Pendidikan

Guru Besar Ukrida Jadi Pembicara di Harvard University dan UCLA Center for Southeast Asia Studies

Paparkan Kekuatan Pengabdian Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal

Guru Besar Ukrida Jadi Pembicara di Harvard University dan UCLA Center for Southeast Asia Studies
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Guru Besar Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Prof. Johana Endang Prawitasari, Ph.D, memenuhi undangan sebagai pembicara dalam kuliah umum di Harvard University dan UCLA Center for Southeast Asia Studies di Amerika Serikat. Johana membawakan topik The Psychology of Indonesian Communities on Javanese Cultural Psychology, pada akhir 2023 yang lalu.

Saat di Harvard University, Prof Johana dalam sesinya mengetengahkan contoh kondisi sosial masyarakat di wilayah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pasca gempa bumi 27 Mei 2006. Contoh yang sekaligus menjadi studi kasus ini  kemudian menjadi pembahasan yang menarik dan interaktif. Konteks penelitian yang dipaparkan meliputi karakteristik kehidupan beragama setempat, psikologi budaya masyarakat Jawa, karakteristik kehidupan masyarakat pedesaan, dan konteks sosial-ekonomi.  

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Berawal dari serangkaian kegiatan penelitian bersama dalam Action Research Design,  yang kemudian melahirkan gagasan pendekatan melalui seni dan budaya, guna merepresentasikan kondisi sosial masyarakat. Latar belakang kegiatan penelitian berlanjut ke pengabdian pada masyarakat, dimana gempa tahun 2006 tersebut menyisakan penderitaan, peluang sekaligus tantangan.

Johana mengungkapkan pengamatannya terhadap kondisi masyarakat pasca gempa. Ada sebuah kegiatan seni bernama Srandul, yaitu drama tari dan merupakan seni tradisional kerakyatan dari Yogyakarta yang didasarkan pada kearifan masyarakat setempat. Tetapi setelah melalui dialog dalam komunitas kemudian bersama masyarakat setempat secara khusus disajikan sosiodrama (social artistry) pasca gempa.

Dalam proses latihan drama terjadi gotong royong dan kerukunan mulai terjalin. Hal demikian menjadi salah satu upaya bersama guna mengatasi trauma sosial yang terjadi, dan masyarakat setempat merespon kegiatan sosiodrama dengan sangat positif.

“Tujuan pementasan sosiodrama tersebut adalah agar konflik sosial itu dapat tercermin untuk kemudian bisa mencari solusi bersama,” imbuh Johana tentang penelitiannya.

Saat sosiodrama diulangi di tahun 2017, para pemain drama di tahun 2007 sudah berusia lebih dari setengah abad. Saat sosiodrama kembali dipentaskan dalam kegiatan pengabdian masyarakat (abmas) di Bantul, yang berperan serta dalam riset tindakan adalah generasi muda.

“Perbedaannya, kalau dulu sosiodrama dipentaskan lebih menyerupai Srandul, dengan para muda dan anak-anak, sosiodrama yang dipentaskan menggambarkan kehidupan saat ini dengan isyu-isyu sosial yang ada. Pementasannya dengan alat-alat modern dan campuran dengan nyanyian dalam bahasa Inggris. Abmas bersama para muda, juga mengajari mereka untuk berdaya dan mengembangkan usaha melalui bazar bahan kebutuhan pokok dan pakaian bekar layak pakai. Walaupun tingkatannya adalah dusun, masyarakat dimotivasi untuk bisa ikut memulihkan keadaan. Salah satunya melalui potensi yang mereka miliki, seperti menggalang dana dengan menjual produk-produk hasil karya mereka,” papar Johana.

“Tujuan lainnya adalah membuktikan bahwa seni sosial dapat merevitalisasi kearifan lokal melalui gotong royong, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menangani masalah sosial,” sambungnya.

Beberapa manfaat serta pelajaran yang diperoleh dari penelitian dan pengabdian pada masyarakat, antara lain mendukung sistem dana bergulir, sebagai wadah melaksanakan demokrasi, koordinasi, dan menyampaikan pendapat bahkan kritik. Selain itu juga bermanfaat sebagai wadah beragam informasi dan program kegiatan desa, menambah pendapatan desa karena bisa menyewakan perlengkapan kepada desa tetangga.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan, gagasan yang muncul, diantaranya kolaborasi dengan pakar nasional dan internasional untuk menghasilkan pengetahuan baru terkait masalah sosial.

“Gagasan lainnya, yaitu kajian psikologi budaya menggunakan keberagaman budaya di Indonesia, dimana banyak kelompok etnis, bahasa lokal, dan budaya asli. Layanan kesehatan mental yang kemungkinan digabungkan dengan kearifan lokal guna mendukung mekanisme penanggulangan konflik sosial, juga menjadi gagasan untuk ditindaklanjuti bersama,” tambah Johana.

Johana menyimpulkan bahwa konteks budaya sangat penting untuk melakukan tindakan yang tepat sesuai persepsi komunitas. Dalam hal ini setelah gempa bumi hebat yang sedemikian memporakporandakan kehidupan penduduk di Bantul, seni dapat digunakan untuk revitalisasi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.  Penyajian sosiodrama tersebut sangat dinikmati oleh yang hadir dan mereka sangat tertarik dengan muatan di dalamnya.

Dalam pernyataannya, Ukrida menyebutkan bahwa kuliah umum di Harvard University dan UCLA Center for Southeast Asia Studies, USA, menjadi representasi Ukrida sebagai salah satu Kampus Kristen Terbaik di Indonesia.

“Melalui para profesornya, Ukrida terus memberi dampak bagi sesama hingga taraf internasional, sesuai dengan mottonya Lead to Impact,” sebut Ukrida. (J02)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE