JAKARTA (Waspada): Sebanyak 50.971 sekolah negeri mengalami krisis kepemimpinan atau tanpa kepala sekolah. Penyebabnya beragam, mulai dari pensiun sampai keragu-raguan pengangkatan terkait masalah teknis.
Direktorat Jenderal Guru Tenaga Kependidikan dan Pelatihan Guru Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen GTKPG) menyebutkan, saat ini ada sedikitnya 184.954 sekolah negeri di Indonesia. Dari jumlah itu, ada 13.163 sekolah yang sama sekali tidak ada kepala sekolahnya. Sementara 40.072 sekolah mengalami kekosongan kepala sekolah dan 26.909 lainnya kepala sekolahnya berstatus pelaksana tugas (Plt).
Ada 5 besar provinsi yang kekurangan kepala sekolah paling tinggi. Jawa Barat sebanyak 7.490, Jawa Tengah 6.881, Jawa Timur 6.513, Sumatera Utara 2.948 dan Sulawesi Selatan sebanyak 2.572.
Mengenai kondisi ini, Direktur Jenderal GTKPG Kemdikdasmen, Nunuk Suryani mengatakan agar daerah tidak ragu-ragu untuk mengangkat kepala sekolah, apabila telah memenuhi persyaratan yang dituangkan dalam Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025. Peraturan ini juga menyempurnakan mekanisme seleksi, pelatihan, dan penugasan kepala sekolah di sekolah-sekolah milik pemerintah menjadi lebih terstruktur.
Seperti diketahui, kepala sekolah berstatus ASN dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diangkat oleh dinas pendidikan . Sementara sekolah swasta pengangkatan kepala sekolah oleh pihak penyelenggara atau yayasan.
Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025, tidak secara eksplisit mewajibkan calon kepala sekolah negeri untuk memiliki sertifikat Guru Penggerak. Demikian juga soal syarat 8 tahun mengajar yang ada dalam Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 tidak berlaku untuk guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Dua hal di atas menjadi salah satu penyebab teknis yang kerap menjadi kendala pengangkatan kepala sekolah di beberapa wilayah,” ujar Nunuk.
Hal lainnya terkait anggaran. Jika daerah khawatir tentang anggaran pelatihan kepala sekolah, maka tidak masalah apabila kepala sekolah yang berstatus ASN atau PPPK yang memenuhi syarat ini, tidak mendapatkan pelatihan. Tetapi, masa kerjanya hanya dapat dilakukan selama satu periode.
“Tapi jika kepala sekolah mendapat pelatihan karena daerah punya anggaran, maka dia bisa bekerja dua periode,” ujar Nunuk.
Nunuk merinci anggaran pelatihan yang dibutuhkan bagi satu kepala sekolah. Besarannya mencapai Rp1 juta sampai Rp1,5 juta, tergantung fasilitas yang diterima kepala sekolah.