YOGYAKARTA (Waspada.id): Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren telah memasuki tahap pematangan final setelah mendapatkan persetujuan Presiden RI. Penegasan ini disampaikan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Ditjen Pendidikan Islam, Prof. Sahiron, saat membuka Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Ditjen Pesantren di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (27/11/2025).
Halaqah yang mempertemukan para kiai, nyai, habib, akademisi, dan pimpinan perguruan tinggi Islam ini menjadi forum strategis untuk menyerap gagasan substantif jelang peresmian Ditjen Pesantren.
“Kita patut bersyukur bahwa pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren sudah mendapat restu Presiden. Kini saatnya kita menyusun arah besar kelembagaan ini bersama para pemangku kepesantrenan,” ujar Prof. Sahiron.
Dalam arahannya, Prof. Sahiron menekankan bahwa kehadiran pesantren di ruang digital menjadi isu mendesak. Menurutnya, perkembangan teknologi dan sistem kecerdasan buatan tidak dapat dipisahkan dari ekosistem konten yang tersedia di internet.
“Sistem AI menyerap pengetahuan dari apa yang ada di internet. Karena itu, pesantren harus hadir secara aktif agar nilai-nilai Islam yang moderat, santun, dan beradab menjadi referensi utama,” tegasnya.
Ia mengingatkan, jika ruang digital dipenuhi kelompok berwawasan keras, maka produk digital—termasuk AI—akan memantulkan nilai yang keras pula.
“Para kiai, ustaz, dan santri harus masuk, mengisi, dan mengarahkan. Ini pekerjaan besar Ditjen Pesantren nantinya,” imbuhnya.
Prof. Sahiron juga menekankan bahwa tradisi pendidikan pesantren telah terbukti melahirkan generasi beradab, rendah hati, dan tahan banting. “Alumni pesantren sangat dibutuhkan untuk memimpin negara. Fondasinya ada di pendidikan adab dan kitab kuning,” ujarnya.
Kiai Soroti Kepemimpinan Santri dan Relevansi Kajian Pesantren
Forum halaqah berlangsung dinamis dengan berbagai masukan dari para tokoh pesantren.
KH. Drs. M. Syakir Ali menegaskan pentingnya memperkuat profil kepemimpinan santri di masa depan. Menurutnya, pemimpin ideal dari rahim pesantren harus menguasai ilmu agama dan ilmu umum sekaligus.
“Orang pesantren harus jadi pemimpin yang rendah hati, berwawasan luas, ramah terhadap anak, peduli lingkungan, serta menjunjung kemanusiaan,” paparnya. Ia menambahkan bahwa kecerdasan IQ, EQ, SQ, dan kecerdasan digital harus diasah bersamaan.
Sementara itu, KH. Dr. Hilmy Muhammad mendorong pesantren membuka ruang diskusi isu-isu modern agar santri tidak gagap menghadapi perubahan zaman dan tidak memandang teknologi sebagai ancaman.
“Lingkungan pesantren itu damai. Dari tempat sejuk inilah santri harus dibimbing agar mampu bicara di panggung publik sambil tetap membawa nilai akhlak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas fasilitas dan infrastruktur pesantren.
UIN Sunan Kalijaga Nyatakan Dukungan Penuh
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyampaikan dukungan 100 persen terhadap pembentukan Ditjen Pesantren.
“Pesantren adalah pilar utama pendidikan Islam dan penopang karakter kebangsaan sejak masa perjuangan. Karena itu, kami mendukung penuh pendirian Ditjen Pesantren,” tegasnya.
Rektor menegaskan bahwa pesantren bukan hanya penjaga tradisi keilmuan Islam, tetapi juga benteng kebangsaan yang sejak awal turut berkontribusi bagi kemerdekaan Indonesia.
Pijakan Final Pembentukan Ditjen Pesantren
Halaqah ini mempertegas komitmen Kementerian Agama dan komunitas pesantren dalam menyiapkan arah kelembagaan baru yang lebih kuat, adaptif, dan relevan dengan tantangan zaman.
Semua masukan—mulai dari transformasi digital, penguatan adab, hingga kepemimpinan santri—akan menjadi bahan penyusunan roadmap kelembagaan Ditjen Pesantren. Kehadiran Ditjen ini nantinya diharapkan menjadi tonggak baru penguatan pendidikan pesantren di Indonesia.
















