BADUNG (Waspada.id): Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Prof. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D., memuji langkah inovatif Sekolah Cendekia Harapan (CH School) di Badung, Bali, yang berhasil beradaptasi dengan perkembangan kecerdasan buatan (AI) tanpa meninggalkan nilai-nilai etika dan kemanusiaan.
Kunjungan Prof. Atip bersama Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Prof. Dr. Toni Toharudin, S.Si., M.Sc., Selasa (29/10), bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-22 CH School. Kedua pejabat tersebut menilai, sekolah ini telah menjadi salah satu poros pembelajaran berbasis AI paling maju dan beretika di Indonesia.
“Kami melihat contoh konkret bagaimana teknologi tidak menggantikan peran manusia, melainkan memperkuat cara berpikir dan berkreasi siswa,” ujar Wamendikdasmen usai meninjau sejumlah kelas.
“CH School menunjukkan arah baru pendidikan: kolaborasi manusia dan mesin yang berimbang, kreatif, dan bertanggung jawab,” sambungnya.
Sejak 2023, CH School mengembangkan sistem Human–AI Collaboration, di mana siswa dilatih menjadikan AI sebagai mitra berpikir. Setiap proyek disertai Human–AI Collaboration Statement—penjelasan terbuka tentang bagian yang dibantu AI dan yang dikerjakan oleh siswa sendiri.
Ketua Yayasan Cendekia Harapan, Dr. Lidia Sandra, M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa pendekatan tersebut melatih siswa memahami batas dan tanggung jawab etis dalam penggunaan teknologi.
“AI bukan musuh kreativitas; musuh kreativitas adalah rasa takut berpikir,” ujarnya.
Kepala BSKAP, Prof. Toni Toharudin, menilai CH School berhasil menghadirkan praktik nyata pembelajaran berbasis teknologi yang tetap berpijak pada nilai.
“Yang kami lihat bukan sekadar penggunaan alat digital, tetapi literasi etis dan kolaboratif yang kuat. Ini bisa menjadi model untuk sekolah lain,” katanya.
Dalam kunjungan itu, para pejabat menyaksikan presentasi proyek siswa, seperti aplikasi pengelolaan sampah desa berbasis AI, pemrograman sederhana, serta riset data sosial. Ketika ditanya peran siswa dan AI dalam proyek tersebut, seorang siswa menjawab bahwa AI membantu menulis kode, tapi ide dan keputusan tetap saya yang ambil.
Chief of Data & AI CH School, Ir. Timothy Dillan, B.Sc. (Hons), M.Kom., menegaskan bahwa seluruh program digitalisasi sekolah berfokus pada pengembangan human literacy, technology literacy, dan data literacy.
“Kami tidak mengejar tren, tapi menyiapkan generasi yang mampu berpikir bersama teknologi. AI kami jadikan alat untuk memperdalam nalar, bukan menggantikan proses belajar,” ujarnya.
CH School juga memperluas integrasi AI ke seluruh mata pelajaran melalui metode storytelling, project-based learning, hingga role play. Di luar kelas, program seperti Maker Hours, Workplace Exposure, dan Parent As Learners (PALS) menghubungkan siswa, guru, dan orang tua dalam ekosistem pembelajaran kolaboratif.
Sheena Abigail, B.Sc. (Hons), M.Sc., Vice Principal CH School, menambahkan bahwa budaya evidence-based practice dan integritas akademik menjadi prinsip utama sekolah.
“Setiap karya siswa harus disertai proses yang transparan, termasuk peran AI di dalamnya. Kejujuran akademik kami tanamkan sejak dini,” tuturnya.
Keberhasilan CH School juga menyoroti pentingnya dukungan sistemik, terutama pemerataan infrastruktur dan peningkatan kapasitas guru di era digital. Timothy mengusulkan agar pedoman kolaborasi manusia dan AI diperkuat di tingkat nasional melalui panduan interaktif, bukan sekadar dokumen PDF.
Kunjungan Wamendikdasmen dan Kepala BSKAP ke CH School menandai pengakuan terhadap paradigma baru pendidikan, dari sekadar menggunakan teknologi, menuju berpikir bersama teknologi.
“Anak-anak di sini tidak hanya melek teknologi, tetapi juga melek nilai,” ujar Prof. Atip.
“Inilah wajah pendidikan masa depan yang kita butuhkan—cerdas, etis, dan berdaya cipta,” imbuhnya.
Dengan semangat Empowering Scholars to Build Better Communities, CH School meneguhkan diri sebagai pionir pendidikan berbasis AI yang berakar pada kemanusiaan.


















