Opini

Teruna Jasa Said (Bang Una) Meninggalkan Jasa

Teruna Jasa Said (Bang Una) Meninggalkan Jasa
Kecil Besar
14px

Catatan kenangan Dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, MBA, MKes

Minggu pagi, 9 November 2025, tokoh pers Nasional asal Medan, Pewaris dan Pemilik Surat Kabar Waspada, Teruna Jasa Said telah berpulang ke rahmatullah kembali kepada Sang Pencipta. Wafat dalam usia 77 tahun, dengan tenang dikediamannya di Medan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Teruna Jasa Said, pewaris ayah dan ibunya, Haji Mohammad Said dan Hajjah Ani Idrus. Waspada pertama sekali terbit pada 11 Januari 1947. Alkisah, ketika itu oplahnya masih 1000-an namun langsung habis.

Surat kabar ini sejak awal tegas menyatakan diri sebagai bagian dari pendukung Kemerdekaan RI. Sikap tersebut ditunjukkan lewat artikel dan pemberitaan yang tegas dan tajam menghadapi Belanda yang berupaya menancapkan pengaruh dan cengkeramannya kembali menduduki Medan dan sekitarnya demi menguasai lahan-lahan perkebunan, seperti areal tembakau Deli dan komoditas pangan maupun rempah-rempah.

Nama Waspada merefleksikan pilihan perjuangannya. Di masa itu, kondisi masyarakat diliputi ketakutan dan kegelisahan, panik luar biasa, sehingga sebagian besar warga Kota Medan bersikap waspada serta mengungsi ke luar kota, sejalan sengitnya peperangan dan berpindahnya kantor-kantor Pemerintahan Republik di bawah pimpinan Gubernur Tengku M. Hassan ke kota Pematang Siantar lebih kurang 120 km ke selatan Medan.

Satu poin lagi yang memantapkan hati Mohammad Said memberi nama korannya Waspada adalah terkait lemahnya delegasi pemerintahan Indonesia masa itu dalam perundingan dengan petinggi Belanda. Indonesia sudah menyatakan Proklamasinya pada 17 Agustus 1945, tetapi batang hidung Belanda masih ada di sana-sini di bumi pertiwi. Pemimpin republik dianggap kecolongan alias tidak “waspada” terhadap strategi Belanda yang mengakibatkan kerugian besar bagi para pejuang dan kedaulatan Republik Indonesia.

Pemerintah Indonesia menganugerahi penghargaan kepada Mohammad Said berupa Penghargaan Satya Penegak Pers Pancasila dari PWI pada tahun 1985. Pada 1988, Ani Idrus dianugerahi Satya Lencana Penegak Pers Pancasila.

Bang Una Sahaja Namun Mewarnai

Bang Una, begitu kami biasa memanggil Teruna Jasa Said, hidup di era yang berbeda dari era Ayah Bunda. 25 tahun terakhir, dunia media mengalami revolusi besar, ditandai era Internet of things, semua informasi hadir sangat cepat, peran wartawan yang dulu kuat dan menentukan, belakangan tampak keteteran dan kalah cepat dengan berita yang sumbernya semakin beraneka dari berbagai platform. Banyak media yang tidak cepat menyesuaikan ditinggal pembacanya.

Belum lagi pembaca media yang bergeser mengandalkan gadget handphone dan komputer, asyik sepanjang hari hanya untuk melihat berita-berita paling pendek dan menarik tanpa pernah melirik berita yang lengkap panjang dan mendalam. Yang bisa berujung munculnya respon nir-literasi, hanya merespon ya atau tidak. Atau jika panjang memuji atau membenci, tidak ada kedalaman dalam bahasa responsifnya. Emosinya tipis.

Sebahagian masyarakat senang berbagi berita berbau kebencian, emosional dan menciptakan kegaduhan. Tanpa media matang dan melengkapi, hal begitu mengundang gejala bahaya jika masyarakat terus-menerus disuguhkan oleh berita-berita dari berbagai media sosial yang tidak bertanggung jawab dan tidak kompeten, tidak bertanggung jawab terhadap nilai-nilai budaya dan kebaikan.

Transformasi yang dilakukan Bang Una menjadikan Waspada tetap dibaca. Teruna Jasa Said selaku pewaris, tanpa gembar-gembor dengan kesahajaannya, disiplin dan menghargai semua unsur manusia di belakang berita, menjadikan Waspada tetap bertahan. Ia menuntut ketepatan fakta dan menegaskan kepada wartawannya bahwa mereka bekerja bukan untuk memburu sensasi, melainkan menyalakan terang ditengah kebisingan zaman.

Menjawab perubahan tehnologi media dan permintaan pembaca yang semakin pragmatis namun kritis, maka Waspada pun berkembang, dan Teruna Jasa Said memimpin di depan sebagai Komisaris Harian Waspada, Pemimpin Umum Waspada.id, Pemimpin Umum Harian Berita Sore, Pemimpin Umum beritasore.co.id jga WASPADA TV. Terbitan tak hanya media cetak, juga media online.

Saya Dan Waspada

Saat masa siswa bacaan rutin di rumah adalah Waspada dan koran Sinar Indonesia Baru (SIB). Jika Waspada banyak memuat berita Nasional dan Regional Sumatera. Sedangkan SIB, saya tahu ayah dan ibu juga saya, ingin tahu berita dari Tapanuli atau Tanah Batak, tanah origin kami sebagai orang Batak. Sedangkan Koran Mimbar Umum, Sinar Pembangunan dan Mercu Suar melengkapi. Dan Analisa, melengkapi informasi asyik tentang bisnis termasuk melihat penjualan rumah, mobil dan tanah, sambil membanding-bandingkan harga sana-sini.

Saat mahasiswa, saya mulai bergeser dari halaman depan kehalaman dalam, terutama untuk membaca tulisan para tokoh Nasional, lokal dan kampus. Di sini terus terang Waspada tempat ngumpul penulis silih berganti menulis. Sebahagian penulis kenal baik dan punya karakter dalam tulisannya, tentu tulisannya pun menarik dan lengkap, memperkaya literatur di kepala.

Sejak tahun ketiga di Fakultas Kedokteran USU Medan, saya pun menulis di berbagai media, terutama Waspada, SIB, Pelita Jakarta, kadang Analisa Medan. Selain bisa menyalurkan kreatifitas pemikiran dan menyalurkan sikap kritis dalam tulisan dengan Bahasa yang jelas, semi ilmiah berbasis sedikit data, tegas namun pesan bisa sampai dengan mudah dipahami.

Di sini Bang Una kadang ketemu di kantor Redaksi saat saya mengantar tulisan, suka memberi semangat. Bagi saya makna semangat itu sangat berarti, karena dengan menulis, saya bisa dapat wesel honor menulis dari beberapa media.

Tentu itu sangat membantu saya untuk membeli buku dan meningkatkan mobilitas sebagai Organisator di kampus dan extra kampus di HMI, menambah beasiswa Supersemar yang secara rutin diterima tiap bulan.

Alhamdulillah, menulis mendorong untuk suka mencari berita dan bacaan pelengkap, semua menambah kemampuan berpikir dan membaca sesuatu di balik peristiwa. Bagi profesi Dokter tentu menemukan Diagnosa semakin tepat.

Sisi Lain Bang Una Yang Membuat Terkesima Hingga Kini

Mendengar nama Teruna Jasa Said sudah terjadi sejak era tahun 1970-an, saat jadi pelajar SMPN1 dan SMAN 1 lanjut SMAN 8 Medan. Anak-anak usia pelajar ketika itu banyak keranjingan Panggung Gembira, atau Panggung Musik.

Dunia dipengaruhi music cadas/Under Ground/Rock yang mulai diwarnai The Beatles dan The Cats (era 60an), lanjut ke era Led Zeppelin, The Rolling Stones, Uriah Heep, Deep Purple dan banyak lagi.

Mereka tidak hanya nempel di kepala kaum muda, tapi juga nempel di dinding kamar-kamar tidur para remaja kota sampai desa.

Perkembangan dunia musik dunia, tidak mudah menemukannya, seperti di era IOT kini. Kaum muda harus cari sana-sini, beli atau pinjam majalah The Rolling Stones minimal Majalah Aktuil (Indonesia).

Dari halaman tengah majalah, kaum muda dapat poster-poster grup band ternama, yang kemudian dicopot dan ditempelkan ke dinding kamar.

Di Medan sendiri tumbuh subur grup band yang tidak kalah asyik dan piawai. Seperti The Rhythm Kings yang digawangi keluarga besar Purba. The Meanstril, The Fair Child dan banyak lagi. Dari sini lahir banyak karya musik dan lagu yang masih melegenda.
Nah Bang Una ada di mana? Saya mulai melihatnya di pentas musik di Gedong Olah Raga Jl.Veteran Medan. Ramainya peminat musik memasuki GOR, rasanya masuk bagai melayang, karena lebih sering kaki tidak menyentuh lantai menuju pintu masuk.

Tubuh para penonton yang masuk relatif lebih besar dan dewasa, membuat tubuh kita pun lebih sering terangkat. Namun semangat yang tinggi mampu menghilangkan semua rasa sesak ataupun terjepit dan menjadi berubah bahagia setiba di dalam apalagi ketika melihat penampilan gitaris dokter, atau dokter gitaris yaitu Dr. Darmawan Purba yang piawai memetik snar gitar melodinya bersama kakak-kakak bersaudaranya yang semua berkostum putih-putih, Wow masih terbayang jelas, mengagumkan. Group band The Rhythm Kings ini memilih lagu genre soft rock gaya The Bee Gees. Rasanya seperti nonton Bee Gees beneran.

Bang Una muncul dengan Group Bandnya. Bang Una sebagai penyanyi sambil pegang tamborin. Saya terpukau, ketika bang Una menyanyikan lagu “Angie” lagu khas Mick Jagger The Rolling Stone. Lagu yang menurut daftar lagu paling top, menempati urutan tertinggi di hampir diseluruh negara di dunia.

Bang Una yang bentuk tubuhnya kurus semampai dan rambut gondrong sebahu, membawakan lagu itu begitu pas, dan digerakkan dengan Gerakan ala Mick Jagger. Para penonton riuuuuh.. Puas melihat bintangnya dan menikmati lagu paling top di dunia ketika itu.

Dari GOR ini pula lahir gitaris terbaik se Indonesia (Darmawan Purba), juga Drummer terbaik se Indonesia (Jelly Tobing) versi Majalah Aktuil ketika itu.

Kenangan itu tidak pernah hilang, sungguh tak pernah hilang. Sekalipun kemudian kami berinteraksi sebagai junior-senior.

Mendengar kabar Bang Una wafat. Rasa rindu, bangga dan sedih bercampur. Semoga engkau pulang dalam keadaan ikhlas dalam ampunan Allah, khusnul khotimah dan mendapat tempat yang terbaik di sisinya, Surga Jannatunnaim.

Terima kasih Teruna Jasa Said, bang Una, meninggalkan jasa yang berkesan buat saya dan pemikiran saya.

Penulis adalah mantan Ketua Umum HMI Cabang Medan 1981-1983, Ketua Badko HMI Sumbagut 1983-1985, Purnabakti Kemenkes tinggal di Jakarta

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE