JAKARTA (Waspada.id): Bagi Prof. Angel Damayanti, pendidikan bukan sekadar sarana menimba ilmu, melainkan kunci untuk mengubah cara berpikir masyarakat dan memutus mata rantai intoleransi serta radikalisme. Pandangan itu ia buktikan sendiri, berawal dari perjalanan hidup sederhana hingga menjadi akademisi terkemuka berkat beasiswa Tanoto Foundation.
Guru Besar Ilmu Keamanan Internasional Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini dikenal aktif meneliti isu-isu terorisme dan radikalisme. Namun, di balik kiprah intelektualnya, ada kisah perjuangan yang sarat makna: tekad kuat, kerja keras, dan kesempatan yang datang lewat sebuah beasiswa.
“Saya tidak pernah bermimpi jadi seperti sekarang. Cita-cita saya sederhana, ingin menjadi guru, membuat orang lain pintar dan mandiri,” tutur Angel.
Angel menuturkan, perjalanan akademiknya sempat terhambat oleh keterbatasan biaya. Ia mengawali kariernya sebagai pegawai bank setelah lulus dari UKI. Namun, nasib berkata lain ketika kampus memintanya kembali untuk mengajar. Dari sanalah, peluang baru terbuka.
Berkat prestasinya, Angel berhasil meraih beasiswa Tanoto Foundation untuk melanjutkan studi S2 Hubungan Internasional di Universitas Indonesia (UI). Kesempatan itu menjadi titik balik dalam hidupnya.
“Saya sempat minder karena saingannya banyak dan hebat-hebat. Tapi ternyata bisa lolos. Dari Tanoto, saya belajar bukan hanya ilmu akademik, tapi juga soft skills dan empati sosial,” kenangnya.
Tanoto Foundation, kata Angel, tidak hanya memberikan biaya pendidikan, tetapi juga pengalaman berharga lewat berbagai pelatihan dan diskusi. Salah satu yang paling ia ingat adalah kegiatan role play atau simulasi pemecahan masalah dalam kelompok.
“Dari situ saya belajar bahwa setiap orang punya karakter dan kelebihan masing-masing. Itu jadi prinsip saya saat mengajar—memberi ruang bagi semua mahasiswa untuk berkembang sesuai potensinya,” ujarnya.
Setelah menyelesaikan studi di UI, Angel melanjutkan pendidikan ke S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University (NTU) Singapura, dan kemudian menempuh program doktoral di National University of Singapore (NUS) serta Universiti Sains Malaysia (USM).
Namun, semua pencapaian akademik itu tak membuat Angel berhenti di menara gading. Ia justru turun langsung ke lapangan untuk membangun pendidikan di daerah. Bersama ibundanya, ia mendirikan Yayasan Anugerah Bina Bangsa di Desa Puro, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Yayasan itu mengelola Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) gratis di bidang pertanian dan peternakan. “Kami sediakan asrama, makanan, dan beasiswa untuk yang ingin kuliah lanjut. Tujuannya supaya anak-anak desa bisa mandiri dan berdaya,” ungkapnya.
Menurut Angel, pendidikan memiliki efek berantai (snowball effect) yang mampu memperbaiki ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan menekan potensi radikalisme.
“Orang yang berpendidikan akan berpikir lebih luas, tidak sempit, dan tidak mudah dihasut kebencian. Itulah kunci menangkal intoleransi,” tegas panelis Debat Capres 2024 itu.
Inspirasi dari Tanoto Foundation terus ia bawa dalam pengabdiannya hingga kini. “Saya belajar dari Tanoto bahwa pendidikan bukan hanya soal belajar di kelas, tapi soal membangun manusia. Dan itulah yang saya teruskan lewat pengabdian di desa,” tutup Angel dengan senyum.