyatakan sebagai figur terbaik di antara para calon yang “berebut” jabatan itu. Soal ada orang yang memprotes PMA Nomor 68 Tahun 2015, itu hal lain.
https://news.detik.com/berita/d-6405486/saiful-mujani-protes-pemilihan-rektor-uin-oleh-menag-jahiliah

Orang harus mampu berfikir fair. Tentu saja, untuk mengakhiri kontroversi, tidak salah dibuat forum berskala nasional untuk membahas plus dan minus sistim yang dibuat semasa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin itu.
http://www.pendis.kemenag.go.id/read/rektor-uin-ar-raniry-pma-68-harmonisasi-kampus-dan-energi-kebangsaan; https://iainkediri.ac.id/rektor-iain-kediri-pma-68-adalah-ikhtiar-dan-jalan-tengah/
Tetapi kini, terimalah, pemegang mandat telah hadir di UINSU dan diharapkan dengan legitimasinya itu Nurhayati dapat mengemban amanah dengan sebaik-baiknya.

Ketika tempohari berlangsung proses seleksi, secara kebetulan penulis bertemu dengan seorang guru besar yang menyampaikan bahwa sebuah forum informal guru besar di kampus itu telah sepakat: “rektor UINSU mendatang sebaiknya dropping”.

Penulis tegas menolaknya dan meminta jika mungkin diselenggarakan lagi forum serupa atau malah yang skalanya lebih besar. Beri penulis kesempatan berbicara tak sebatas performance ketika dulu kampus ini masih IAINSU pernah dipimpin oleh seorang figur dropping berpangkat kolonel.

Penulis menolak potensi anggapan peyoratif merendahkan “akademisi yang memilih home base di kampus luar Pulau Jawa” dan sekaligus menolak kesan merendahkan integritas mereka. Problem integritas itu akarnya di pusat kekuasaan, karena faktanya cabang-cabang kekuasaan di mana pun di ujung dunia ini hanya terpaksa harus mengadaptasi dikte imperatif yang tak menyisakan opsi apa pun kecuali monoloyalitas kaku.

Sebesar apa kehancuran moral akademik, inefisiensi, disorientasi dan deviasi lainnya dengan tragedi semacam itu, civitas akademika memerlukan perenungan mendalam. Walaupun forum informal guru besar itu tidak pernah diulang, namun penulis merasa telah menyeberangkan pemikiran kritis kepada komunitas itu melalui salah seorang partisipannya.

Tak salah sejak detik pertama menduduki kursi rektor dalam ruangan khusus di kampus UINSU Nurhayati menancapkan cita-cita untuk memimpin selama dua periode. Juga menegakkan obsesi eskalatif ke jenjang jabatan lebih tinggi, Menteri Agama Republik Indonesia, misalnya.

Tetapi tekadnya untuk memberi bukti terbaik merealisasikan cita-cita pendirian perguruan tinggi agama Islam milik negara yang bertemali sejarah dengan perjuangan revolusioner umat dalam mendirikan Indonesia, ini, harus mensubordinasikan faktor apa pun, termasuk motif berkuasa sampai batas waktu optimum dan peluang promosi jabatan.

Nurhayati bukan orang baru di UINSU. Penulis mengenal baik suaminya almarhum Prof Dr Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, mantan rektor UINSU, dan juga mengenal Nurhayati melalui beberapa kegiatan akademik sebelum ini.

Karena itu penulis yakin Nurhayati tahu apa yang harus disarikan dari kinerja tak terselesaikan oleh pendahulunya, Prof Dr H Syahrin Harahap, MA dan secara eklektif menentukan apa saja yang akan dilanjutkan. Apa pula yang harus ditangkap dari gagasan-gagasan besar yang hidup dalam obsesi komunitas akademik internal (UINSU), tuntunan teknis dari Kementerian Agama sebagai representasi negara, dan tentu saja gaung besar tuntutan global sebagaimana kerap diteriakkan dengan ungkapan world class university meski dimana-mana amat kerap pula disalahfahamkan.

Membaca kritis semua dokumen visi, misi dan agenda kerja yang diajukan oleh pesaing Nurhayati sangat perlu. Pada bulan pertama mungkin itulah yang sangat mendesak, meminta pertemuan secara bergantian dengan keleluasaan berdiskusi bersama semua calon rektor tersisihkan.

Misalnya, penulis belum mengklarifikasi mengenai hal ini, bahwa salah seorang di antara calon rektor itu pernah melontarkan gagasan akan menambah sebuah keterangan tambahan (di belakang nama UINSU) dengan nama seseorang dari tokoh heroik dalam sejarah perjuangan Indonesia hingga kelak nama kampus ini menjadi Universitas Islam Sumatera Utara Si Singamangaraja. Di kota-kota lain memang lazim seperti itu.
https://analisadaily.com/berita/arsip/2017/10/26/439625/hubungan-bendera-sisingamangaraja-dengan-peradaban-islam/

Terdengar seakan kontroversial, tetapi penulis yakin guru besar yang berucap itu tentu memiliki data yang kuat untuk tak tenggelam dalam polemik berkepanjangan dengan berbagai pihak (Muhamad Said, Dari halaman-halaman terlepas dalam tjatetan tentang tokoh Singa Mangaradja XII, Medan: Waspada 1961).

