Scroll Untuk Membaca

Opini

Revisi UUPA Sesuai dengan Perjanjian Helsinki: Perlunya Menjaga Perdamaian dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh

Revisi UUPA Sesuai dengan Perjanjian Helsinki: Perlunya Menjaga Perdamaian dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh
Kecil Besar
14px

Oleh : Dr Muammar Khaddafi, SE, M.Si, Ak, CA, CMA

Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) merupakan wujud komitmen pemerintah pusat dalam mengimplementasikan Perjanjian Helsinki (MoU Helsinki, 15 Agustus 2005) sebagai dasar perdamaian setelah konflik berkepanjangan di Aceh. MoU Helsinki memberikan beberapa poin kunci bagi Aceh, antara lain:
• Pengakuan Aceh memiliki kewenangan khusus dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya.
• Hak membentuk partai politik lokal.
• Pengelolaan sumber daya alam yang lebih adil.
• Pengaturan simbol dan identitas Aceh.
• Mekanisme penyelesaian sengketa melalui lembaga bersama.

Namun, UUPA yang seharusnya menjadi instrumen legal implementasi MoU justru mengandung banyak perbedaan. Beberapa pasal dianggap tidak konsisten, multitafsir, bahkan ada yang belum diatur sama sekali.

Namun, dalam praktiknya, sejumlah pasal dalam UUPA dinilai tidak sepenuhnya mencerminkan semangat dan butir kesepakatan dalam MoU. Akibatnya, muncul disharmoni regulasi, ketidakpastian hukum, dan dampak yang signifikan terhadap dua aspek vital: perdamaian berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi Aceh.

UUPA dan Perdamaian Aceh

MoU Helsinki menegaskan bahwa perdamaian harus dibangun melalui keadilan politik, pengakuan identitas, serta pembagian kewenangan yang adil antara pusat dan Aceh. Namun, dalam UUPA masih terdapat persoalan:
1. Kelembagaan penyelesaian sengketa – MoU mengamanatkan adanya “Komite Bersama” untuk mengatasi perbedaan tafsir, tetapi UUPA tidak mengatur hal ini. Akibatnya, konflik tafsir sering berujung di Mahkamah Konstitusi.
2. Hak politik lokal – Partai lokal sudah diakui, tetapi regulasi teknis dari pusat sering membatasi ruang politik Aceh.
3. Simbol dan identitas Aceh – Pengaturan tentang bendera dan lambang Aceh masih menjadi polemik, memicu gesekan antara aspirasi lokal dan regulasi nasional.

Kelemahan-kelemahan ini berpotensi menimbulkan ketidakpuasan politik yang, jika dibiarkan, bisa menjadi benih instabilitas sosial. Dengan revisi UUPA yang konsisten dengan MoU, Aceh akan memiliki instrumen hukum yang lebih kokoh untuk menjaga perdamaian berkelanjutan.

Problematika UUPA Saat Ini

1. Disharmoni dengan MoU Helsinki – Banyak poin MoU tidak tercantum secara eksplisit dalam UUPA, seperti kewenangan Aceh dalam bidang fiskal tertentu.
2. Tumpang tindih kewenangan – Pemerintah pusat masih dominan, misalnya dalam pengelolaan migas dan perizinan investasi strategis.
3. Lemahnya implementasi partai lokal – Meski diakui, regulasi teknis seringkali membatasi ruang gerak partai lokal Aceh.
4. Tidak adanya lembaga monitoring independen – Dalam MoU diatur adanya “Komisi Bersama” untuk menyelesaikan perbedaan tafsir, namun di UUPA tidak diakomodasi.
5. Potensi konflik hukum – UUPA sering diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan sebagian pasalnya dibatalkan, sehingga melemahkan semangat otonomi khusus.

Urgensi Revisi UUPA

Revisi UUPA menjadi penting setidaknya karena tiga alasan:
1. Konsistensi dengan Perjanjian Helsinki – Agar MoU benar-benar menjadi dasar hukum damai, UUPA harus selaras dengan seluruh butir kesepakatan.
2. Menghindari ketidakpastian hukum – Tanpa revisi, regulasi Aceh akan terus berbenturan dengan undang-undang nasional.
3. Menjaga perdamaian berkelanjutan – Revisi adalah upaya memperkuat kepercayaan rakyat Aceh terhadap negara dan memastikan akar konflik tidak muncul kembali.

Arah Revisi yang Dibutuhkan
• Penegasan kewenangan Aceh dalam bidang ekonomi dan sumber daya alam agar pembagian hasil lebih adil.
• Penguatan posisi partai lokal dalam sistem politik nasional tanpa diskriminasi.
• Pengakuan simbol dan identitas Aceh sebagai bentuk penghormatan budaya.
• Pembentukan lembaga bersama (Joint Committee) untuk menyelesaikan perbedaan tafsir MoU dan UUPA.
• Sinkronisasi dengan peraturan nasional agar tidak lagi terjadi pembatalan di MK.

UUPA dan Pertumbuhan Ekonomi Aceh

Selain perdamaian, aspek ekonomi menjadi salah satu inti MoU Helsinki. Sayangnya, implementasi UUPA belum sepenuhnya mendukung pertumbuhan ekonomi Aceh:
1. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) – MoU memberi kewenangan luas bagi Aceh, tetapi dalam praktik, pengelolaan migas dan tambang masih sangat dikontrol pusat. Hal ini membatasi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh.
2. Dana otonomi khusus – Dana otsus memang diberikan, tetapi tanpa regulasi yang kuat, banyak digunakan untuk belanja rutin ketimbang investasi produktif.
3. Iklim investasi – Regulasi yang tidak konsisten menyebabkan investor enggan menanam modal di Aceh, padahal sektor pertanian, perikanan, pariwisata, dan energi sangat potensial.
4. Konektivitas perdagangan – UUPA belum mengoptimalkan kewenangan Aceh dalam perdagangan lintas batas dengan negara tetangga (Malaysia, Thailand), yang sebenarnya diakui dalam MoU.

Dengan revisi UUPA, arah kebijakan ekonomi Aceh dapat lebih sesuai dengan amanat MoU: memperkuat kemandirian fiskal, memperbesar peluang investasi, dan menjadikan Aceh sebagai pusat ekonomi syariah dan perdagangan internasional di kawasan Selat Malaka.

Urgensi Revisi UUPA

Ada dua urgensi utama revisi UUPA:
1. Menjamin keberlanjutan perdamaian – Revisi UUPA akan memperkuat instrumen politik dan hukum yang bisa meredam potensi konflik.
2. Mendorong akselerasi ekonomi Aceh – Dengan mempertegas kewenangan Aceh dalam pengelolaan SDA, perdagangan, dan investasi, pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan sehingga dampak perdamaian terasa nyata dalam kesejahteraan masyarakat.

Penutup

Revisi UUPA bukan sekadar penyesuaian hukum, melainkan sebuah komitmen strategis untuk menuntaskan amanat Perjanjian Helsinki. Dengan penyelarasan regulasi, Aceh dapat menikmati perdamaian yang kokoh sekaligus pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Jika revisi ini ditunda, risiko yang muncul adalah stagnasi ekonomi dan melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap komitmen perdamaian. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh
Komisaris Utama PT. Pembangunan Lhokseumawe

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE