Pendidikan

Sudah Terbit Cetak Biru Kampus Inklusif, Perguruan Tinggi Wajib Ramah Disabilitas

Sudah Terbit Cetak Biru Kampus Inklusif, Perguruan Tinggi Wajib Ramah Disabilitas
kegiatan Diseminasi Metrik Inklusi Disabilitas yang digelar di Universitas Pradita, Tangerang, Rabu (17/12/2025). Kegiatan ini diikuti perwakilan PTN, PTS, dan LLDikti Wilayah I–XVII dari seluruh Indonesia.
Kecil Besar
14px

TANGERANG (Waspada.id): Perguruan tinggi diminta untuk tidak lagi  bersikap eksklusif melainkan inklusif dan setara. Selama ini, masih banyak kampus yang belum bahkan tidak memiliki aturan baku untuk membuka pelayanan terbaik bagi mahasiswa disabitas.

Untuk itu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) meluncurkan Cetak Biru Inklusi Disabilitas sekaligus Metrik Inklusi Disabilitas sebagai instrumen wajib untuk memastikan perguruan tinggi benar-benar ramah bagi penyandang disabilitas. Matrik ini memudahkan seluruh kampus di Indonesia menghadirkan lingkungan belajar yang inklusif dan setara mulai tahun depan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Komitmen tersebut ditegaskan dalam kegiatan Diseminasi Metrik Inklusi Disabilitas yang digelar di Universitas Pradita, Tangerang, Rabu (17/12/2025). Kegiatan ini diikuti perwakilan PTN, PTS, dan LLDikti Wilayah I–XVII dari seluruh Indonesia.

Langkah ini diambil menyusul fakta masih timpangnya akses pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas. Data Susenas 2018 mencatat hanya 2,8 persen penyandang disabilitas yang mampu menyelesaikan pendidikan tinggi.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek, Khairul Munadi, menegaskan bahwa inklusivitas bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

“Kampus adalah rumah bersama yang menjunjung prinsip kesetaraan. Mulai tahun 2026, seluruh perguruan tinggi di Indonesia wajib menghadirkan lingkungan belajar yang ramah dan inklusif bagi penyandang disabilitas,” tegas Khairul.

Ia menyebut, kehadiran Metrik Inklusi Disabilitas menjadi alat ukur konkret agar komitmen tidak berhenti pada slogan dan norma. Melalui instrumen ini, perguruan tinggi dapat memetakan kondisi eksisting, mengidentifikasi kesenjangan layanan, serta menyusun kebijakan berbasis kebutuhan nyata mahasiswa penyandang disabilitas.

Sementara itu, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemdiktisaintek, Beny Bandanadjaja, menekankan bahwa akses pendidikan tinggi harus terbuka bagi semua.

“Dikti memiliki moto meningkatkan akses, mutu, relevansi, dan dampak. Akses berarti memberi kesempatan kepada semua pihak, termasuk mahasiswa penyandang disabilitas. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memperbaiki layanan mahasiswa secara menyeluruh,” ujarnya.

Selama ini, wacana kampus inklusif kerap berhenti di tataran normatif. Di lapangan, penyandang disabilitas masih menghadapi beragam hambatan, mulai dari keterbatasan akses fisik, layanan akademik yang belum adaptif, hingga kebijakan kelembagaan yang belum berpihak.

Karena itu, pendekatan yang sistematis dan terukur dinilai mendesak.
Salah satu langkah konkret adalah pengembangan Metrik Inklusi Disabilitas (Unesa Dimetric/UDIM) oleh Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Instrumen ini dirancang untuk menilai sejauh mana perguruan tinggi mengimplementasikan prinsip inklusi disabilitas secara berkelanjutan.

“UDIM dikembangkan atas kesadaran bahwa aksesibilitas terhadap lingkungan fisik, sosial, pendidikan, informasi, dan komunikasi adalah prasyarat utama pemenuhan hak penyandang disabilitas. Karena itu, dibutuhkan instrumen pengukuran yang objektif dan universal,” jelas Prof. Bay, tim pengembang UDIM.

Metrik tersebut mencakup aspek kebijakan dan tata kelola, sarana-prasarana, layanan akademik dan nonakademik, kapasitas sumber daya manusia, hingga pelaksanaan tridarma perguruan tinggi dengan perspektif inklusi.
Diseminasi juga menghadirkan Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang menekankan pentingnya cetak biru sebagai arah kebijakan nasional pemenuhan hak penyandang disabilitas di pendidikan tinggi.

Kebijakan ini sejalan dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, PP Nomor 13 Tahun 2020, serta penguatan melalui Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023 dan Nomor 55 Tahun 2024.

Ketua KND, Dante Rigmalia, mengapresiasi langkah Kemdiktisaintek yang dinilainya sebagai sinyal kuat keberpihakan negara.

“Kami sangat mengapresiasi perhatian pemerintah melalui Kemdiktisaintek yang mulai memperkuat regulasi dan pelayanan bagi penyandang disabilitas di perguruan tinggi,” ujarnya.

Pemerintah berharap, melalui cetak biru dan metrik inklusi ini, kampus tidak lagi sekadar ramah di atas kertas, tetapi benar-benar menjadi ruang belajar yang setara dan berkeadilan bagi semua.(id11)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE