Pendidikan

Direktorat Jenderal Pesantren Didorong Jadi Pelopor Ekoteologi Nasional

Direktorat Jenderal Pesantren Didorong Jadi Pelopor Ekoteologi Nasional
Halaqah Penguatan Kelembagaan bertema “Pesantren, Ekoteologi dan Kemandirian Ekonomi Umat” yang digelar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (27/11/2025) Kementerian Agama menegaskan arah baru pengembangan pesantren
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id) :Upaya modernisasi tata kelola pesantren memasuki fase krusial. Melalui Halaqah Penguatan Kelembagaan bertema “Pesantren, Ekoteologi dan Kemandirian Ekonomi Umat” yang digelar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kementerian Agama menegaskan arah baru pengembangan pesantren yakni memperkuat struktur kelembagaan negara, membangun gerakan ekoteologi, dan mendorong kemandirian ekonomi berbasis unit usaha yang profesional.

Kehadiran para kiai pengasuh pesantren besar, akademisi, dan pejabat Kemenag dalam forum ini menghadirkan gambaran menyeluruh tentang masa depan pesantren sebagai pusat peradaban yang lebih terstruktur dan berdaya saing.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dalam pemaparannya, KH. Ahmad Mahrus Iskandar menekankan pentingnya menjadikan pesantren sebagai garda depan gerakan ekoteologi—pendekatan keagamaan yang menempatkan kelestarian alam sebagai bagian integral dari spiritualitas Islam.

Ia menyoroti bahwa Indonesia telah dianugerahi kekayaan ekologis yang seharusnya melahirkan kesadaran lingkungan sejak dini melalui pendidikan dan pembiasaan di pesantren.

Ia mencontohkan berbagai praktik yang telah dijalankan Pondok Pesantren Darunajah, mulai dari pemilahan sampah, penggunaan air secara efisien, hingga sistem penyiraman otomatis yang mendukung penghijauan kawasan pesantren. KH. Mahrus menegaskan pentingnya membangun gerakan ekologis yang lebih terstruktur melalui kurikulum, pembiasaan santri, hingga pengembangan unit usaha berbasis lingkungan.

Tidak hanya soal ekologi, KH. Mahrus juga menjelaskan bagaimana Darunajah membangun kemandirian ekonomi melalui wakaf produktif, pertanian, peternakan, dan berbagai usaha profesional yang mampu menopang kebutuhan lembaga.

Dengan model tersebut, hampir separuh kebutuhan operasional pesantren dapat dipenuhi tanpa bergantung pada bantuan eksternal. Dari total 1.117 hektare aset yang dikelola yayasan, lebih dari 1.000 hektare merupakan hasil pengembangan wakaf produktif.

“Amanah masyarakat datang seiring kesungguhan kita mengelola,” tegasnya.

Pandangan ini diperkuat Kiai Sofwan Manaf yang menegaskan bahwa pesantren harus dikelola berdasarkan delapan komponen dasar yang saling terhubung: pendidikan, pengasuhan, administrasi, sarpras, hubungan masyarakat, usaha, SDM, hingga legalitas. Ruang gerak pesantren yang lebih fleksibel dibanding lembaga pendidikan formal, menurutnya, merupakan modal besar dalam memperkuat kemandirian ekonomi lembaga.

Ia menekankan pentingnya pengelolaan keuangan berbasis akuntabilitas, termasuk zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Setelah lembaganya memperoleh legalitas nasional sebagai amil zakat, tingkat kepercayaan publik meningkat drastis dan pemasukan melonjak hingga 20 kali lipat. Sofwan juga menegaskan bahwa penguatan ekoteologi dan ekonomi pesantren selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama pada isu kemiskinan, pendidikan, dan kewirausahaan. Dalam forum ini, ia mengusulkan pembentukan Direktur Ekonomi Pesantren yang fokus pada perencanaan dan pengembangan usaha berbasis data.

Dari sisi negara, Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kebijakan Publik, Media, dan SDM, Ismail Cawidu menegaskan urgensi pembentukan Direktorat Jenderal Pondok Pesantren sebagai bagian dari reformasi besar tata kelola pendidikan Islam. Ia menilai kondisi saat ini—dengan 42 ribu pesantren dan enam juta santri—tidak mungkin dikelola hanya oleh satu direktorat.

“Pesantren hadir jauh sebelum negara membiayai pendidikan. Kini jutaan santri dibiayai masyarakat. Negara wajib memastikan struktur tata kelola yang kuat,” ujarnya.

Ismail mengungkapkan tiga persoalan mendesak yang membutuhkan intervensi struktural: ketimpangan fasilitas, minimnya pendampingan manajerial, dan belum solidnya basis data nasional pesantren. Dirjen Pesantren, menurutnya, akan hadir sebagai pusat koordinasi untuk memastikan standar mutu, pemerataan bantuan, hingga penguatan peran sosial dan ekonomi pesantren. “Ini mandat peradaban, bukan semata-mata penambahan struktur,” tegasnya.

Direktur Pesantren, Basnang Said, memaparkan perjalanan panjang negara dalam memperjuangkan regulasi pesantren, mulai dari era program kesetaraan, penetapan Hari Santri, hingga lahirnya UU Pesantren. Menurutnya, tantangan utama bukan pada regulasi, tetapi implementasi.

Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan rancangan struktur SOTK baru, termasuk wacana pembentukan direktorat khusus seperti Pendidikan Ma’had Aly, Muadalah dan Lembaga Formal, hingga Pemberdayaan Ekonomi Pesantren. Langkah ini disebutnya sebagai jawaban konkret pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Menag Nasaruddin Umar terhadap kebutuhan penguatan kelembagaan pesantren.

Halaqah ini juga menghasilkan sejumlah gagasan jangka panjang, termasuk pengembangan Program Studi Manajemen Pesantren di tingkat S2 dan S3 sebagai fondasi akademik bagi penguatan tata kelola lembaga.
Seluruh narasumber sepakat bahwa masa depan pesantren Indonesia menuntut tata kelola yang lebih profesional, berkelanjutan, dan terbuka pada kolaborasi. Pesantren diharapkan menjadi model harmonisasi spiritualitas, ekologis, dan ekonomi yang mampu memperkuat kemandirian umat.

Halaqah ditutup dengan optimisme bahwa para pengasuh pesantren akan menjadi motor utama dalam merumuskan kebutuhan teknis pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren.

“Struktur ini hadir untuk melayani pesantren, bukan sebaliknya,” tegas Ismail.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Pendidikan

YOGYAKARTA (Waspada.id): Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren telah memasuki tahap pematangan final setelah mendapatkan persetujuan Presiden RI. Penegasan ini disampaikan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Ditjen Pendidikan Islam, Prof. Sahiron, saat…