Nurhayati harus memastikan semuanya begitu erat berkaitan dengan kinerja mardhatillah dan agenda besar izzul Islam wal muslimin. Karena itu Nurhayati harus pula berulangkali memikirkan apa pun untuk tiba pada sebuah keputusan maslahat di antara opsi-opsi sulit dalam rimba raya pengaruh terbingkai sistim Indonesia yang sedang anomalistik.

Jelas Nurhayati membutuhkan kemandirian. Tak seorang harus bergembira jika lumpuh karena dikte-dikte imperatif dari luar mana pun, apalagi dari jembatan-jembatan rapuh politik situasional plus partisan-partisan yang lazimnya cenderung berpotensi melahirkan performance amat abusive, terutama soal pembelanjaan (keuangan). Hati-hatilah kepada mereka.
https://transformative.ub.ac.id/index.php/jtr/article/view/11/17; https://antikorupsi.org/id/article/korupsi-di-perguruan-tinggi; https://www.kompas.com/edu/read/2023/03/27/054555271/kekuasaan-dan-praktik-korupsi-di-lingkungan-kampus?; https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2022/11/15/512/1117769/korupsi-marak-terjadi-di-kampus-negeri-kpk-beberkan-modusnya

Daripada tenggelam menelaah ulang tema “curhat-curhatan” perempuan tertindas budayanya, Raden Adjeng Kartini (Mr. C. Th. Van Deventer, Door Duisternis tot Licht, 1911), “pinjamlah” keberanian Keumalahayati, Laksamana Muslimah Pertama Dunia. Mungkin taktik gerilya Tjut Njak Dhien begitu relevan dirujuk menghadapi situasi yang pasti segera dihadapi. Jangan gentar, tak ada yang setangguh Cornelis de Houtman dalam barisan yang potensil menumpang-eksploitatif itu, yang bahkan itu pun terbukti tewas oleh tikaman rencong Keumalahayati.
https://www.jawapos.com/humaniora/01116268/mensos-laksamana-malahayati-pahlawan-perempuan-islam-pertama-di-dunia; https://tirto.id/cornelis-de-houtman-tewas-dalam-tikaman-rencong-malahayati-cz2x

Ini sebuah pengandaian, tetapi penulis kira sangat baik. Segeralah membawa resume pengembangan UINSU kepada Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Berbicara program secara teknis sangat diperlukan. Semua organisasi keumatan, selain Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, perlu beroleh kesempatan untuk menyampaikan keluhan yang mereka simpan dalam diam selama ini karena risaunya menyaksikan “gonjang-ganjing” UINSU. Beri mereka jaminan: “ke depan no more problem”.

Penulis sangat berharap Nurhayati tak tersinggung jika disebut bahwa sebuah universitas tidak identik dengan infrastruktur (gedung), proyek dan jabatan-jabatan serta tatakrama protokoler yang terkadang merangsek menjadi sarana feodalisme padahal sesungguhnya tak lebih dari instrumen belaka. Kawah candradimuka yang tak boleh melemah dalam ijtihad-ijtihad akademik (suprastruktur) yang berani dan jujur ini tak harus mandeg hanya karena bergegas mengutamakan formalisme dan hal-hal yang tak relevan untuk menggapai mardhatillah dan perjuangan izzul Islam wal Muslimin.

Beberapa telah menghubungi dan atau bertemu dengan penulis sekaitan dengan keterpilihan Nurhayati. Penulis memilah substansi pembicaraan untuk tak perlu menanggapi jenis asa penggantang kekuasaan ber-ending proyek.

Salah satu di antara hal yang penulis kemukakan ialah “bagaimana bunyi konsideransi Surat Keputusan Pengangkatan Rektor UINSU”. Bandingkan dengan konsideran yang termaktub dalam “Surat Keputusan Pengangkatan Wakil-wakil Rektor” dan “Surat Keputusan Pengangkatan Dekan dan Lembaga setingkatnya”. Hubungkan pula dengan referensi lainnya, yakni regulasi yang berlaku.

Pertanyaan penulis setelah itu ialah, apakah ada regulasi yang secara filosofis-akademis salah kaprah di lingkungan Kementerian Agama hingga dianggap bahwa periodisasi jabatan para Wakil Rektor, apalagi para dekan dan jabatan setingkatnya, sama dan harus sama dengan masa jabatan Rektor?
Penulis berargumen, jika seorang Presiden di-impeach, implikasinya tak diharapkan sekaligus mengakhiri jabatan Wakil Presiden dan para gubernur, bupati dan walikota. Mungkin pengganti presiden yang di-impeach itu merasa perlu melakukan reshuffle kabinet sesuai kewenangan prerogatifnya. Itu baik-baik saja.

Apakah statuta UINSU dan regulasi lainnya mengotomatisasi pergantian rektor dengan pergantian para wakil rektor, para dekan dan para pemimpin lembaga setingkat? Banyak kerugian dan potensi kerugian lainnya, yang sukar teramat dibicarakan sekaitan budaya politik dan birokrasi Indonesia, yang akan diderita karena itu.

Lagi pula, kepemimpinan akademik sangat jauh berbeda nuansa dan budaya dengan kepemimpinan rezim birokratik yang dibangun atas nilai kontestasi politik murni berhasrat utama kekuasaan.

Asumsinya ialah bahwa semakin leluasa sebuah lembaga ilmiah, apalagi kampus, menentukan kadar kontinum independensinya dari gangguan dan ancaman serius dari carut-marut anomali sistim dan budaya politik yang sedang ber-trend buruk, akan semakin baiklah bagi dunia akademik. Insyaa Allah.

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *