PALEMBANG (Waspada.id): Wakil Menteri Agama (Wamenag) Dr. KH. Romo R. Muhammad Syafi’i menegaskan kembali posisi strategis pesantren sebagai pusat gerakan moral bangsa. Pernyataan ini menjadi sorotan utama dalam Halaqoh Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren yang digelar di UIN Raden Fatah Palembang, Jumat (21/11/2025).
Menurut Wamenag, pesantren selama berabad-abad tidak hanya menjadi lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga pusat pembentukan karakter, etika publik, dan moralitas sosial yang menjadi fondasi kokoh masyarakat Indonesia.
“Pesantren adalah pusat gerakan moral bangsa. Memandang pesantren berarti memandang Indonesia. Dari pesantren lahir nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan, dan integritas yang menjadi kekuatan moral umat,” tegas Romo.
Namun, ia menambahkan bahwa pesantren hari ini memikul mandat yang lebih besar. Selain menjaga tradisi keilmuan Islam, pesantren harus mampu melahirkan santri yang menguasai sains, teknologi, ekonomi, kedokteran, dan berbagai disiplin ilmu modern.
“Santri tidak boleh berhenti pada fiqh saja. Dunia berubah cepat. Pesantren harus menyiapkan generasi yang mampu menembus ruang-ruang profesi strategis dan berkontribusi bagi bangsa,” ujar Wamenag.
Pesantren sebagai Fondasi Moral, Episentrum Pengetahuan
Wamenag menekankan bahwa kekuatan moral pesantren merupakan modal besar dalam membangun generasi yang berwawasan luas namun tetap berakar pada nilai spiritualitas. Menurutnya, Intelektualisasi Santri bukan sekadar inovasi pendidikan, tetapi langkah penting memastikan moralitas dan modernitas berjalan beriringan.
Rektor UIN Raden Fatah Palembang, Prof. Dr. Muhammad Adil, MA, menambahkan bahwa tradisi kitab kuning adalah warisan intelektual yang menjaga kedalaman moral sekaligus membuka ruang sintesis dengan ilmu modern. Sementara Direktur Pesantren, Dr. Basnang Said, menyoroti pentingnya rekognisi negara terhadap pesantren sebagai bagian dari mobilitas sosial santri menuju ruang publik dan jabatan strategis.
Forum halaqoh ini menghadirkan tiga tokoh pesantren yang menguraikan strategi transformasi kelembagaan, mulai dari manajemen pesantren modern, penguatan kitab kuning sebagai kurikulum inti, hingga pengembangan Pesantren Kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan formal dan pengajian kitab.
Mereka sepakat bahwa penguatan moral dan perluasan wawasan intelektual adalah dua pilar utama yang harus berjalan seimbang agar pesantren mampu menjawab tantangan zaman.
Seluruh diskursus dalam halaqoh ini mempertegas peran pesantren sebagai penjaga moralitas bangsa sekaligus episentrum lahirnya generasi pemikir dan inovator. Pemerintah, pesantren, dan perguruan tinggi dinilai perlu membangun kolaborasi lebih kuat agar nilai-nilai pesantren tetap menjadi jangkar moral di tengah percepatan kemajuan ilmu pengetahuan.


















