Scroll Untuk Membaca

MedanPendidikan

FDKA Bahas Pentingnya Antropolog Dalam Diskusi Buku WWNA

FDKA Bahas Pentingnya Antropolog Dalam Diskusi Buku WWNA
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id):  Forum Diskusi dan Kajian Antropologi (FDKA) bersama AntroTV dan YLCD menggelar diskusi buku “Why The World Needs Anthropologist” (WWNA) pada Jumat (3/10). Diskusi daring ini menghadirkan Edy Suhartono sebagai pemantik diskusi dan Daud sebagai moderator, keduanya adalah dosen Antropologi FIS Unimed.

Daud membuka diskusi dengan menyampaikan urgensi kegiatan bagi mahasiswa, dosen, dan peminat antropologi. Ustad Sugianto, S.Pd.I, M.A, dosen FIP Unimed, memimpin pembacaan doa sebelum diskusi dimulai.

Edy Suhartono menjelaskan alasan pemilihan buku WWNA sebagai bahan diskusi. Buku yang ditulis oleh para antropolog dunia ini, terbit pertama kali pada tahun 2020. Edisi pertama buku ini terbit sesudah tragedi Covid 19,  dan menandai dimulainya Era Baru Kebangkitan Antropologi,” ujarnya. ia juga menyinggung perang di Ukraina dan genosida di Gaza yang menjadi sorotan dalam buku tersebut.

Buku ini penting dan menarik untuk didiskusikan serta dinilai unik karena setiap penulis memberikan tips berupa anjuran (“Dos”) dan larangan (“Don’t”) di akhir bab. Total ada 60 tips dari 12 penulis berdasarkan pengalaman mereka sebagai antropolog.

Sugianto bertanya tentang eksistensi manusia dalam pandangan antropologi. Zanrison mempertanyakan karir lulusan antropologi yang kurang terserap di dunia kerja sedangkan Maya Rambe mempertanyakan hakikat ilmu antropologi.

Menanggapi pertanyaan, Edy menjelaskan bahwa ilmu antropologi memandang manusia sebagai fokus utama perhatian dan keanekaragaman yang dimiliki menjadi dasar ketertarikan untuk dipelajari. Sebagai makhluk diciptakan “Manusia menjalankan amanah sebagai khalifah di muka bumi, berinteraksi, serta meyakini adanya kekuatan di luar dirinya,” katanya.

Terkait karir, Edy menjelaskan bahwa lulusan antropologi masih belum sepenuhnya diterima bekerja di bank atau perusahaan.  “Padahal, peran antropologi penting dalam mewujudkan budaya kerja perusahaan yang meningkatkan produktivitas,” jelasnya. Bagi lulusan antropologi bekerja dan berkarir di mana saja tetap menjadi sebuah keniscayaan.

Mengenai hakikat antropologi, Edy menjelaskan bahwa ilmu ini berkembang sejak tahun 1800-an karena ketertarikan bangsa Barat mempelajari kehidupan suku bangsa di luar Eropa. “Penjelajahan dan pertemuan peradaban inilah yang menjadikan antropologi semakin berkembang,” tambahnya.

Daud menyimpulkan bahwa ilmu antropologi dan antropolog memerlukan disiplin ilmu lain (interdisipliner) dan harus bersifat praxis bukan malah terjebak di menara gading keilmuan antropologi. Edy menambahkan bahwa di tengah perkembangan teknologi yang ada saat ini, antropolog tidak hanya mengandalkan pada “Big Data” tetapi juga “Thick Data” untuk memahami perubahan politik, ekonomi, dan teknologi. (id07)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE