Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)
Kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab ( كتاب مجموع شرح المهذب ) adalah kitab fikih yang masyhur dalam madzhab Syafi’i. Kitab Majmu’ ( مجموع ) merupakan kitab yang ditulis oleh imam al Nawawi dalam rangka mensyarah atau menjelaskan kitab al Muhadzab ( المهذب ) buah karya imam Abu Ishaq Ibrahim Bin Ali Bin Yusuf Bin Abdullah al Syiradzi (W.476.H). Kitab lain yang juga mensyarah kitab al Muhadzab karya imam al Syiradzi adalah kitab al Bayan Fi Madzahibi al Imam al Syafi’i yang ditulis oleh imam Imrani ( W.558.H).
Di antara dua kitab yang mensyarah kitab al Muhadzab tersebut, kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab karya imam Abu Zakaria Muhyiddin Yahya Bin Syaraf Bin Muri Bin Hasan Bin Husein Bin Muhammad Bin Jam’ah Bin Hizam al Nawawi al Dimasyqi, lebih masyhur dan lebih mendapatkan tempat dalam kalangan madzhab Syafi’i. Hal itu tentunya tidak terlepas dari nama besar dan kepakaran imam al Nawawi itu sendiri. Imam al Nawawi lahir di desa Nawa dekat kota Damaskus pada tahun 631 Hijriah dan wafat pada tanggal 24 Rajab tahun 676 Hijriah dalam usia 45 tahun.
Kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab merupakan kitab fikih turats (klasik) yang tidak hanya populer di kalangan madzhab Syafi’i saja, namun juga dikenal dan banyak dipelajari di dalam madzhab yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab membahas fikih secara muqaranah atau perbandingan. Dengan kata lain kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab menerapkan metode penulisan muqaranah al madzahib atau perbangan madzhab. Kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab dapat disebut karya estafet tri ulama Syafi’iyah.
Hal itu disebabkan tidak semua isi kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab ditulis oleh imam al Nawawi, karena imam al Nawawi menulis kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab hanya sampai Bab Buyu’ (jual beli) tentang Riba dan baru sampai setengah pembahasan saja, kemudian beliau wafat dalam usianya 45 tahun, dan pada saat itu beliau belum sempat berumah tangga.
Sebelum wafat imam al Nawawi sempat berpesan kepada muridnya imam Ibnu al ‘Atthar untuk melanjutkan dan menyempurnakan penulisan kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab, namun imam Ibnu al ‘Atthar tidak mampu melaksanakan wasiat dari gurunya imam al Nawawi. Baru setelah kurang lebih satu abad kemudian, muncul seorang ulama madzhab Syafi’i lainnya, yang menaruh minat untuk meneruskan tulisan imam al Nawawi yang ada di dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab.
Ulama Syafi’iyah tersebut adalah imam Taqiyuddin Abu al Hasan Ali Bin Abdul Kafi al Subki (W.756.H), seorang ulama besar kebanggaan masyarakat Mesir. Imam Taqiyuddin al Subki adalah seorang ulama ahli hadits, tafsir, fikih, ushul fikih, nahwu, sharaf, dan sastra Arab. Imam Taqiyuddin al Subki lahir di kota Sabak al Abid, al Munafiyah – Mesir pada tanggal 1 Shafar tahun 683 Hijriah dan wafat di Kairo pada tanggal 3 Jumadil Akhir tahun 756 Hijriah dalam usia 73 tahun.
Imam Taqiyuddin al Subki menulis lebih dari 150 buah kitab, di antaranya kitab Takmilah Syarah Muhadzab, Syarah kitab Minhaj, Tafsir al Durun Nazhim Fi Tafsiri al Qur’an al Adzhim, al Tahribiri al Muhazzab Fi Tahriri al Madzhab Syarah Minhaj, dan lain-lainnya. Imam Taqiyuddin al Subki hanya mampu menyelesaikan kelanjutan dari kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab imam al Nawawi sampai kepada Bab al Radd Bi al ‘Aib, hal tersebut dikarenakan imam Taqiyuddin al Subki wafat.
Dalam hal ini berarti, imam al Nawawi menyelesaikan 9 jilid dari kitab Majmu’ Syarah al Mihadzab dan imam Taqiyuddin al Subki menyelesaikan 3 jilid kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab. Dengan demikian, kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab menjadi 12 jilid. Dalam kurun waktu yang lama, kurang lebih 6 abad, kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab imam al Nawawi tersebut tidak ada yang meneruskan kelanjutan penulisannya, sehingga tinggal sebagai sebuah manuskrip, ada yang di Turki, ada yang di Eropa dan Mesir.
Kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab selama 6 abad benar-benar tidak ada kelanjutan penulisannya, sampai akhirnya seorang ulama madzhab Syafi’i yang bernama al imam al faqih Muhammad Najib Bin Ibrahim al Muthi’ melanjutkan penulisan kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab imam al Nawawi tersebut, dengan metode yang sama seperti yang dilakukan oleh imam al Nawawi dan imam Taqiyuddin al Subki al Imam al faqih Muhammad Najib al Muthi’ menyelesaikan penulisan kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab sampai tamat berjumlah 23 jilid.
Al Imam al faqih Muhammad Najib al Muthi’ adalah ketua jurusan hadits dan ilmu-ilmu hadits Universitas Islam Ummu Dourman – Khartum – Sudan. Dengan demikian, ketiga imam itulah yang dimaksud dengan karya estafet tri ulama Syafi’iyah penulis kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab yaitu imam al Nawawi, imam Taqiyuddin al Subki dan al imam al faqih Muhammad Najib al Muthi’. Kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab pada awal bulan Juni tahun 1925 Miladiah, dicetak untuk pertama kalinya oleh tim ulama al Azhar Mesir yang diketuai oleh syekh Mahmud al Dinari di percetakan al Tadhamun al Akhwal, yang mencetak 9 jilid kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab yang ditulis oleh imam al Nawawi dan ditambah 3 jilid kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab yang ditulis oleh imam Taqiyuddin al Subki.
Menurut al imam al faqih Muhammad Najib al Muthi’ metode yang digunakan oleh imam al Nawawi dan imam Taqiyuddin al Subki di dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab adalah, Pertama, mengulas hal yang paling penting, yaitu kalam Allah, dengan menyebut latar belakang turunnya ayat berikut hadits hadits marfu’ dan atsar atsar mauquf yang berkaitan dengan ayat.
Kedua, mengulas yang paling penting dari hadist-hadist Nabi Saw dan hadist qudsi, mentakhrij hadits hadist, menjelaskan jalur periwayatannya, mencarikan titik temu hadits hadist yang tampaknya bertentangan, menjelaskan illat dan mengungkap kekeliruan para perawinya, serta mengemukakan pendapat ulama jarh dan ta’dil tentang status mereka.
Ketiga, membahas hal hal yang belum jelas dari pembahasan, seperti kosa kata yang digunakan, akar kata, sumber, nama nama, pola kata, dan sya’ir orang orang terdahulu, ulama bahasa Arab, dan para imam yang piawai untuk mendukung data yang dibahas. Keempat, mengulas hukum hukum dengan memaparkan berbagai pendapat dan aliran secara menyeluruh, menjelaskan apa yang diriwayatkan dari madzhab yang berbeda, menjelaskan dalil dalilnya, kemudian mengulasnya sesuai dengan ketentuan dan batasan yang sesuai dengan konteksnya, menjelaskan dalil madzhab Syafi’i dan para pendukungnya serta dasar yang digunakan sebagai pondasi hukumnya.
Kelima, penukilan pendapat dan aliran madzhab dipegang berdasarkan literatur asli dari kitab kitab para ashhab al Syafi’i, kalangan imam madzhab dan para mujtahidnya. Keenam, mengaitkan hukum fikih dengan permasalahan baru dan penemun ilmiah, misalnya hal baru yang muncul dari bentuk akad dan mu’amalat, agar dapat sejalan dengan fenomena kehidupan modern, di samping tetap menjaga kandungan dan kemestian yang ada pada kitab.
Ketujuh, mengaitkan masalah fikih dengan peristiwa sejarah kontemporer, agar menjadi catatan yang secara tidak langsung menuturkan kejadiannya dan mempublikasikannya kepada generasi yang akan datang dalam bentuk kasus fikih, agar umat Islam dapat mengambil manfaat dari pengalaman masa lalu.
Kedelapan, terdapat pembahasan tentang hukum yang bervariasi, menyangkut jinayat, perdata, hukum internasional, hukum perang, dan lain-lainnya. Menurut imam al Nawawi di dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab yang beliau tulis, dalam menjelaskan pendapat madzhab, banyak menukil dari kitab al Asyraf dan al Ijma’ karya imam Ibnu al Mundzir yaitu imam Abu Bakar Muhammad Bin Ibrahim Bin al Mundzir al Naisaburi al Syafi’i, yang oleh imam al Nawawi dikatakan sebagai sosok panutan di dalam bidangnya (Lihat imam al Nawawi, Majmu’ Syarah al Muhadzab, jilid,1, halaman, 28).
Imam al Nawawi juga mengutip ungkapan bijak di dalam kirab Majmu’ Syarah al Muhadzab, jilid 1, halaman 75, berikut ini : تعلم فليس المرء يولد عالما. Artinya, Pelajarilah ilmu ! sebab tak ada seorangpun yang terlahir dalam keadaan berilmu. Sebagai seorang Muslim, tentunya kita sangat berterimakasih kepada imam al Nawawi yang telah mempersembahkan kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab bagi umat Islam.
Semoga Allah Swt melimpahkan keberkahan yang tiada tara kepada imam al Nawawi dan juga kepada semua para pecinta ilmu yang telah mencerahkan umat. Aamiin Ya Rabbal’alamiin. Wallahu’alam.
Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa