Scroll Untuk Membaca

Pendidikan

Kampus Harus Terlibat Mewujudkan Indonesia Menjadi Bangsa Berdikari.

Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Pengajar Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan), Hasto Kristiyanto mengingatkan betapa pentingnya penataan kampus dan universitas di Indonesia demi memastikan Indonesia maju dan menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa.

Hal itu diungkap Hasto dalam orasi ilmiah di Peringatan Dies Natalis Universitas Krisnadwipayana (Unkris) ke-71 di Jakarta, Senin (3/4/2023) petang. Hasto diberi kesempatan menyampaikan orasi ilmiah bertema geopolitik Soekarno yang merupakan hasil riset disertasi doktoralnya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kampus Harus Terlibat Mewujudkan Indonesia Menjadi Bangsa Berdikari.

IKLAN

Hasto mengatakan Unkris adalah salah satu pilar ilmu pengetahuan yang penting bagi Indonesia. Tercatat Presiden pertama RI Soekarno pernah menyampaikan orasi ilmiah pada lustrum pertama di kampus tersebut.

“Teori geopolitik Soekarno pada dasarnya berbicara tentang bagaimana membangun kepemimpinan Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan, agar dapat menjadi aktor penting di dalam konstelasi geopolitik,” kata Hasto.

Ia menjelaskan, teori geopolitik Soekarno mengenai kepemimpinan Indonesia di dunia amat berbeda dengan teori geopolitik ala Barat. Jika teori Barat tentang geopolitik adalah bergerak demi memperluas wilayah yang kerap berwujud upaya penaklukan. Sementara geopolitik Indonesia adalah sebuah negara menjadi kuat justru demi memastikan perdamaian dunia dan kemerdekaan tiap bangsa atau negara.

Dalam teori geopolitik Soekarno, lanjut Hasto, negara yang kuat demikian hanya bisa terwujud jika, salah satunya, negara itu memiliki ilmu pengetahuan dan riset yang kuat. Dan institusi pendidikan itu harus ditata terintegrasi dengan koridor strategis pembangunan.

“Pemikiran geopolitik Soekarno memerlukan syarat utama, penataan kampus yang terintegrasi dengan koridor strategis pembangunan atas cara pandang geopolitik,” urai Hasto.

“Jadi Unkris misalnya, memiliki kekuatan dalam hukum dan ekonomi. Maka bagaimana membangun kekuatan nasional Indonesia berdasarkan dua aspek ini, sehingga komoditas strategis seperti CPO, karet, kopi dan lain-lain, benar-benar menjadi national power karena ditopang oleh para ahli hukum internasional yang dihasilkan Unkris,” imbuhnya.

Atas dasar hal tersebut, kata Hasto, maka kampus harus menjadi pusat penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan mendorong riset-inovasi terapan.

“Agar Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri, setidaknya dalam bidang pangan, energi, keuangan dan lain-lain,” tegas Hasto.

Hasto menambahkan, insitusi pendidikan dan kampus Indonesia harus terlibat mewujudkan Indonesia menjadi sebagai bangsa berdaulat dan berdikari. Contoh sederhana, ketergantungan terhadap pangan, berupa impor daging, kedelai, gandum, jagung, gula, harus segera diatasi.

“Australia misalnya, dalam perspektif pertahanan menempatkan Indonesia sebagai ancaman dari Utara, namun setiap tahun, Indonesia mengimpor sapi dan daging sapi sebesar Rp37 Triliun. Ini kan ironis. Karena itulah harus dibangun kerjasama antar kedua negara bertetangga agar keduanya mendapat manfaat secara berkeadilan”, ujarnya.

Pada kesempatan itu, Hasto bahkan sempat menyerahkan beberapa buah buku, termasuk buku Mustika Rasa yang dibuat di era Presiden Soekarno. Menurut Hasto, buku itu menjadi salah satu contoh bagaimana upaya agar Indonesia membangun hegemoni di bidang pangan. “Ini kami persembahkan untuk Perpustakaan Unkris,” ujar Hasto.

Ketua pembina Yayasan Unkris Gayus Lumbuun mengatakan kehadiran Hasto membicarakan topik geopolitik bernilai sangat penting. Pada dasarnya, menurut Gayus, geopolitik merupakan rangkuman tiga hal. Yakni bagaimana mempelajari kehidupan individu, bagaimana sosial, dan bagaimana ilmu pemerintahan.

“Kita motivasi semua organ universitas agar mengenal bangsa kita baik secara individu, sosial, maupun pemerintahannya,” ujar Gayus.

Ketua panitia Dies Natalis Susetya Herawati menjelaskan perayaan ini bertema “harmoni dalam keberagaman”. Tema ini demi mendorong semangat agar seluruh takyat Indonesia benar-benar memahami dan menghidupi “harmoni dalam keberagaman”, yang juga diamanatkan oleh dasar negara, Pancasila.

“Dies Natalies ini mengingatkan kita bahwa keragaman adalah sumber kekuatan yang perlu diperkuat untuk mencapai kejayaan. Saat berefleksi dan kita bertanya apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkannya,” kata Susetya.

Di acara itu, hadir sivitas akademika Unkris yang hadir secara fisik ataupun secara daring, di bawah pimpinan Rektor Unkris Ayub Muktiono.

Sebelum kuliah umum, dilakukan juga penandatanganan prasasti pendiri Universitas Krisnadwipayana. (irw)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE